“DOSA
TERAKHIR”
WARNING:
cerbung ini akan memuat konten dewasa
Kereta itu
mulai berjalan meninggalkan stasiun. Gerbong itu amat sepi. Bahkan
hanya ada tiga orang sahaja yang duduk di sana. Susanti, anaknya
Udin, dan seorang pemuda dengan kepala plontos.
Pemuda itu
sedang menatap sawah-sawah yang membentang di luar jendela ketika
kereta mereka bergerak meninggalkan Kampung Durian Runtuh.
Seorang
masinis datang dan memeriksa karcis mereka.
“Cik
Susanti?” tanyanya sambil membaca nama dalam tiket wanita itu dan
melubanginya. Susanti mengangguk.
Perhatian
masinis itu beralih ke pemuda yang duduk di hadapannya. Ia
menyerahkan karcisnya.
“Upin?”
Pemuda itu
mengangguk dan tersenyum, lalu menerima kembali karcisnya yang telah
dibolongi. Masinis itupun berjalan menuju gerbong berikutnya.
Iapun
mengelus kepalanya yang botak sambil mendesah pelan.
“Kau
yakin akan ikut denganku ke KL?”
“Apa lagi
yang bisa kulakukan?” ujar Susanti sambil mengelus kepala Udin yang
tengah tertidur di pangkuannya. Dalam hati ia berpikir, anaknya itu
memang sangat mirip dengan Ipin saat ia masih kecil. Mungkin saja
akan lebih lucu jika ia memiliki anak kembar.
“Apa yang
terjadi malam itu?” tanya Susanti, “Kau tak pernah
menceritakannya kepadaku.”
“Ia
memilih untuk membunuh dirinya sendiri. Padahal aku pikir ia akan
menembakku, namun ...”
“Ia
bersiap menanggung semua kesalahanmu, bukan? Pasti itu yang ia
lakukan.” bisik Susanti, “Aku mengenalnya semenjak dulu. Ia tak
pernah berubah. Selalu melindungimu.”
“Katanya
jenazah Ehsan dan Jarjit sudah diperiksa oleh forensik dan cepat atau
lambat mereka akan menemukan DNA-ku di sana. Karena kami kembar, maka
polisi akan bingung untuk menentukan siapa di antara kami pelakunya.
Lagipula, cepat atau lambat pasti ada yang menyadari kematian orang
itu, saudara ketiga kami.”
Susanti
menggeleng dengan sedih,
“Seharusnya
semua tak berakhir seperti ini.”
“Lalu
seharusnya seperti apa, Santi?” tanyanya dengan nada tenang,
“Justru inilah penyelesaian terbaik menurutku. Akhirnya kita akan
hidup tenang dan bisa memulai segalanya dari awal.”
Susanti
mengeluarkan bekalnya.
“Sudahlah,
jangan bicarakan masalah ini lagi.” Ia mengulurkan nasi bungkus ke
tangan pemuda itu, “Makanlah nasi lemak ini. Aku membuatnya khusus
untukmu.”
Ia
tersenyum.
“Aku
selalu bisa mengandalkanmu, Santi.”
Pemuda itu
memakannya tanpa curiga, namun tak lama sebelum ia merasakan ada
sesuatu yang aneh.
“A ...
apa ini ...”
Pemuda itu
merasakan tenggorokannya merasa tercekik. Iapun berusaha memuntahkan
makanan itu, namun yang keluar hanyalah darah.
“A ...
apa yang kau lakukan ...” pemuda itu ambruk dan berusaha menggapai
wanita itu, namun ia hanya menatapnya dengan dingin, tak berusaha
menolongnya.
“Ke ...
kenapa Santi ...” ia berbisik dengan tenaga terakhirnya, “Bukankah
ini semua rencana kita berdua ...”
“Jika kau
mencintaiku, kau akan menikahiku sejak dulu!” bisiknya tanpa
perasaan. “Sudah lama aku menantikan saat-saat seperti ini, supaya
aku bisa akhirnya membalaskan dendamku! Dendam kedua orang tuaku!”
Seakan tak
cukup melihatnya menderita, Susanti mengulurkan tangannya dan
mencekik leher pemuda itu.
“Aku
sudah menantikannya selama bertahun-tahun ... “
***
Susanti
menangis ketika melihat ayahnya menyiramkan minyak tanah ke tubuhnya
dan juga ke mobil yang ditumpanginya. Sementara itu, gadis cilik itu
hanya meringkuk ketakutan di ladang jagung.
“A ...
Ayah ...” isak gadis itu, “Apa yang Ayah lakukan?”
“Pergi
dari sini, Santi, cepat!” seru ayahnya, “Kau tak ingin
melihatnya!”
“Ayah ...
jangan pergi ...” otak kecil Susanti sudah bisa mencerna apa yang
ayahnya coba lakukan saat ini, “Jangan tinggalkan Santi ...”
“Hanya
ini satu-satunya cara, Santi. Maafkan Ayah ...” pria itu ikut
terisak, “Tak ada jalan lain. Ayah sudah tak memiliki uang lagi.
Ayah tak bisa menghidupimu lagi. Setelah kematian Ayah, kau akan
mendapat uang yang sangat banyak dari asuransi Ayah. Kau bisa
menggunakannya untuk hidup.”
“Ayah
...” Susanti masih terus meratap, “Jangan lakukan ini ...”
“Ingat
Santi, kau harus tetap hidup! Hanya inilah alasan kita menetap di
Malaysia; untuk membalaskan kematian ibumu! Balaskan dendam keluarga
kita, Santi! Jangan lupakan pesan Ayah ini!”
Iapun
menyalakan api dan menyulut tubuhnya sendiri. Dengan segera, mobil
itu terbakar dan meledak tepat di hadapan gadis kecil itu.
“AYAH!”
jeritnya, “AYAAAAAH!!!”
***
“Ke ...
kenapa ...” pemuda itu masih tak mengerti. Ia masih tercekik,
berusaha menghela napas yang mungkin akan menjadi yang terakhirnya,
“Apa yang pernah kulakukan padamu?”
“Apa kau
tak ingat?” ujar Susanti penuh kebencian, “Apa kau tak ingat apa
yang sudah kau lakukan pada ibuku?!!”
***
“Ayah,
apa kita akan sampai?” tanya Susanti kecil begitu ia terbangun dari
tidurnya. Saat itu mereka sekeluarga berada dalam sebuah kereta.
“Belum.
Nak.” Ibunya yang menjawab, sementara ayahnya masih tertidur pulas.
“Kereta kita masih berhenti di tengah sawah untuk menunggu
persilangan dengan kereta lain.”
“Dimana
ini?” Susanti cilik menggosok-gosok matanya sambil menguap.
“Entahlah.
Kampung Durian Runtuh Ibu rasa. Itu yang Ibu lihat di stasiun
sebelumnya.” Ibunya tersenyum, “Jangan khawatir, setibanya di
Kuala Lumpur kita akan segera kembali ke tanah air.”
Namun
tiba-tiba ...
“PYAAAAAAR!!!”
“IBUUUU!!!”
jerit gadis cilik itu.
Sekonyong-konyong
kaca jendela tepat di samping ibunya pecah berkeping-keping. Sebuah
batu telah dilemparkan ke dalam dengan kencang dan langsung bersarang
di kepala ibunya bak peluru. Belum lagi, pecahan-pecahan kaca yang
tajam langsung menusuk mata dan kepala ibunya tanpa ampun.
Kepala
ibunya langsung limbung dan berlumuran darah. Bahkan, darah ibunya
sendiri terciprat ke wajah Susanti.
Itulah
nasib mengerikan yang diterimanya di negeri asing itu.
Menyaksikan
kematian ibunya sendiri tepat di depan matanya.
Dengan
geram dan mata masih berlinang air mata, ia menatap ke luar.
Dilihatnya di luar jendela, beberapa anak berlari di tengah sawah,
tengah mencoba melarikan diri.
Ia melihat
dengan jelas dua anak di antaranya berkepala gundul. Salah satunya
memegang ketapel.
“Upin!
Ipin!” ia mendengar teriakan Tuk Dalang memanggil nama mereka.
Dalam tinta
kebencian.
BERSAMBUNG
Bener kan, si upin bundir dan si susanti bakal ngebunuh si ipin, walau alasan ngebunuhnya tetap diluar perkiraan
ReplyDeleteWTF???
ReplyDeleteOkay, it's so confusing and intriguing.
Yang mati beneran Ipin ya? Dia bunuh diri buat melindungi Upin? Dan konflik baru ini..
Jadi, entah Upin ato Ipin main ketapel dan ga sengaja ngebunuh ibunya Susanti?
Terus Susanti niat ngebales dendam dengan berteman sama Upin Ipin. Nah terus, rencana yang dimaksud Ipin apa dong? Mereka memang berencana mengkambing hitamkan Upin terus Ipin menyamar jadi Upin?
Susanti kalo ngebunuhnya gitu pasti ketangkep lah. Jangan bilang Susantinya juga terus mau lanjut bunuh diri. Kasihan si Udin T.T
Padahal kupikir masalah udah terpecahkan, eeh muncul konflik baru
bang bahas yang lain donk creepypasta kek urban legend kek atau riddle kek buat latihan IQ atau latihan jadi detektif atau bahas lainnya
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteCoba kompres pakai daun sirih yg dipanasin kak,pakai lilin biar enak. Wkk ini serius ya bukan buat ngepet. Semangat terus kak, org² kan ga tau kehidupan pribadi kakak jadi bisa ngomong sesuka hati. Di tunggu lanjutannya,jgn lupa istirahat π
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteSabar bang Dave!! Komenan diatas Gak usah diambil hati, kita ngehargain apapun postingan lu kok, meskipun lu ngeposting mantan lu (ehmm.. dijjah yellow.. ehmm) lagi, kita ikhlas kok!! Kita2 paham kalo lu banyak kerjaan, yg penting jangan Hiatus panjang kek kemaren aja (dari Oktober 2018, gilaakk), awas kalo lu Hiatus lagi!! Gw bool lu π
DeleteBang request dong review yang lagi viral desa penari
ReplyDeleteaseeeemmmmmm... jadi kejadian di prolog itu pas ibu susanti mati... π±π±π± keren banget bang dave,, ππ
ReplyDeleteIya, baru sadar π±
DeleteHmm, terus tuk Dalang matinya kenapa ya? Masa dibunuh Susanti ama Ipin juga? Alasannya apa?
itu mah karena udah uzur aja hehehe
DeleteWahhh ternyata bener yaa ada yang nebak di chapter sebelumnya kalau upin bakalan bunuh diri. Ga nyangka sekarang ipin malah mati di tangan susanti. Dendam oh dendam... semuanya malah berakhir seperti ini. Cerita ini twistnya gila sih.
ReplyDeleteDitunggu kisah lainnya
Punten
ReplyDeleteYang di chapter ini Ipin, kan?
ReplyDeleteNanti Susanti melarikan diri dan menikah lagi terus Udin yang sudah besar membunuh Susanti karena membunuh ayahnya serta meninggalkannya. Nantinya lagi anak Susanti dari pernikahan keduanya dendam dan membunuh Udin, dst seperti ini wkwkwkwk
ReplyDeleteLangsung keinget kutukan keris mpu Gandring πΉπΉ
DeleteKan gitu juga tuh, korbannya mati dibunuh ama anak korban sebelumnya buat bales dendam xixixi
kebanyakan nonton sinetron ih ... cerita ini ga ada season keduanya -_-
DeleteSaatnya baca ulang
ReplyDelete