Genosida menurut
gue adalah kejahatan terkeji yang bisa dilakukan oleh umat manusia. Genosida sendiri
diartikan sebagai pembunuhan massal yang menyasar pada etnis, suku, agama, atau
nasionalisme tertentu. Genosida sendiri berasal dari kata “genos” yang artinya “generasi”
dan “sida” yang artinya pembunuhan. Jadi,
alih-alih membunuh seseorang, genosida lebih ditargetkan untuk menghabisi
seluruh generasi. Maka tak heran, sasaran genosida pun mencakup wanita dan
anak-anak tak berdosa.
Genosida
bukanlah hal baru bagi manusia. Genosida sudah sering terjadi dalam sejarah
umat manusia. Banyak arkeolog menduga bahwa
punahnya spesies manusia kera “Neanderthal” karena dipicu pembantaian massal
yang dilakukan oleh tetangganya, “Homo sapiens”, yakni kita sendiri. Jadi,
apakah aksi genosida sendiri sudah mengakar dalam genetik kita? Semoga tidak.
Gue mengumpulkan
10 (saja) aksi genosida paling mengerikan yang pernah dilakukan umat manusia. Karena
banyaknya detail yang ingin gue ungkap di tiap list-nya, gue memecah postingan
ini menjadi dua bagian.Gue juga akan menghitung mundur tiap kasus genosida
berdasarkan tingginya jumlah korban jiwa.
Sebelumnya gue
peringatkan, membaca postingan ini mungkin membuat kalian trauma, jadi gue
sarankan pertimbangkan baik-baik sebelum mulai membacanya.
10. GENOSIDA BANDA
Kapan: 1621
Dimana: Pulau Banda, Maluku
Pelaku: VOC di bawah pimpinan JP
Coen
Korban: penduduk asli Banda
Jumlah korban: 13.000 jiwa
Tanah air kita pun pernah mengalami salah satu genosida terkejam dalam sejarah. Pada 1609, kapal VOC tiba di Kepuauan
Banda untuk berdagang pala, hasil alam utama kepulauan tersebut. Kala itu, pala
merupakan salah satu rempah-rempah eksotis yang dihargai amat tinggi di Eropa. Akan
tetapi, Belanda berang begitu mengetahui rakyat Banda lebih suka berdagang
dengan kompetitornya, yakni Inggris.
Puncaknya, JP Coen, pemimpin VOC
kala itu, mengadakan pembantaian besar-besaran terhadap penduduk asli Banda. Tanpa
pandang bulu, termasuk wanita dan anak-anak, semuanya dibunuh dalam genosida
tersebut. Sedangkan kepala dan potongan tubuh para pemimpin mereka ditancapkan
di batang bambu sebagai peringatan akan kekejaman mereka. Dari 14.000 penduduk
yang hidup damai di pulau tersebut kala itu, hanya tersisa 480 orang yang
berhasil meloloskan diri dari pembantaian tersebut.
Semua darah yang tertumpah itu hanya
demi pala.
9. PERANG SALIB ALBIGENSIAN
Kapan: 1209-1229
Dimana: Languedoc, Prancis
Pelaku: kaum Katolik Prancis di
bawah pimpinan Paus Innocent III
Korban: penganut agama Cathar
Jumlah korban: 200.000 – 1 juta jiwa
Jika
mendengar nama “Perang Salib”, maka yang teringat mungkin permusuhan antara
kaum Kristiani dengan Muslim untuk memperebutkan Tanah Suci. Namun lain halnya
dengan Perang Salib yang terjadi di tanah Eropa ini. Pada abad ke-11, berkembang
sebuah agama bi’dah yang bernama Cathar. Agama beraliran gnostik ini mengakui
Injil dan menyebut diri mereka Kristen, namun mempercayai bahwa ada dua Tuhan,
yakni satu Tuhan yang baik dan satu Tuhan yang jahat (dualisme). Gereja Katolik
di bawah pimpinan Paus, penguasa tertinggi di Eropa kala itu, tentu saja
menganggap aliran tersebut sesat.
Para penganut
Cathar ini disebut sebagai Albigensian (artinya penduduk Albi), sebab sebagian
besar bermukim di kota Albi, di wilayah selatan Prancis. Paus Innocent III
kemudian mengutus tentara untuk menghabisi kaum Albigensian di bawah pimpinan
seorang jenderal bernama Arnaud Amalric. Amalric yang berhasil mengepung kota
awalnya meminta seluruh umat Katolik yang berdiam di kota tersebut untuk keluar
menyelamatkan diri, sebab ia hanya menyasar kaum Cathar yang ia anggap sesat. Namun
penduduk kota yang beragama Katolik saat itu bersikeras tetap tinggal untuk
membantu tetangga-tetangga mereka yang beraliran Cathar. Tanpa pilihan lain,
Amalric menyerang kota tersebut dan membantai semua yang tinggal di kota
tersebut.
Ketika salah
satu tentara kepausan bertanya, bagaimana cara membedakan kaum Cathar dan
sesama mereka kaum Katolik, Amalric hanya menjawab: “Bunuh saja semua. Biar Tuhan
sendiri nanti yang membedakan mereka.” Pada akhir penyerangan, sekitar 200 ribu
penduduk kota tewas mereka bantai tanpa pandang bulu. Aksi genosida itu terus
meluas hingga akhirnya pada tahun 1350, agama Cathar akhirnya musnah.
8. GENOSIDA RWANDA
Kapan: 1994
Dimana: Rwanda, Afrika
Pelaku: etnis mayoritas Hutu
Korban: etnis minoritas Tutsi
Jumlah korban: 1 juta jiwa
Genosida Rwanda cukup unik, sebab
justru dikenal luas oleh masyarakat dunia berkat sebuah film Hollywood
berjudul “Hotel Rwanda” yang memperoleh
piala Oscar. Konflik ini melibatkan dua suku asli Rwanda, yakni Hutu dan Tutsi
yang selalu bermusuhan. Padahal secara fisik, kedua suku tersebut tidak bisa
dibedakan. Bakan mereka memiliki agama, kebudayaan, hingga bahasa yang sama.
Pemicu utama genosida ini adalah
terbunuhnya presiden Rwanda kala itu, seorang Hutu, ketika pesawat
kenegaraannya ditembak jatuh. Ini memicu kemarahan suku Hutu yang menuduh suku
Tutsi sebagai pelakunya. Pertumpahan darah pun tak terhentikan dan lebih
parahnya, genosida tersebut disponsori oleh pemerintah. Akibatnya, bukanlah
tentara yang membunuh sebagian besar kaum Tutsi, melainkan justru tetangga dan
penduduk sekampungnya sendiri yang sudah diprovokasi oleh pemerintah. Yang lebih mengerikan, genosida ini juga menargetkan kaum Hutu moderat yang membantu suku Tutsi.
Pada akhir pembantaian besar-besaran
tersebut, 70% penduduk dari etnis Tutsi terbunuh dan dunia internasional
terguncang karena kekejamannya.
7. GENOSIDA ARMENIA
Kapan: 1915-1922
Dimana: Turki
Pelaku: Kekhalifahan Utsmaniyah di
bawah pimpinan Sultan Abdul Hamid II
Korban: kaum minoritas Kristen
Ortodoks Armenia
Jumlah korban: 1,5 juta jiwa
Hukum Islam mewajibkan kaum
non-Muslim di wilayah kekuasaan mereka (disebut “dhimmi”) untuk tetap dilindungi dan dihargai
hak beribadahnya, setelah membayar pajak yang disebut “jizya”. Dalam
Kekhalifahan Utsmaniyah (Dinasti Ottoman) yang bercokol di Turki, Siria, dan
Irak; hal tersebut tetap dilakukan. Namun pada Perang Dunia I, dimana perang besar-besaran
berkecamuk di Eropa, Sultan Abdul Hamid II menaruh kecurigaan pada kaum Kristen
Ortodoks Armenia yang selama ini tinggal di wilayah mereka. Ia mencurigai
mereka tidak loyal terhadap pemerintah Muslim dan lebih berpihak pada
Kekaisaran Kristen di Rusia. Akibatnya, dengan berani ia mengusir hingga 2 juta
warga minoritas Kristen Ortodoks dari wilayahnya ke padang gurun tanpa tujuan,
menyebabkan sebagian besar dari mereka tewas.
Yang mengerikan, bukan hanya kaum
Armenia saja yang menjadi korban pembantaian oleh Kekhalifahan ini. Di tempat
lain, terjadi tiga genosida lain yang menyasar penduduk minoritas Kristen Ortodoks.
Dalam kurun waktu 1914-1922, kaum Kristen Ortodoks Yunani di Anatolia, Turki
juga menjadi korban pembantaian besar-besaran. Di Persia, pada tahun 1915-1923,
kaum Kristen Ortodoks Assiria juga mengalami hal serupa. Dalam setiap genosida,
masing-masing jatuh hingga 750.000 korban jiwa. Tak lupa, pada 1915-1918 juga
terjadi genosida kaum Kristen Maronit di Lebanon yang menyebabkan 200.000 jiwa
meninggal. Sehingga total dari empat genosida
tersebut, sudah jatuh korban hingga 3,2 juta jiwa.
Tak heran, setelah Perang
Dunia I, Kekhalifahan Utsmaniyah akhirnya runtuh.
6. PARTITION OF INDIA
Kapan: 1947
Dimana: wilayah India dan Pakistan
Pelaku: kaum Muslim dan Hindu India
Korban: kaum Muslim dan Hindu India
Jumlah korban: 1,2 juta jiwa warga
Muslim dan 840.000 jiwa warga Hindu
Kita
sebagai rakyat Indonesia patut bersyukur, bahwa dalam sejarah Perang Kemerdekaan
negara kita, kita tak pernah mengalami apa yang terjadi dalam kemerdekaan
India, yakni genosida besar-besaran yang dilakukan justru bukan oleh penjajah,
melainkan oleh bangsa mereka sendiri.
Pada 1947,
India akhirnya memperoleh kemerdekaan mereka dari Inggris, namun hal tersebut
harus dibayar dengan mahal. Kaum Hindu dan Muslim di India memiliki sejarah ketidak-akuran
yang panjang. Akibatnya Inggris akhirnya membagi wilayah mereka menjadi dua,
yakni India bagi penduduk mayoritas Hindu dan Pakistan untuk penduduk minoritas
Muslim. Akibatnya terjadi migrasi besar-besaran, dimana penduduk Hindu
yang bermukim di Pakistan harus pindah ke wilayah India, dan begitu pula
sebaliknya.
Akan tetapi
migrasi yang secara teori sederhana itu ternyata tak berlangsung sepenuhnya
damai. Dari 14 juta penduduk yang terpaksa dipindahkan, terjadi kerusuhan dan
pembantaian besar-besaran yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Kaum Hindu
membantai kaum Muslim dan begitu pula sebaliknya, kaum Muslim membantai kaum
Hindu. Pertikaian ini menyebabkan banyak imigran yang hilang (kemungkinan besar
tewas) sepanjang perjalanan.
Seorang jurnalis
yang pernah menyaksikan kamp konsentrasi Yahudi NAZI saja memberitakan bahwa
apa yang dia lihat jauh lebih kejam ketimbang Holocaust hingga: “wanita hamil
dibedah perutnya dan janinnya dibakar hidup-hidup”.
Di pihak
Muslim sendiri, ada 1,2 juta penduduk yang tak pernah sampai ke Pakistan. Dan di
lain pihak, ada hampir 1 juta penduduk Hindu yang tak pernah sampai ke India. Total,
para ahli sejarah memperkirakan sekitar 2,3-3,2 juta jiwa tewas dalam kerusuhan
antar-agama tersebut (jika menghitung eetnis minoritas lain seperti Sikh).
Yang lebih
parah, aksi genosida di wilayah ini tak berhenti sampai di sini. Pada 1971, di
wilayah Pakistan terjadi pembantaian besar-besaran etnis Bengali. Jumlah korbannya
bervariasi menurut berbagai sumber, berkisar antara 300 ribu hingga 3 juta
jiwa. Peristiwa ini memicu pecahnya negara Bangladesh dari wilayah Pakistan.
Artikel ini akan berlanjut ke Part II yang
tentu saja tak kalah sadis, sebab jumlah korban akan semakin meningkat hingga
ke angka jutaan bahkan puluhan juta.