Baron adalah nama sebuah pantai di daerah Gunung Kidul, Yogyakarta. Ada banyak sich pantai di daerah Yogyakarta, tapi yg bs dicapai pke kendaraan umum ya cuma Pantai Baron ini. Kuhabiskan waktu 12 jam backpacking ke pantai ini dengan rincian 2,5 di pantai dan sisanya habis bt perjalanan. Jalur yg kulewati adalah stasiun Solobalapan – stasiun Maguwo (bandara) – terminal Giwangan – terminal Wonosari – Pantai Baron. Jujur, aku agak kecewa karena airnya tak sebiru dugaanku, tp banyak pengalaman yg kudapatkan selama perjalanan ini. Begini ceritanya (lho kok jd kyk cerita horor?)
Jam 05.35 kereta Pramex berangkat dr stasiun Balapan dg seorang backpacker pemula di dalamnya sbg tokoh utama (which is me, of course). Jam 6.30 kereta akhirnya nyampe di stasiun Maguwo di bandara Adi Sucipto, Yogya. Kenapa aku memilih turun di situ? Well, pertama supaya kedengaran keren kl bokapku telpon, “Pah, lg di airport nih.” (padahal naek pesawat aja blm pernah). Hehehe, itu alasan nggak pentingnya. Alasan pentingnya, halte bus trans di sini sangat mudah dijangkau karena ada di parkiran bandara (parkiran mobil tentunya, bkn parkiran pesawat). Kl turun di stasiun Tugu atau Lempuyangan harus jalan lumayan jauh ke halte bus trans.
Halte bus trans di bandara terletak di samping Circle-K. Karena mengejar waktu spy tdk kesiangan sampai ke pantai, tdk ada waktu untuk lari bugil di sana dan aku lgs membeli tiket bus 3rb. Bus yg kunaiki ke terminal Giwangan adl terminal 3B. Di sepanjang jalan mataku dimanjakan oleh bangunan tua khas Jawa krn bus ini melewati kawasan Kotagede.
Sesampainya di terminal Giwangan, aku cukup terperangah karena terminal ini tampak gres dan megah. Sayang aku tak sempat memfotonya. Setelah membayar retribusi 200 perak, aku lg naik bus jurusan Wonosari. Saat aku naik busnya masih lengang dan banyak penjual makanan menjajakan dagangannya sampai ke dlm bus. Jam 07.20 bus akhirnya berangkat.
Jujur, bus adalah sarana transportasi yg plg tdk kusuka. Kenapa? Bkn krn mabok sih alasannya, tp krn bus adl angkutan yg plg nggak aman, apalagi urusan copet. Karena itu selama perjalanan, aku hanya mengantongi uang secukupnya dan menyembunyikan dompetku di dalam tas. Saking tersembunyinya, jangankan copet, aku aja nggak bs nemuin dompetku, payah. Tarif bus hanya 6rb sampai terminal Wonosari plus bonus yang tak terduga, yaitu pemandangan indah krn rupanya bus ini melewati daerah pegunungan. Saranku kl kalian berangkat, duduklah di barisan sebelah kanan krn pemandangannya lbh menakjubkan. Aku smpt bbrp kali mencoba memfotonya, tp gagal krn bus terus bergerak dan kdg2 pemandangannya tertutup pepohonan. Dah kayak turis aja nih aku di dalam bus. Batin para penumpang bus lainnya: “Ngapain nih turis naek bus reyot gini?”.
Tempat duduknya lmyn spesial, soalnya kaca jendela sampingku rupanya berfungsi sbg rem, soalnya tiap kali diketuk2 pake uang receh, busnya lgs berhenti. Hebat benar teknologi di Indonesia, aku yakin org Jepang aja kalah.
Btw buat informasi aja, krn aku berasal dr kota Solo maka aku selalu travelling sendirian sbg solo backpacker (maksa bgt alasannya). Aku yakin dg backpacking sendirian bs melatih mental yg bakal berguna kl kita udah nikah nanti (lah, apa hubungannya?).
Sepanjang perjalanan aku merasa sangat mengantuk krn tidurku kemaleman. Namun kuusahakan agar aku tidak tertidur, coz I don’t wanna miss a thing (bibir vokalisnya Aerosmith mode on). Kl kebablasan gr2 ketiduran bs kacau nt. Yah, itulah resikonya backpacking sendirian.
Jam 9.15 akhirnya bus reyot ini sampai di terminal Wonosari. Karena kelaparan, akhirnya aku mencari warung makan. Aku menemukan satu warung di depan terminal yang menawarkan nasi goreng seharga 6rb. Daripada mati, akhirnya aku pesan satu. Awalnya aku pikir harganya agak kemahalan, namun setelah mengetahui porsi nasgor-nya segede bagong gini, ya pantes lah.
Setelah membayar nasgor yg tak sempat kuhabiskan, akhirnya aku menemukan sebuah minibus menuju Baron. Kl ingin mencari minibus ini, keluarlah dari terminal dan berjalan ke sebelah kiri. Minibus jurusan Baron biasanya ngetem di depan pos polisi sebelum gang. Begitu masuk, aku hanya bisa pasrah menerima nasib kepanasan di minibus terkutuk ini. Belum jalan aja udah sepanas ini, gimana kl mesinnya dah dinyalain?
Sepanjang perjalanan hatiku cukup berdebar-debar karena jalanannya yang naik turun. Aku juga mengamati kl para penumpang minibus ini sepertinya sudah kenal satu sama lain (bahkan ada yg slg bayarin). Ini persis yg kubaca di salah satu blog yang mengupas backpacking ke Pantai Baron. Dugaanku mereka semua mencari nafkah berjualan di pantai Kukup. Untuk menumpang minibus ini, aku harus membayar lbh mahal drpd penumpang lainnya yaitu 10 ribu (padahal di blog aku baca cuma 7rb, tp ya nggak apa-apa lah, itung2 rezeki org).
Aku sampai di pantai sekitar 10.30. Karena naik kendaraan umum, aku tak perlu membayar retribusi lg untuk masuk ke pantai ini. Begitu sampai aku lgs shock, “Buseeeet rame bgt?”
Karena aku nggak begitu suka suasana ramai, akupun memutuskan untuk melewati pantai ini dan menuju ke Pantai Kukup. Untuk menuju ke Pantai Kukup, kita bisa melewati jalan setapak di tebing sebelah kiri pantai. Jalan masuknya ini nih:
Untuk melewatinya kita harus membayar retribusi seribu rupiah. Tangganya terbuat dari kayu dan bambu yang sudah reyot. Wah, benar-benar menguji nyali nih. Aku lgs berasa kyk berada di petualangan Indiana Jones mencari tengkorak kristal.
Seperti ini pemandangan di Pantai Baron dilihat dari atas. Banyak kapal nelayan warna-warni. Tapi hati-hati di sini, soalnya di sisi kalian ada jurang yang sangat curam tanpa pagar pembatas. Di sini juga banyak tower pemancar. Pasti pemandangannya jauh lebih bgs dari atas sana hehehe, tapi taruhan nyawa.
Ada yang unik di sini, yaitu penjual makanan di sisi tebing yang menawarkan pemandangan bagus.
Oya, laut Selatan terkenal sekali dengan mitos Nyi Roro Kidul. Yang suka bgt sama sinetron dubbingan pasti dah nggak asing dg nama itu. Nyi Roro Kidul dikenal sbg penunggu laut Selatan dan gemar menculik orang yang memakai baju hijau. Waduh, untung aku pakai baju hitam, kl nggak “Jangan, Nyi. Tolong jangan culik saya!” (suara didubbing).
Lebay ya, tapi bukan Nyi Roro Kidul saja lho yg harus kalian khawatirkan disini. Laut Selatan juga terkenal dengan ombaknya yg ganas. Karena itu tidak dianjurkan untuk berenang disini. Kalo kalian tenggelam atau hanyut, yakin aja deh nggak bakal ada Bondi Rescue yg nyelamatin kalian.
Kok mlh ngelantur kmn2 blognya, hehehe. Jalan setapak menuju Pantai Kukup semakin curam dan curam. Namun suara deburan ombak di kejauhan tetap membuatku bersemangat 45 untuk menjelajahi tempat ini.
Akhirnya perjalananku tak sia-sia. Baru beberapa menit jalan, aku menemukan sebuah private beach dr kejauhan. Tak tampak satu pengunjung pun di sana. Aku langsung tahu sebabnya, ternyata jalan untuk menuju ke pantai itu tidak terlihat. Akhirnya dengan mencari jalan sendiri dengan menyelinap di antara semak-semak pandan laut (nama latin: Pandanus tectorius, sebagai catatan: DAUNNYA BERDURI). Akhirnya dengan bekas goresan di sana-sini aku berhasil sampai di pantai itu. Horeee! Ini fotonya!
Ada buah pandan yang terjatuh di pasir. Belum pernah liat kan kalian?
Pasir-pasir ini rupanya tak tersentuh ombak laut, karena terhalang karang. Heran, banyak banget karang ya, apa ini pas air laut lagi surut? What the hell, akupun langsung menjelajahi pantai dan menemukan biota laut yang beberapa tampak menjijikkan shg tak tega jika kupasang di blog-ku. Mereka sejenis hewan laut yang menempel di karang sepertinya. Aku juga menemukan ikan-ikan kecil, kepiting, sejenis siput tanpa cangkang, dan kelabang laut ini.
Aku harus berhati-hati berjalan di atas batu karang ini karena licinnya. Aku sih nggak masalah kl jatuh, tp bs berabe kl hapeku yg harganya sebulan gaji kecebur ke laut.
Foto ini menunjukkan keganasan ombak pantai Selatan.
Setelah puas menjelajahi pantai kecil ini, akupun berniat melanjutkan perjalanan. Di sini aku malah menemukan jalan setapak menuju ke atas yang aman dari duri-duri pandan laut. Sial, kenapa nggak dari tadi sih? Padahal tadi sudah mempertaruhkan nyawa dan kegores sana-sini.
Akupun mengikuti jalan setapak menuju pantai berikutnya. Di pantai ini ada batu-batu karang gede seperti ini
Pasirnya sangat halus, seperti merica. Nah, dari pantai ini bisa dilanjut sebenarnya ke pantai Kukup. Pantai Kukup aja dah bisa keliatan dari sini. Namun rutenya lumayan beresiko, soalnya melewati batu-batu karang ini.
Awalnya aku pengen motong jalan lewat sini, daripada naek ke jalan setapak yang tadi. Tapi belum jauh sudah kurasakan ombak menerpaku sampai ke paha. Karena nggak berani (secara nggak bs renang), akhirnya kuputuskan lewat jalur yang jauh tapi lebih aman.
Di perjalanan, aku mampir sebentar ke puncak sebuah bukit untuk melihat pantai dari ketinggian. Ini nih pantai yang tadi kukunjungi dilihat dari bukit tersebut.
Dan ini foto Pantai Kukup dari atas. Ada semacam gazebo yg dibangun di atas karang, biar mirip2 Tana Lot kali ya?
Aku kembali turun dan menapaki jalan setapak hingga akhirnya berada di Pantai Kukup. Pantainya gede dan banyak batu karang. Saking gedenya, aku sampai bingung mau menjelajah kemana. Akhirnya kuputuskan ke tempat yang banyak ceweknya saja hehehe.
Kayak gini nih kondisi karang di pantai ini.
Di sini juga ada tempat pelestarian rumput laut lho. Ombaknya disini lumayan besar. Setelah puas menikmati ombak, akupun kembali ke mainland (berlebihan bgt istilahnya) melewati hamparan rumput laut yang hijau. Rasanya agak aneh sih, anget-anget geli gimana gitu, beda bgt ama air laut yang dingin.
Di pantai aku sempat iri melihat para pengunjung yg brgk rame2, ada yg maen sepak bola jg.
Dari pantai, ada tangga menuju ke atas dimana banyak penjual makanan dan suvenir berceceran. Akupun memutuskan untuk membeli kepiting sbg oleh2, tp sialnya kepitingnya pas habis semua. Selain kepiting, di sana juga dijual rumput laut dan udang yang ukurannya lmyn besar digoreng garing.
Setelah puas menikmati keeksotisan pantai Gunung Kidul (cailaaah), akupun memutuskan kembali lewat ruteku tadi. tapi aku belum berniat pulang sblm memakan bekalku di private beach (awas, yg blkg jgn ampe slh sebut) yg td kutemui, br ada kenangan dikit makan di tepi pantai. Sialnya aku lupa beli tisu shg terpaksa makan dg tangan yg entah hanya Tuhan yg tahu aku habis megang apa seharian (smg aku nggak sengaja megang keong racun tadi hehehe). Jalan pulang rupanya lbh sulit ditempuh drpd waktu brgk. Krn kakiku licin kena air laut, aku harus ekstra hati2 berjalan di tebing-tebing sepanjang rute kembali.
Salah satu kekagumanku waktu berjalan-jalan di daerah ini adalah ketika kita menengok di antara semak2, sll terhampar pemandangan pantai yang mengagumkan. Ini beberapa buktinya.
Jam 1 siang aku akhirnya nyampe di Baron dari. Sebelum plg, aku sempat memfoto tebing (syg fotonya ilang hiks). Pokoknya ngeri deh tebingnya, pastinya nggak bakal tertolong kl aku apa hapeku jatuh dr sini, hiy.
Di parkiran, aku mencari minibus jurusan Wonosari di antara bus2 sewaan. Aku akhirnya menemukannya di ujung parkiran (jalaaaaan terus ampe nabrak tembok, pasti ketemu). Atau kl pulang naek bus gede jg nggak apa-apa, asal nggak digebukin penumpangnya.
Setelah setengah jam menunggu, akhirnya busnya berangkat jg dg aku dan seorang penduduk lokal yang berjualan di pantai sbg penumpangnya. Wah, kayaknya hanya aku backpacker di antara ratusan pengunjung di situ (tapi nggak tau jg ya yg pake motor). Waktu perjalanan plg aku berpikir, berangkat td keren, tp plg2 wujudku dah kyk gembel. Semua gara2 celanaku yg basah kena air laut beberapa kali dan kaki penuh pasir.
Seakan-akan perjalananku belum cukup sengsara, oven berjalan ini berhenti ngetem lama sekali. Ditambah lagi, sopirnya ketiduran! Huh, kagak sopir angkot kagak anggota DPR, semuanya sama, kerjaannya molor pas bertugas. Tapi ambil aja sisi baiknya. Kan bagus pak sopir ketiduran pas ngetem, coba kalo ketidurannya pas lg nyetir, bs berabe hehehe.
Jam 14.50 akhirnya aku diturunin di perempatan Karangrejek. Kata sopirnya sama aja naek bus Yogya dari sini atau dr terminal, soalnya dari terminal, bus jurusan Yogya jg bakal lewat sini lg. Akhirnya aku turun dan memberikan uang 10rb untuk membayar. Tapi sialnya, ternyata aku membuat keputusan yg salah. Aku lp kl aku berniat membeli air minum di terminal. Selain itu, di Karangrejek bus sudah terlanjur penuh, shg aku tak leluasa memilih tpt duduk. Aku bahkan tak tega memanggil “benda” yg kutumpangi ini sbg bus. Dalam hati aku berdoa semoga aku bnr2 nyampe Yogya dg selamat, soalnya aku saja ragu rongsokan ini bakalan bisa nyampe ke perempatan berikutnya.
Jam 4 akhirnya bus-ku sampai ke terminal Giwangan (amazingly, in one piece). Agar praktis, aku memutuskan plg ke Solo naik bus saja. Dengan pertimbangan aku memang sudah berada di terminal shg tdk harus mengeluarkan biaya ekstra untuk transport dr terminal ke stasiun. Selain itu, belum jelas jg apakah aku nanti dapat tiket plg ke Solo, soalnya kereta sore biasanya byk peminatnya. Ditambah lg skrg ada pembatasan jmlh karcis kereta yg bs dijual. Mending yg pasti2 aja deh, naek bus dg tiket 10rb ke Solo. Tapi ada resikonya lho, soalnya perjalanan bakal tambah lama. Kl naek kereta, cuma makan waktu sejam, tapi kl naek bus bs ampe dua jam. Ini karena bus muter2 dl di kota Klaten. Tapi asyiknya, bus akan melewati candi Prambanan shg bs terlihat sekilas dr jalan. Ini dia fotonya.
Liat nggak tuh stupa di tengah? Itu tuh yang kecil.
Udah, biasa aja kali kl emg nggak jelas, lagian kan aku bukan fotografer profesional, cm backpacker dg kamera VGA :-(
Untung aku naek dr terminal shg mendapat tpt duduk yg nyaman. Blm keluar dr Yogya aja bus ini lgs penuh ampe berjejal-jejal (untung ngggak ada yg kentut spt tragedi yg kualami waktu naik kereta untuk mudik lebaran kmrn).
Perjalanan dua jam terasa amat sangat melelahkan. Selain krn bus penuh shg aku kehabisan stok oksigen, aku juga kelaparan, capek, pegal, dan hanya ditemani lagu Sabrina dr MP3-ku sbg hiburan. Jam 6 sore akhirnya aku turun di depan UMS dan naik angkot jurusan 01 ke rumahku. Aku beruntung pny rumah di pusat kota yg mudah dijangkau dg kendaraan umum, jd walaupun tak pny kendaraan pribadi, aku jrg mengalami kesulitan untuk pergi kmn2. Akupun sampai ke rumah tanpa membawa oleh2 apa2, kecuali lecet-lecet di beberapa bagian tubuhku (untung nggak kena bagian yg vital).
Banyak pengalaman yang kupetik dr perjalananku ini. Salah satunya adalah kita tidak bisa mengharapkan semua berjalan sesuai rencana kita. Jujur aja, aku awalnya berniat hanya menganggarkan 50ribu saja untuk backpacking ke Baron. Namun kenyataannya aku menghabiskan hingga 70rb (itu sudah di luar keperluan yg nggak penting bt dicatat, kyk beli arem2 pas kelaparan dan ke WC umum).
Well, ini memang bukan dunia yg ideal kawanku, dmn kita bs mendapatkan sgl yg kita inginkan, spt pengeluaran yg sesuai dg budget atau pny pacar kyk Lindsay Lohan. Selidik punya selidik, ternyata kegagalanku menjaga bugdet 50rb karena dua faktor, yaitu perut yg nggak bs diajak kompromi dan tarif bus yg kemahalan. Btw, ini dia rincian pengeluaranku selama travelling ke Baron.
Kereta Prameks Solo-Yogya 10.000
Bus trans ke terminal Giwangan 3.000
Bus ke terminal Wonosari 6.000
Nasi goreng dan teh 8.000
Minibus ke Baron 10.000
Tiket naik ke Kukup 1.000
Minibus plg dari Baron 10.000
Bus ke Yogya 5.000
Ngasih ke pengamen (kenapa aku mencatat ini?) 1.000
Bus ke Solo 10.000
Angkot 01 ke rumah 3.000
Total 67.000