Judul Asli: “The Charm My Grandmother Taught Me”
Sumber Gambar: Unsplash |
Ini semua dimulai sekitar 10 tahun yang lalu. Ketika aku masih kecil, ibuku bercerai dan membawaku kembali ke rumah keluarganya di pedesaan. Tempat itu adalah sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan dan tentu saja persawahan.
Hanya sedikit orang yang tinggal di
sana sehingga semua orang saling mengenal. Tempat itu juga sangat kecil hingga
bahkan tidak ada supermarket, hanya toko kecil yang menjual barang-barang
kebutuhan sehari-hari
Ada dua anak laki-laki dan satu anak
perempuan seumuran denganku di sana. Akupun dengan cepat berteman dengan gadis
itu, Kii-chan. Kedua anak laki-laki itu tukang bully jadi aku mencoba sebisa
mungkin menghindari mereka. Kii-chan dan aku sering bermain di sungai dan sawah
terdekat.
Suatu hari, Kii-chan datang dan
menyarankan agar kami pergi untuk mencari stroberi liar di pegunungan. Namun aku
takut akan hewan liar seperti babi hutan, beruang, dan ular. Aku juga khawatir
jika kami jatuh ke rawa atau air terjun. Ditambah lagi, nenekku sering bercerita
setiap malam bahwa hutan di pegunungan itu dihantui tengu dan jenis yokai (hantu)
lainnya, jadi aku ragu-ragu.
Tapi Kii-chan lahir dan besar di desa,
jadi dia sudah terbiasa dengan cerita seperti itu. Dia bilang kami tak akan
lama di sana, jadi pada akhirnya kami memutuskan akan naik ke pegunungan.
Awalnya aku tidak terlalu ingin,
tapi kami Kii-chan memberitahuku semua tentang berbagai pohon, jamur, buah liar,
dan bahkan kepiting air tawar yang tinggal di sungai selama perjalanan, jadi
aku segera merasa tertarik. Aku ingin larut dalam petualangan besar pertamaku
itu..
Selama perjalanan ke atas, kami
melewati sebuah kuil kecil di samping sebuah batu besar. Tak lama, kami juga
berpapasan dengan seorang penduduk desa. Ia mengatakan sesuatu, namun aku tak
terlalu memperhatikannya, sebab aku terlalu sibuk dengan petualanganku ini.
Kami segera tiba di tempat yang
ditumbuhi stroberi liar. Kami sangat senang sehingga kami dengan cepat memetikinya.
Konyol memang, namun buah merah kecil itu tampak seperti permata berharga di
mataku.
Saat aku mendaki lereng untuk
mengambil beberapa buah stroberi di sana, Kii-chan tiba-tiba terpeleset hingga
lutut dan sikunya terluka. Melihatnya berdarah (walaupun itu hanya goresan
kecil) dan merasa bersalah karena membohongi nenek dan memasuki gunung melawan
kata-katanya, aku tiba-tiba menjadi takut dan memberi tahu Kii-chan bahwa aku
ingin pulang.
“Aku baik-baik saja, lagian ada
lebih banyak stroberi di sana, kita hanya perlu berjalan sedikit lebih jauh.”
kata Kii-chan, tapi aku menangis dan kamipun kembali menuruni gunung bersama.
Malam itu, saat mandi dengan nenek, aku
bercerita tentang hari yang kulalui dan secara tidak sengaja menyebutkan tentang
memasuki gunung itu. Aku pikir dia akan marah kepadaku, tetapi dia hanya
mengangguk dan mendengarkan aku sampai ceritaku selesai. Kemudian setelah
berpikir sejenak, dia memberitahuku sebuah mantra yang dia tahu akan membantu
menyembuhkan luka, seandainya Kii-chan ataupun aku jatuh kembali.
Mantra itu adalah sesuatu yang belum
pernah aku dengar sebelumnya, tetapi di telingaku arti mantra itu seperti
terdengar "hal-hal buruk pergi, kembali ke tempat asalmu." Kata nenek,
aku harus mengucapkannya dari lubuk hatku serta menempatkan semua energi dan
kekuatanku ke dalam pusarku, jika tidak maka tidak akan berhasil. Mantra itu
adalah mantra khusus, jadi aku hanya bisa menggunakannya sesekali, katanya.
Aku mengulanginya berulang-ulang
sampai aku mengingatnya, dan mengikutinya gerakan nenek saat mengucapkannya.
Kemudian dia membuatku berjanji untuk tidak naik ke gunung lagi, karena semua
orang akan sedih jika sesuatu terjadi padaku di sana.
Keesokan harinya, aku langsung memamerkan
mantra keberuntunganku di hadapan Kii-chan. Aku meletakkan tanganku di atas
luka-lukanya dan mendoakannya. Aku berusaha agar tidak melihat wajahnya saat aku
melantunkannya (nenek mengatakan bahwa akan lebih baik untuk melihat ke bawah
leher orang itu). Aku sangat fokus pada mantra itu untuk membuat Kii-chan lebih
baik sehingga aku sedikit berkeringat.
Ketika aku selesai dan menatapnya,
dia tampak mengerutkan kening ke arahku. Tetapi kemudian dia dengan cepat
tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Dia tertawa lagi saat melihat keringat
di dahiku.
Dia memintaku untuk naik ke gunung
bersamanya berkali-kali setelah itu, tetapi aku selalu mengatakan tidak. Aku
melihat betapa sulitnya perceraian itu pada ibuku, jadi aku tidak ingin
melakukan apa pun yang mungkin membuatnya khawatir seperti itu lagi.
Kami tinggal di desa itu untuk
sementara waktu, tetapi tak lama kemudian tiba saatnya untuk pindah lagi.
Kii-chan kesal tentang itu dan akupun juga tidak ingin meninggalkannya, jadi
kami berdua menangis tersedu-sedu. Kami berjanji untuk berkumpul dan
mengumpulkan stroberi liar bersama lagi kapan-kapan.
Saat kami meninggalkan desa, aku
melihat Kii-chan di dekat pegunungan dari dalam mobil. Aku melambai padanya
sekeras yang aku bisa, tapi dia sepertinya tidak melihatku.
Aku pikir saat itu bahwa tidak akan
terlalu lama lagi sampai aku bisa melihat Kii-chan lagi. Tetapi tidak lama
setelah pindah, ibuku menikah lagi dan kakekku sakit-sakitan, sehingga kakek
nenek pindah untuk tinggal bersama kami supaya ibuku bisa merawat mereka.
Kemudian ibuku hamil, kakekku meninggal, ibu aku melahirkan, nenek sakit dan
meninggal, kami pindah lagi ... hal-hal terus terjadi hingga kami tidak pernah
kembali ke desa itu lagi. Tak terasa, aku semakin dewasa hingga mulai kuliah
dan mulai hidup sendiri untuk pertama kalinya.
Selama kelas tentang cerita rakyat, aku
ingat mantra yang diajarkan nenek, jadi aku pergi untuk bertanya kepada
profesorku tentang hal itu. Mantra itu membuatnya penasaran, jadi dia
menuliskannya dan berkata bahwa dia akan menyelidiki maknanya untukku. Aku
senang bahwa mantra super istimewa nenekku telah menarik minatnya.
Beberapa minggu kemudian, dia
memanggil aku dan memberi tahu aku semua yang dia pelajari tentang mantra itu.
Kata-kata yang digunakan dalam
mantra adalah kombinasi dari dua dialek yang berbeda bahkan menggunakan bahasa
kuno juga. Mantra itu diterjemahkan menjadi, "Aku tahu bentuk aslimu, menjauhlah dariku, jangan dekati aku,
kembali dari mana kamu datang, jika tidak, aku akan mengutukmu dengan semua
kekuatan keluargaku!"
Dia bingung apakah jimat itu
benar-benar dimaksudkan untuk membantu menyembuhkan luka, sebab ekspresi dan
kata-kata yang digunakan terlalu kasar. Mantra itu bahkan lebih terdengar
seperti kutukan.
Aku juga bingung, tetapi aku
mengatakan kepadanya bahwa aku yakin itulah yang dikatakan nenek. Bagi otak
kecilku saat itu, kata-kata itu hanya bermaksud seperti: "Sakit, sakit,
pergi!" Aku pikir itu tidak lebih dari mantra biasa, jadi aku telah
menggunakannya pada banyak orang selama bertahun-tahun (Kii-chan bukan satu-satunya,
aku juga melakukannya pada teman dan adik laki-lakiku ketika mereka terluka).
“Jadi itu bukan mantra penyembuh?
Itu kutukan?” Aku bertanya kepadanya, tetapi dia mengatakan bahwa kutukan tidak
begitu mudah dilakukan. Ditambah kata-kata dalam jimat itu sulit, jadi
mengingatnya dengan benar hampir tidak mungkin. Bahkan jika kamu melakukannya,
jika tidak dilakukan dengan sekuat tenaga, maka tidak ada yang perlu
dikhawatirkan, katanya. Aku agak lega.
Aku ingin tahu mengapa nenek
mengajariku mantra seperti itu untuk digunakan pada temanku, tetapi beliau
sudah meninggal, jadi aku tak bisa menanyakannya. Setelah melahirkan saudara
laki-lakiku, ibuku sering jatuh sakit, jadi aku mengajarinya mantra yang sama.
Hal ini membuat aku khawatir, sehingga malam itu aku menelepon ke rumah dan
menanyakan berbagai pertanyaan kepada ibuku.
Aku bertanya apakah dia tahu tentang
mantra itu. Ibuku selama ini berpikir bahwa mantra itu hanya sesuatu yang
pernah kulihat di TV dan sama sekali tak tahu menahu bahwa nenek-lah yang
mengajarkannya. Dia juga mengatakan dialek dalam mantra itu memang dialek lokal
darimana nenek berasal.
Namun hal berikutnya-lah yang
membuatku amat terkejut.
Ibuku juga mengaku tidak tahu
apa-apa tentang Kii-chan dan bersikeras tidak ada gadis seumuranku di desa itu.
Lalu aku teringat salah satu cerita
rakyat tentang desa kami yang nenek pernah ceritakan kepada ku.
Cerita itu berkisah tentang
seseorang yang telah meninggal di pegunungan dan berubah menjadi yokai (hantu)
yang kesepian dan turun ke desa untuk menculik anak. Ada pula kisah tentang
seorang Kiyo, seorang bocah perempuan yang dikorbankan ke gunung. Kuil kecil
yang kulihat di pegunungan itu didedikasikan untuknya, supaya arwahnya tak
menganggu para penduduk desa. Ada lagi cerita lain tentang kitsune, siluman
rubah yang terkenal cerdik, namun kupikir cerita tentang mereka memang selalu
ada di setiap desa di tempat terpencil.
Orang yang kami papasi dalam
perjalanan untuk memetik stroberi, rasanya seperti dia memperingatkan kami
bahwa anak-anak tidak boleh naik ke gunung sendirian,
tetapi itu semua hanyalah ingatan buram di kepalaku.
Apakah Kii-chan adalah arwah Kiyo? Apa
dia rubah? Apa dia yokai?
Aku semakin bingung dan tidak bisa
tidur sepanjang malam.
Aku pikir aku mengerti alasan
mengapa nenek mengajariku mantra itu. Beliau bisa saja menyuruhku berhenti
bermain dengan Kii-chan, tapi karena orang tuaku baru saja bercerai dan
kepindahan kami mengubah segalanya secara tiba-tiba (belum lagi aku tak
memiliki teman selain Kii-chan), jadi beliau mungkin merasa tak adil bagiku
jika beliau melarangku.
Sebaliknya, nenek mengajariku mantra
untuk melindungiku. Nenek menjagaku saat bekerja di ladang, dia memasak
untukku, dan mandi bersamaku, dan tidur di kamar yang sama, bahkan menggosok
punggungku ketika aku bangun menangis karena mengompol. Aku benar-benar
berterima kasih atas semua yang beliau lakukan.
Dan dimana Kii-chan sekarang, aku
tak tahu. Apa dia masih ada di desa itu? Di gunung itu? Apa dia sudah memiliki
teman?
Perlukah aku kembali ke sana untuk
menemuinya?
SUMBER: KOWABANA
SUPER THANKS BUAT KARYAKARSA'ERS YANG SANGAT SPECIAL INI:
Junwesdy Sinaga
K Margaretha
Radinda dan Ananda Nur Fathur Rohman Prast
JUGA UCAPAN TERIMA KASIH BUAT SEMUA KARYAKARSA-ERS UNTUK DUKUNGANNYA DI BULAN DESEMBER INI:
Rahmayanisma, Sean Noyoucannot, Noval Fadil, Muhammad Aidil Fajri, Dyah Ayu Andita Kumala, Sharnila Ilha, Dinda Laraswati Kharismariyadi, Rose, Victria Tan, Maulii Za, Syahfitri, Cacing Caripit, Rio Ali Adithia, Sekar Tandjoeng, Steven Alexandro, Yoonji Min, Dennis Bramasta, Popy Saputri, Rio Ali Adithia
Temuin aja siapa tau cakep bruh
ReplyDeleteHeh π
DeleteMantap
DeleteKii-chan = Kiyo
ReplyDeleteFix, dia main sama dedemit.
Bisa jd dia kitsune alias rubah π
DeleteMau rubah,yokai,siluman, setidaknya dia pernah menemani masa kecil mu,dan menangis saat berpisah denganmu.bukan seperti dia yang pergi diam-diam dengan yang lain
ReplyDeleteSad banget
Deleteini macam plot filmnya makoto shinkai π
ReplyDelete