Thursday, November 2, 2017

REVIEW “MERMAID”: ANOTHER LOVABLE MOVIE FROM STEPHEN CHOW

the-mermaid

Hallo guys, kali ini lain daripada yang lain, gue akan me-review film komedi romantis. Hah, nggak salah??? Ada angin apa nih, kan biasanya review film horor? Well, gue udah nonton film ini (agak telat sih, soalnya rilisnya tahun 2016, tapi gue nontonnya baru 2017) dan gue terkesan banget. Filmnya kocak banget sumpah dan menyisipkan pesan lingkungan yang dalam. Dan begitu gue tahu kalo sutradaranya adalah Stephen Chow, well, no wonder. Nama Stephen Chow emang jadi jaminan buat film komedi kocak dengan pesan mendalam. Dan yang jelas, film ini recommended banget buat kalian.

“Mermaid” mengisahkan tentang kehidupan pada putri duyung (dan putra duyung, soalnya ada cowoknya) yang terancam akibat ulah manusia. Seorang tycoon bernama Liu Xuan, berencana mereklamasi teluk yang menjadi tempat tinggal mereka (another environmental catastrophe yang nggak jauh-jauh dari kita). Untuk melancarkan rencana tersebut, miliuner playboy eksentrik tersebut, dibantu kekasihnya yang cantik dan sexy, Roulan, menggunakan sonar untuk membunuh dan mengusir satwa-satwa laut yang ada di situ. Para duyung banyak terbunuh dan sakit, sementara sisanya mengungsi ke sebuah kapal karam dan menyusun rencana untuk membalas dendam. Mereka mengutus seorang putri duyung cantik tapi lugu bernama Shan ke daratan untuk membunuh Liu Xuan. Namun kenyataan berkata lain ketika mereka justru jatuh cinta. Mampukah cinta dan kepolosan Shan mengubah egoisme dalam diri Liu Xuan?

Film ini, seperti banyak film Stephen Chow lainnya, adalah komedi bertema absurd. Adegan-adegan kocak banyak datang justru dari Octopus, rekan Shan yang separuh manusia, separuh gurita. Adegan terlucu menurut gue adalah pas adegan di restoran sushi. Tapi bukan berarti akting aktor dan aktris utamanya tak bisa mengundang gelak tawa lho. Akting mereka berdua sangat pas. Deng Chao sang pemeran cowok utama memang adalah komedian, jadi nggak heran lah. Namun ajaibnya, ini adalah kali pertamanya, Lin Yun, sang bintang utamanya, berakting. Sebab Lin Yun dipilih Stephen Chow dari ribuan remaja belia yang mengikuti audisi demi pemeran utama film ini. Wow, agak risky ya memilih tokoh utama dengan cara audisi seperti ini, tapi hasilnya top banget karena paras cantik Lin Yun jelas memberi kesan fresh bagi film ini.

mermaid_0

Namun dibalik kekocakannya, film ini berusaha menyampaikan pesan dan fakta yang amat serius. Di dataran Tiongkok yang dulu dicekam komunis, kini berkembang sistem kapitalis yang justru tak kalah merusak ketimbang ideologi lama mereka. Alam dirusak demi memuaskan hasrat pemilik modal untuk memenuhi pundi-pundi uang mereka. Isu lingkungan menjadi masalah yang amat seius di sana, termasuk di antaranya polusi udara di Beijing hingga polusi perairan yang menyebabkan hewan eksotis seperti lumba-lumba baiji (satu-satunya spesies lumba-lumba air tawar di dunia) terancam punah.

Kenyataan bahwa manusia tak segan berperilaku kejam pada makhluk lain demi keuntungan semata tampak pada klimaks film ini, dimana Roulan, kekasih Liu Xuan yang posesif dan cemburuan, dengan kejam membantai duyung-duyung tak berdosa. Adegan tersebut sangat sulit untuk disaksikan dan sangat bertentangan dengan tone humor yang sejak awal dibangun di film ini, namun mungkin itulah yang ingin disampaikan sutradaranya. Adegan sadis itu justru lebih mengena karena sedari awal, penonton dibuat percaya bahwa ini bukanlah film yang serius. Tapi nyatanya, inilah gambaran fakta yang harus mereka hadapi di dunia yang sesungguhnya.

7n_themermaidbreaksrecordwith00

Karena itulah gue sangat menyukai film ini. Nggak hanya humornya benar-benar mengocok perut, namun juga ada kepedulian yang disisipkan di film ini. Nama besar Stephen Chow saja mungkin sudah cukup membawa film ini mencapai ketenaran. Film ini menjadi film Tiongkok terlaris dalam sejarah dan menghasilkan 400 juta dolar hanya dalam beberapa minggu. Film ini juga mendapat perhatian media Barat, bukan hanya karena rekor yang dicapai, namun juga karena pesan environmentalis yang disampaikannya. Film ini bahkan banyak disandingkan dengan “The Cove”, sebuah film dokumenter sukses yang menceritakan tradisi pembunuhan lumba-lumba oleh masyarakat Jepang.

Nggak salah, Rotten Tomatoes memberikan rating 98% untuk film ini. Bahkan Roger Ebert, situs kritikus film Hollywood yang biasanya memberikan kritik jujur nan kejam, justru memberikan pujian yang manis:

It doesn’t matter if you never seen a Chinese movie in your life, it will make you laugh. Guaranteed.”

Berapa CD berdarah yang gue kasih untuk film ini? Cukup nilai maksimal aja aaaah alias skor 5 :D

030menunderwear2Copy_thumb1226_thumb030menunderwear2Copy_thumb1226_thumb030menunderwear2Copy_thumb1226_thumb030menunderwear2Copy_thumb1226_thumb030menunderwear2Copy_thumb1226_thumb

This is one of the best Chinese movie I’ve ever watched. Worth to watch, guys. I think the name “Stephen Chow” is already enough reason to watch this movie!

6 comments:

  1. Yeayy aku udah nonton dr sejak kapan bulan gitu . Rada2 gimana sih tapi emang khas nya steven Chow yang nyentrik jadi ane ya nikmatin aja setiap scene nya :)

    ReplyDelete
  2. Terkadang, kita sudah risih dulu dgn stigma negara asal film. Spt kita enggan menonton film2 asal India, krn menurut kita norak kebanyakan mati dan nyanyi. Atau film Thailand yg mungkin menurut kita renfah kualitas gambarnya. Kita hanya terpaku dgn film kualitas Hollywood. Dan kini, Rotten Tomatoes yg levih nyinyir dari lambe t***h pun mengapresiasi film Asia.

    ReplyDelete
  3. saja juga suka sekali film ini
    di awal kita dibuat ketawa
    di pertengahan akhir kita dibuat terdiam berpikir
    adegan favorit sebenarnya awal mula Shan melaksankan pembunuhan
    dan kreatif gimana sang duyung menyamar jadi manusia
    benar" sesuatu

    ReplyDelete
  4. bang bahas flat earth dong .............plissssssse

    ReplyDelete