Bulan Oktober adalah bulan terakhir musim kemarau. Sebelum musim hujan mengobrak-abrik rencana backpacking rutinku, aku memutuskan untuk maen ke Bromo. Namun trnyta di bulan itu, adik-adik tingkatku kuliah satu fakultas mengajakku ikut ziarah ke Gua Maria Kediri sekalian piknik ke Jatim Park. Biayanya lumayan murah, 100 ribu. Akhirnya kuputuskan meng-cancel trip ke Bromo dan meluangkan waktu reunian bareng temen-temen. Ditambah lagi memang sudah kewajibanku sebagai orang Katolik untuk pergi ziarah setahun sekali. Jadi anak alim setaon sekali boleh khan hehehehe.
Kami berangkat pukul 7.30 malam dari kampus MIPA UNS Solo. Wah malam-malam suasana kampus lumayan serem. Untung ada temen yang jemput. Sebenarnya aku udah janjian sama salah seorang temenku untuk duduk bareng di bus, itung-itung dia anak Kediri jadi bisa nanya-nanya. Namun ternyata di bus aku malah duduk ama temenku yang satunya. Karena kami bertiga selalu dikecrohi sebagai boyband 3D (karena nama kami bertiga diawali huruf D), kayaknya dia jadi malu trus milih duduk di belakangku (padahal di sampingku masih ada kursi satu lagi).
Di awal perjalanan kami dibuat dibuat bingung, soalnya bapaknya sopir malah membawa kami ke arah barat (padahal kan kami mau ke Jawa Timur???). Eh ternyata cuma mau ngisi bensin (kirain diculik hehehe). Perjalanan kami terpaksa lebih jauh karena harus memutari Gunung Lawu. Lebih cepat sih kalo kami menanjak gunung, tapi malam2 begini demi keselamatan terpaksa ambil jalan memutar.
Jam 12 malam kami sampai di Kediri. Gua Maria yang kami kunjungi adalah Gua Maria Poh Sarang. Bangunannya sangat unik. Jalan-jalannya juga ditutupi bebatuan, jadi berasa di zaman batu deh. Sayangnya saat itu sudah malam, jadi aku yang hanya berbekal kamera hape VGA tanpa flash harus pasrah tidak bisa foto-foto, hiks.
Di Gua Maria kami langsung mengikuti ibadat jalan salib. Ada yang unik di Gua Maria Kediri ini. Ada 15 perhentian jalan salib di sini, padahal resminya cuma ada 14 perhentian. Perhentian ke-15 menampakkan kubur batu yang kosong karena Yesus sudah bangkit. Tapi kata temenku (yang lebih jago soal agama, soalnya bapaknya prodiakon), perhentian ke-15 tuh sebenarnya nggak pas. Alasannya karena namanya aja Via Dolorosa alias jalan sengsara. Kebangkitan Yesus kan bukan peristiwa sedih, jadi harusnya nggak masuk jalan salib. Tapi well, apapun pendapatnya yang penting minumnya teh botol sosro (lho?).
Kunjungan kami ke Gua Maria ditutup ibadat sederhana oleh Pak Dosen Agama kami (yang gaul bangeeeet) yang kebetulan ikut bareng keluarganya. Di saat ibadat aku hampir nangis lho denger anak-anak nyanyi, saolnya suaranya merdu banget dan lagunya jadi terasa indah banget. Aku jadi kangen banget ama suasana kebersamaan dulu bareng saudara-saudaraku ini selama kuliah. Sayang kini aku dah wisuda dan kerja, jadi harus stand alone by myself. Hiks.
Sebelum pulang, aku berniat berdoa dulu di Gua Maria. Temenku yang tadi kusebutin anak Kediri nyaranin aku berdoa di Gua Maria yang ada di bawah, tepatnya di sebelah kanan gereja. Karena nggak tahu dimana jalan menuju gereja, akupun mengikuti anak-anak cewek yang ada di depanku. He nggak tahunya mereka menuju ke kamar mandi. Duh malu banget. Akhirnya oleh dua adik tingkatku, aku dituntun ke gereja (halah, kayak kakek-kakek aja). Di perjalanan turun kami melewati arela pemakaman. Kami sempat berdiskusi sebentar. Kata salah satu adik tingkatku, itu kuburan para romo. Tapi menurutku, kuburan itu lebih mirip kuburan bayi soalnya ukurannya kecil-kecil. Dan kata temenku yang satunya, “Nggak usah dibahas!!!” sambil ketakutan. Hehehe. Kuburan apa itu, masih misteri buatku.
Karena gelap, tanpa sengaja kakiku masuk lumpur. Karena terkejut, langsung aku teriak, “Lumpur hisap...lumpur hisap...”. Eh adik tingkatku nyeletuk, “Mas, biasa aja. Lumpur aja nggak pake hisap.”. Hehehe, jadi malu ketauan alay-nya.
Akhirnya aku menemukan Gua Maria yang dimaksud temanku. Wah, patung Bunda Marianya lebih kecil tapi cantik sekali. Ini dia fotonya.
Akupun menyempatkan berdoa sebentar lalu kembali ke bus. Kami kemudian menempuh perjalanan beberapa jam untuk sampai ke Batu, Malang. Wah sialnya di tengah perjalanan bus kami mogok. Ada masalah dengan radiator katanya. Akhirnya kami pun duduk-duduk di pinggir jalan sambil makan kerang bakar yang dibawa temanku (nyaaam).
Sekitar sejaman menunggu, akhirnya bus selesai diperbaiki (dengan bantuan dorongan dari teman-temanku, literally). Sepanjang jalan aku melihat sebuah waduk yang sangat indah dg background pegunungan. Kalo mampir di sana suasananya pasti kayak winter sonata, romantis (emg winter sonata ada adegan danaunya?). Sayang aku nggak sempat memotretnya. Jam 9-an finally kami sampai di restoran, langsung sarapan dan mandi. Aku sempat membeli 1 kg apel Malang yang terkenal itu seharga 9 ribu perkilonya. Begitu kurasain di rumah, ternyata apelnya enak banget, nyesel nggak beli 2 kg. Ini dia suasana di Batu.
Jam 11 akhirnya kami tiba di Jatim Park 1. Karena nggak pernah ke Jatim Park sebelumnya, akhirnya kuputuskan mengikuti sesama personil 3D hehehe, yaitu temanku yg dr Kediri dan temanku satunya yg ternyata udah 3 kali ke Jatim Park.
Ini adalah tempat pembelian tiketnya.
Di pintu masuk kami diberi gelang tahan air sebagai bukti kami sudah membeli tiket seharga 50 ribu. Kami juga diberi voucher makan sama pemimpin rombongan seharga 15 ribu. Begitu masuk, kami disambut patung aneh ini.
Anjungan yang pertama kali kami masuki adalah museum adat. Ini replika perkampungan di Papua. Ada patung perempuan nggak pake baju lho, tapi mending nggak kumuat ah, hehehe.
Ini replika suasana dukun cari pesugihan di Jawa hahaha.
Gambar toliletnya lucu.
Terus ini beberapa replika candi dan patung di Indonesia.
Dan ini suasana water boom. Secara aku nggak bisa renang, jadi aku jauh2 dari tempat ini.
Kami juga melewati lorong dengan kanopi tumbuhan merambat. Suasananya cukup romantis lho, kayak di Winter Sonata (emang ada adegan ginian?).
Setelah muter2, akhirnya temen-temenku memutuskan masuk rumah hantu. Aku menolak masuk dengan alasan males (aslinya nggak berani hehehe). Akhirnya akupun bergabung dengan teman-temanku yang lain naik wahana Columbus dan Roller Coaster mini (believe me, ada alasan kenapa kata “mini” aku bold dan italic).
Kalo dua wahana ini jujur aku nggak berani naek hehehe.
Salah satu adik tingkatku dari jakarta mengajakku naik Tornado. Awalnya sih aku pede. Namun begitu liat dari dekat dan memperhitungkan lamanya naek wahana itu (10 menitan kurasa), nyaliku jadi ciut juga. Tapi karena antrean panjang di belakangku, aku nggak bisa mundur dan dengan terpaksa (setelah mengucapkan selamat tinggal pada teman-temanku), akhirnya aku cuma pasrah.
Awalnya ada perasaan serem, apalagi pas kami dijungkirbalikkan di ketinggian. Aaaaaa...jangan gila donk, aku kan belom nikah!!! Masa dah mau mati gini rasanya? Namun lama-lama aku bisa menikmati sisi fun-nya. Malah jadi pengen “Lagi, lagi!”. Sayangnya cuma satu. Pas dibalik, punggungku beberapa kali menghantam sandaran kursi. Hanya itu sih nggak nyamannya. Lainnya, asik banget!!! Bener-bener seru berasa kayak winter sonata (emg winter sonata ada adegan naek ginian???).
Teman-temanku pada heran kenapa aku berani naik wahana ini (selain karena terpaksa). Soalnya mereka yang udah kenal aku pasti tahu kalo aku sukanya bermain di zona aman. Namun, yah, sekali-kali melepaskan diri dari rutinitas kan nggak apa-apa. Lagian wahana ini juga pas buat melepas stress, soalnya bisa teriak-teriak sepuasnya tanpa ada yang komentar, hehehe.
Selesai naik tornado, temanku menyarankan masuk Rumah Pipa. Cuma ada peringatan kalo baju kami bakal basah dikit. Lagi-lagi ada patung aneh di sini.
Akhirnya aku dan beberapa adik tingkatku masuk ke Rumah Pipa. Di dalamnya ada rumah cermin yang membuat kami tersesat. Malunya, kami ternyata malah keluar di pintu tempat kami masuk tadi. Mas2 yang jaga langsung bilang, “Mas, keluarnya bukan lewat sini.”. Pengunjung lainnya yang antre di luar langsung ketawa. Kami pun dengan malu masuk lagi. Apalagi pas keluar tadi, salah satu temenku yang ada di depan dengan pede-nya nyeletuk, “Yee berhasil keluar tanpa basah!”. Akhirnya sambil cekakakan mengingat momen memalukan tadi, kami nemuin jalan keluar yang sebenarnya dan harus puas keluar dengan basah kuyub. Aku langsung marahin temenku yang tadi nyaranin kami masuk, “Katanya basah dikit, kok aku basah banyak???”
Sekitar jam 2, kami lalu menukarkan voucher kami dengan makanan. Aku memilih nasi goreng katsu yang enak banget. Pas kami makan, kami ketawa2 dengar pengumuman anak ilang. Eh, belum begitu lama , kami langsung dapat karma. Tiba-tiba terdengar pengumuman, “Bagi rombongan KMK St. Theresia Solo, ditunggu ketua rombongan di pintu keluar.”. Wah itu kan kami! Ternyata bus sudah mau berangkat. Akhirnya setelah sempat mampir sebentar membeli oleh-oleh kerupuk , kami hujan-hujanan menuju bus.
Pulangnya kami diguyur hujan. Entah karena akibat naek tornado tadi, perutku jadi terasa mual. Padahal aku jarang mabuk naik bus sebelumnya. Setelah minum obat, akhirnya aku mencoba tidur. Lagi-lagi ada cobaan datang menerpa. Di Nganjuk, bus kami kembali berhenti. Ternyata aki bus kami mati sehingga AC dan lampu bus ikut mati. Karena berbahaya naik bus malam2 dg lampu mati (ya iyalah), akhirnya kami menunggu beberapa lama sementara aki diperbaiki. Anak-anak yang lain lebih memilih duduk-duduk di luar seperti pengungsi korban banjir di Thailand, namun aku lebih memilih tidur di dalam bus.
Alhasil, rencana kami sampai di Solo pukul 9 malam molor menjadi jam 12 malam. Akupun terpaksa menginap di kost salah satu temanku (again, yg dr Kediri). Aku sih nyantai soalnya Senin aku ambil cuti, tapi aku agak kasian juga sama adik2 tingkatku yang besoknya masih harus kuliah, praktikum, bahkan ada yang kuis. Tapi, ya itulah resiko anak kuliah. Lagian pengalaman kayak gini nggak bakal bisa diganttin oleh apapun dan bakal kita kenang terus seumur hidup. Bener nggak guys?