Hai guys. Dalam artikel arsitektur kali ini gue akan memperkenalkan sebuah gaya arsitektur yang mungkin masih asing bagi kalian, yakni Brutalis. Namanya emang cukup serem ya dan namanya juga cukup sesuai dengan ciri khas bangunannya yang emang “brutal”. Karakteristik utama bangunan bergaya brutalis adalah penggunaan beton terekspos alias beton mentah.
Gaya Brutalis berkembang pada tahun 1950-1970an. Sama seperti art deco, gaya ini berakar dari gaya modernisme dan juga berumur pendek, hanya bertahan 2 dekade saja. Jati diri gaya arsitektur ini tak lepas dengan masa dimana ia muncul yakni post-war atau pasca-Perang Dunia II. Pada masa ini, banyak bangunan yang hancur akibat perang dan untuk merestorasinya tidaklah mudah, sebab banyak negara2 di Eropa kala itu juga mengalami resesi atau krisis ekonomi sebagai dampak perang. Maka para arsitek mencetuskan sebuah gaya arsitektur yang “murah” namun kuat untuk membangun kembali kota yang porak poranda akibat perang. Salah satu cara menekan biaya adalah dengan membiarkan beton2 yang menjadi bahan utama bangunan tersebut terekspos tanpa diberi sentuhan akhir, seperti cat atau lapisan lainnya. Inilah yang nantinya menjadi ciri khas gaya Brutalis.
Jika disuruh menyebut arsitek Brutalis paling terkenal, tentulah yang tercetus adalah arsitek Prancis, Le Corbusier (nggak ada hubungan ama Dedy Corbuzier). Salah jika menduga istilah “brutalis” berasal dari kata “brutal”. Istilah “brutalis” berakar dari bahasa Prancis “beton brut” yang berarti “raw concrete” atau “beton mentah”, sebuah istilah yang digunakan Le Corbusier untuk menjelaskan piihan materi yang ia gunakan untuk bangunannya.
Gaya Brutalis banyak dipilih untuk membangun bangunan2 pemerintah. Tak hanya untuk menekan dana, namun beton mentah pada bangunan2 ini juga menimbulkan kesan kokoh dan kuat seperti benteng. Selain itu, gaya ini juga menjadi populer digunakan dalam membangun pusat perbelanjaan hingga institusi pendidikan.
Secara filosofis, bangunan2 Brutalis mewakili sikap masyarakat terhadap pergolakan yang dihadapi dunia saat itu. Gaya Brutalis dianggap cocok mewakili masa depan yang lebih cerah pasca-perang sebab bangunannya mencerminkan “kejujuran” dan anti-borjuis atau anti-kemewahan. Tak heran, gaya ini kemudian dilirik oleh kaum Sosialis, dan sialnya, menjadi erat dengan imej komunisme. Gaya Brutalis diadopsi oleh negara2 Sosialis Eropa seperti Uni Sovyet (kala itu), Bulgaria, Cekoslovakia, hingga Yugoslavia untuk menjadi pilihan utama untuk membangun negaranya. Tak ayal, kesan “totaliter” atau diktator menjadi tak bisa dipisahkan dengan gaya ini.
Walaupun simpel dan estestis, ternyata banyak yang tak menyukai gaya ini, apalagi setelah reputasinya tercemar dengan konotasi komunisme. Gaya ini dianggap berpenampilan “dingin, kasar, dan tidak bersahabat”. Secara teknis, bangunan2 dari beton terekspos juga tak cocok untuk wilayah dengan kondisi lembap, seperti pada negara2 maritim. Iklim basah justru akan menyebabkan beton terekspos menjadi lembap dan ditumbuhi lumut. Air yang masuk ke beton juga akan membuat rangka besi di dalamnya menjadi berkarat dan rapuh. Belum lagi permukaan beton mentah akan mudah dicorat-coret dengan graffiti (dan susah dibersihkan). Opini negatif tentang gaya ini menyebabkan gaya Brutalis menjadi kontroversial dan hingga kini berujung pada penghancuran berbagai relik2 Brutalis yang ada di seluruh dunia.
Berikut ini adalah beberapa bangunan bergaya Brutalis yang masih tersisa, kebanyakan merupakan bangunan milik pemerintah.
Buffalo City Court (Buffalo, AS)
Trellick Tower (London, UK)
National Congress Building (Brasilia, Brazil)
National Theatre (London, UK)
National Gallery (London, UK)
SESC Pompeia (Brazil)
J. Edgar Hoover Building (Washington, D.C., AS)
Civic Office (Dublin, Irlandia)
The Mathematics and Computer Building, University of Waterloo (Waterloo, Kanada)
D.B. Weldon Library, University of Western Ontario (Kanada)
Baribican Apartment (London, UK)
Western City Gate (Beograd, Serbia)
National Assembly Building (Dhaka, Bangladesh)
Geisel Library di University of California (San Diego, AS)
Plaza Christian Science (Boston, AS)
Dan salah satu contoh yang bisa gue anggap paling tidak “bersentuhan” dengan Brutalis adalah gedung DPR/MPR kita dengan penggunaan kubah beton.
Mungkin tak terbayangkan bahwa dengan kaitan eratnya dengan Komunisme, contoh2 terbaik gaya Brutalis adalah bangunan2 gereja.
Berikut ini beberapa bangunan gereja yang menganut gaya Brutalis.
Gereja San Paolo (Foligno, Italia)
Pilgrimage Church (Neviges, Prancis)
Notre Dame du Huit (Ronchamp, Prancis)
Third Church of Christ (New York, AS)
Gereja di New Yok ini salah satu yang bernasib naas seperti kusebutkan tadi. Gereja Protestan bergaya Brutalis yang sebenarnya cukup estetis ini akhirnya dihancurkan atas permintaan dari umatnya sendiri, untuk digantikan oleh bangunan baru.
Gue juga pernah melihat dua apartemen di kawasan Tangerang yang tampaknya berpedoman pada gaya Brutalis ini. Pertama melihat dua apartemen itu, gue pikir itu apartemen kosong (mungkin berhantu) karena warnanya yang suram. Ternyata warna beton yang dibiarkan saja tanpa polesan membuat kesan belum jadi pada apartemen yang ternyata berpenghuni itu.
Selain itu, gaya brutalis ini juga kayaknya mulai mengalami “comeback” alias kembali populer, terutama digunakan dalam rumah minimalis.
Menurut gue pribadi, bangunan2 bergaya Brutalis memiliki keindahan tersendiri dan yang lebih penting, menjadi penanda bagi suatu pergerakan dan ideologi yang pernah ada dalam sejarah. Gue pikir bangunan2 ini, sama seperti bangunan2 yang lebih tua yang bergaya lebih klasik, layak mendapatkan perhatian dan restorasi yang sama. Sebab menurutku, bukanlah masalah gedungnya, melainkan sejarah dan filosofi yang tersimpan di baliknya.
Cakep bangunannya... informasinya fresh jih bang ttg arsitektur *keliatan jarang baca topik ini disini* Ehehe
ReplyDeleteTambahan: Geisel Library
ReplyDeleteThanks infonya.