PENEBUSAN DOSA
NB: cerita ini adalah fan
fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak
memegang hak cipta atas tokoh ini.
Aku
dengan kecepatan kilatku [aku harap aku bisa berteleportasi seperti saat aku
tiba di kandang itu, namun aku masih belum bisa mengendalikannya] membawa
Minarti ke tempat aman. Aku menyuruhnya pergi untuk memanggil polisi, sementara
aku harus memastikan keberadaan para penjahat itu.
Instingku
menangkap ada partikel dengan velositas tinggi bergerak ke atasku. Dengan
cekatan aku berhasil menghindar dan ledakan plasma itu menghantam pepohonan di
belakangku, membakarnya.
“Kau masih hidup rupanya!”
Jagad
Geni berdiri dengan rembulan di belakangnya. Wajahnya terlihat haus darah.
Entah apa yang telah ia lakukan terhadap Ghazul.
“Kekuatanmu
sungguh hebat, Gundala. Dengan waktu singkat kau berhasil menghancurkan
semuanya.”
“Kenapa?
Kau ingin mengajakku bergabung seperti Ghazul? Kau tahu itu percuma!”
“Justru
sebaliknya! Aku akan memusnahkanmu!’ ia segera menghajarku dengan kekuatannya.
Aku berusaha menghindar dan memberikan perlawanan. Namun lama-kelamaan aku
merasa kewalahan sebab ia menyerangku secara bertubi-tubi.
“Kenapa!”
seruku sembari mempertahankan diri, “Mengapa kau melakukan semua ini?”
“Akhirnya
aku menemukanmu!” balasnya dengan amarah meluap, “Kaulah yang telah membunuh
kedua orang tuaku!”
“Apa?
Kau salah paham! Mustahil aku melakukannya! Aku baru saja mendapatkan kekuatan
ini ...”
“Pembohong!”
serunya sambil tak henti mengerahkan kekuatannya. Aku mengeluarkan bola listrik
dari kedua tanganku [jurus baru yang kupelajari dari pertempuran itu] yang
berhasil menghantam perutnya dan menghentikannya sementara.
“Dengarkan
aku, Jagad Geni! Siapa lagi yang memiliki kekuatan penghancur yang kuat selain
kita berdua?”
“Hanya
kau dan aku! Tak ada lagi selain kita!” ucapnya geram sambil menahan sakit.
“Tepat
sekali!” seruku, “Aku paham perasaanmu. Kadang, pikiran kita akan menghapus
ingatan yang menyakitkan agar kita tak mengalami trauma berkepanjangan. Temanku
pernah mengatakan itu kepadaku.”
Tubuh Jagad
Geni terlihat bergetar, ia masih menunduk ke tanah, namun kemudian melancarkan
serangan besar-besaran ke arahku.
“KAU
BOHONG!!!”
Aku
terus berusaha meyakinkannya sembari mempertahankan diri, “Aku mengerti
perasaanmu! Aku yakin itu bukan salahmu! Saat itu kau pasti belum bisa
mengendalikan kekuatanmu!”
Aku
menyadari ia menyerangku sambil menangis. Dugaanku benar.
Ia-lah yang tanpa sengaja membunuh kedua
orang tuanya dan ingatannya akan kejadian malam itu terhapus, sama seperti yang
kualami kala tersambar petir.
Tiba-tiba
kekuatan dahsyat kembali muncul. Serangan hantaman palu yang menghempaskan
semua partikel yang ada di ether
dengan energi kinetik tinggi.
Aku
segera melindungi kami berdua menggunakan perisai medan listrik yang kuciptakan.
Dugaanku
tepat. Seorang pria berjubah tengah berpijak di langit, menghunuskan senjata
andalannya, sebilah palu.
“Pengacau
seperti kalian tak memiliki tempat di bumi pertiwi. Akulah Godam, sang pembela
tanah air, penghancur kejahatan dan angkara murka.”
Ia
segera melesat turun, bersiap menghantamkan palunya ke perisaiku. Kurasakan
tanah berguncang ketika energi kami bertabrakan.
“Hentikan!”
seruku, “Aku juga seorang patriot, sama sepertimu!”
“Kenapa
kau melindunginya? Ia adalah bidak kejahatan!”
Aku
tahu yang ia maksud adalah Jagad Geni. Ia masih tak melawan. Tersedu, berlutut
meratapi ingatannya yang mengalir kembali.
“Kumohon,
ini bukan salahnya!” aku mencoba meyakinkannya, “Semua orang berhak atas
kesempatan kedua.”
Kurasakan
kekuatan Godam mulai mereda dan iapun menjauhkan palunya dari medan listrikku.
Akupun membuka tirai energi itu. Kami saling berpandangan. Rasa percaya di
antara kami mulai terintis.
Aku
mengeluarkan serum anti petir. Cahaya di dalamnya berkilau. Entah mengapa,
namun luminisensi merupakan produk sampingan dari ikatan kimia serum tersebut.
“Aku
berhasil merebutnya dari Ghazul tadi. Ia-lah musuh yang sebenarnya. Sekarang
aku akan memberikan serum ini pada Jagad Geni dan mengembalikannya menjadi
manusia biasa.”
“Apa
kau yakin itu akan berhasil?”
“Serum
ini akan meregenerasi sel-selnya.” Aku berbalik menatapnya, “Dan menghilangkan
kemampuannya merambatkan EMP. Aku yakin itu.”
Aku
berjalan ke arahnya dan menyuntikkan isi serum itu. Ia perlahan limbung dan
mulai tak sadarkan diri. Namun aku tahu efek serum itu telah bekerja. Panas
yang keluar dari tubuhnya sudah tak lagi terasa.
“AWAS!!!”
seru Godam di belakangku.
Kini
gantian dia yang menciptakan medan pelindung di belakangku. Aku merasakan
hantaman EMP lagi yang kini datang dari musuh yang keberadaannya sempat
kulupakan.
Ghazul.
“Sial,
dia masih hidup!” seruku. Medan pelindung itu hancur berkeping-keping. Ternyata
Ghazul lebih kuat dari sebelumnya. Bahkan Godam kini kewalahan.
“Aku
harus berterima kasih kepadamu, Gundala!” serunya. Kulihat ia berdiri di atas
gedung dengan cincin Kunzite melingkar di jarinya.
“Aku
pikir kau tadi menghancurkan kekuatan cincin ini dengan menyetrumnya. Namun
kenyataannya, kau justru mememperkuatnya ke potensi yang sebenarnya!”
Ghazul
mengulurkan cincin itu ke arah kami dan denyut elektromagnet menyembur ke arah
kami.
Aku
segera mengulurkan tanganku untuk menciptakan perisai listrik, sama seperti
kandang Faraday tadi.
“Cepat
bawa dia pergi dari sini!” seruku pada Godam.
Tanpa
membalas, Godam segera membawa tubuh Jagad Geni terbang dan lenyap. Kini hanya
tertinggal aku menghadapi penjahat busuk ini.
“MATILAH
KAU!” seru Ghazul sambil tertawa.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment