Imagine sinetron “Ku Menangis” digabungkan dengan “Black Mirror” dan “American Horror Story”. Selamat datang di “Sinetron Kumenangis” series yakni sebuah cerita berjilid empat yang bergenre horor dengan balutan dark comedy bergaya satire. Dalam kisah kedua ini, seorang istri yakin bahwa suaminya berselingkuh di belakangnya. Benarkah kecurigaannya tersebut ataukah ada sesuatu yang lebih gelap mengintai dirinya?
“APAAAA???” jerit Cicilia sambil menunjukkan bagian dalam dompet suaminya, “Siapa wanita dalam foto ini, Mas? Siapa???”
“Itu cuma saudaraku, nggak penting!” Nurhadi langsung merebut dompet itu dari tangan istrinya. “Udah ah, aku mau tidur aja. Capek!”
Nurhadi melewati istrinya begitu saja dengan sikap dingin dan segera masuk ke dalam kamar sembari membanting pintu.
“Ya Tuhan, kenapa sikap suamiku sekarang berubah?” ujar Cicilia dalam hati sembari sedih, “Sekarang suamiku selalu saja langsung tidur sehabis pulang kerja. Apa dia tidak lagi mencintaiku? Apa dia punya wanita simpanan sekarang? Apa dia akan menceraikanku? Ya Tuhan, kenapa kau berikan hambamu ini penderitaan seberat ini?”
***
“CIL! CICIL!” seru suaminya dari ruang tamu.
“Ada apa, Mas?” tanya Cicilia sambil tergopoh-gopoh.
“Kenapa kopinya dingin, Cil!” Nurhadi dengan geram menyodorkan segelas kopi yang tadi dihidangkan istrinya kepadanya, “Kamu kan tahu aku paling suka kopi yang hangat. Kalau sudah dingin begini, mana nikmat diminum!”
“Ma ... maaf, Mas. Tadi pas aku hidangkan, kopinya masih hangat tapi Mas terlalu sibuk main Whatsapp jadi kopinya telanjur dingin ...”
“Ooooo, jadi ini semua salahku, gitu? Berani sekali kau melawan suamimu sendiri, hah?”
“Bu ... bukan itu maksudku, Mas. A ... akan Cicil ganti kopinya dengan yang baru.” Cicilia segera kembali dengan segelas kopi. Namun begitu menyeruputnya, Nurhadi malah langsung membantingnya ke lantai hingga pecah.
“Ada apa ini? Kenapa ada suara gelas pecah?” tiba-tiba Uci, mertua Cicilia keluar dari kamarnya.
“Lihat, Ma! Dia berusaha membunuhku! Masa dia memberiku gelas berisi air mendidih untuk kuminum?” tuduh Nurhadi.
“Apa? Dasar menantu nggak tahu diuntung! Anakku memungut kamu dari jalanan dan begini balasan kamu terhadap kami hah? Ternyata benar dugaanku selama ini, kamu sesungguhnya hanya ingin merebut harta warisan keluarga kami, iya kan?” sergah Uci.
“Am ... ampun, Mas! Ini bukan salahku ... bukankah Mas tadi yang mengeluh kopinya dingin, makanya sekarang kubawakan kopi panas. I ... ini kan permintaan Mas sendiri?”
“Ooooh, jadi ini salahku lagi? Dasar istri kurang ajar!” Nurhadi segera mendorong istrinya sendiri hingga terjatuh, “Ini pasti karena kamu terpengaruh dengan sinetron-sinetron nggak jelas yang selalu kamu tonton itu! Makanya kamu sekarang jadi bego seperti ini!”
“Usir saja perempuan ini, Sayang. Usir saja! Mama juga ogah melihat wajah perempuan miskin ini di rumah kita!”
“Ja ... jangan, Ma! Jangan usir Cicil, Ma!” Cicilia segera memeluk kaki mertuanya itu, namun Uci justru menendangnya sambil tertawa-tawa.
“Jangan, Ma! Kita masih butuh dia untuk membersihkan rumah ini dan melayani kita.” ujar Nurhadi sambil tersenyum, “Heh, Cil! Cepat kau bersihkan beling-beling ini dari lantai! Cepat!”
***
“Ku menangis ... membayangkan ...” suara soundtrack sinetron itu kembali terngiang di rumah itu. Cicilia sedang asyik menontonnya sampai diam-diam menangis karena dibuat sedih oleh penderitaan para istri di sinetron tersebut. Bahkan, menontonnya seharianpun Cicilia sama sekali tak dibuat bosan.
“Ya ampun, menyedihkan sekali nasib istri-istri itu disiksa oleh suami mereka. Apa ini juga akan jadi nasibku, karena suamiku juga sering memperlakukanku dengan buruk. Apalagi di sinetron-sinetron itu suami mereka berselingkuh di belakang mereka. Apa itu juga yang dilakukan oleh Mas Nurhadi?” batin Cicilia.
Tiba-tiba saja Cicilia melihat suaminya lewat sembari membawa sebuah helm.
“Mas, mau kemana Mas?” ujar Cicilia dengan heran sembari mengikuti suaminya ke teras.
“Kerja!” ujar Nurhadi sembari mengenakan helm dan menaiki motornya.
“Ta ... tapi ini kan hari Minggu, Mas? Biasanya kan Mas libur?”
“Kan terserah aku mau kerja kapan. Kamu diam saja dan jaga rumah!” tanpa mempedulikan istrinya, Nurhadi langsung melajukan motornya.
“Jangan-jangan suami aku hendak menemui seseorang.” monolog Cicilia dalam hati, “Sebaiknya aku ikuti dia.”
***
“Pak, Pak! Berhenti di sini, Pak!” Cicilia langsung menghentikan pengemudi Grab yang lagi diboncengnya di depan sebuah kafe. Di kafe itulah dilihatnya sepeda motor suaminya berhenti dan diparkir di sana, sebelum sang suami masuk ke kafe tersebut.
“Berapa, Pak?” tanya Cicilia ketika turun dari motornya.
“Dua puluh ribu, Bu.”
“Waduh!” Cicilia baru sadar ia tak membawa dompet. Ia bahkan masih mengenakan daster dan lupa berganti baju karena buru-buru mengikuti suaminya tadi. “Pak, saya nggak bawa uang cash, gimana dong?”
“Tenang saja, Bu. Bisa bayar pakai Ovo kok. Tinggal masukin aja PIN-nya, beres deh!”
“Wow, praktis sekali ya! Jadi kita nggak perlu susah-susah bawa uang tunai.”
“Nggak hanya itu, Bu. Bila Ibu berbelanja ke merchant-merchant tertentu, Ibu bisa dapat diskon dan hadiah cashback lho. Tinggal scan aja QR code di tiap merchant kami. Mudah kan?”
“Wah, menguntungkan sekali ya? Apalagi buat ibu rumah tangga seperti saya.”
“Benar, Bu. Ibu juga bisa kok transfer ke sesama akun Ovo, bahkan transfer ke rekening bank. Pokoknya dijamin aman! Nggak hanya itu lho, Bu. Mau langganan Karyakarsa Bang Dave dengan konten-konten berkualitas dengan harga cuma 20 ribu sebulan juga bisa dibayar pakai Ovo. Praktis kan?”
“Berkat Ovo, transaksi pembayaran jadi mudah dan cepat!” ujar Cicilia dan abang gojek itu bersama-sama.
Setelah membayar, Cicilia pun langsung mengendap-endap masuk ke kafe itu. Ternyata benar, Nurhadi ada di sana, terlihat duduk di sebuah meja sembaro menunggu seseorang.
Tiba-tiba seorang wanita datang dan Nurhadi langsung memeluknya.
“Astaga! Rupanya benar dugaanku! Mas Nurhadi ternyata berselingkuh!” Cicilia langsung menangis, “Kenapa Mas Nurhadi begitu tega, Ya Tuhan! Padahal kami sudah menikah bertahun-tahun. Siapa wanita yang tega merebut suamiku? Siapa!”
***
“Huh, lihat saja! Aku bakalan menyingkirkan istri sah Mas Bram, kemudian aku akan goda Mas Bram supaya menikahi aku dan harta warisan keluarganya akan jatuh ke tanganku! Lihat saja nanti, hahahaha!”
Cicilia menggeram melihat aksi sang tokoh antagonis di sinetron kesayangannya itu. Benar juga, jangan-jangan wanita itu menggoda Nurhadi, suaminya, supaya bisa merebut harta warisan keluarga. Itulah satu-satunya alasan yang masuk akal, sebab ia tahu, dulu Nurhadi begitu mencintainya, bahkan berani melawan kehendak ibunya yang menentang pernikahan mereka. Ya, pasti itu!
“Aku pulang!” terdengar suara motor Nurhadi diparkir di teras rumah. Cicil pura-pura tidak tahu perbuatan Nurhadi ketika suaminya itu pulang. Yang mengejutkan, ternyata Nurhadi membawa serta seorang wanita bersamanya. Tak salah lagi, wanita itu adalah wanita yang diam-diam ditemuinya di kafe tadi.
“Berani-beraninya Mas Nurhadi membawa wanita itu ke rumah kami. Oh ya, ini kan bukan salah Mas Nurhadi. Ini semua gara-gara godaan perempuan iblis itu. Tapi kali ini, aku takkan membiarkannya!” ujar Cicilia dalam hati.
“Cil, kenalin! Ini teman SMA aku sekaligus dokter ...”
Namun tiba-tiba saja, Cicilia menyiramkan air panas ke wajah wanita itu.
“AAAAAA! AAAAAAAARGH!” teriak wanita itu dengan kesakitan.
“CIL! APA YANG KAU LAKUKAN?”
“AKU TAKKAN MEMBIARKAN DIA MEREBUTMU DARIKU, MAS!” jerit Cicilia.
“Tapi Cil, dia bukan selingkuhanku! Dia ke sini untuk menolongmu!”
“Ada apa ini? ASTAGA!” Uci langsung shock melihat seorang wanita yang tengah menggelepar di lantai dengan wajah hampir meleleh.
Segera, Uci mengambil sebuah tabung pemadam kebakaran dan menghantamkannya ke kepala menantunya.
“CICIL!” teriak Nurhadi ketika melihat istrinya ambruk dan terkapar tak sadarkan diri.
***
“Di ... dimana aku?” Cicilia mulai membuka matanya. Namun hanya rasa pusing yang menyergapnya. Tak hanya itu, ia berada di ruangan yang seluruhnya berwarna putih. Ini jelas bukan rumahnya.
“Kenapa aku diikat?” jeritnya begitu sadar bahwa ia tengah terikat di atas tempat tidur.
“Tenang, Bu, tenang! Ibu barusan siuman!” terlihat seorang perawat rumah sakit memeganginya, “Dok, sepertinya kita butuh obat penenang!”
“Siapa kalian hah! Apa kau juga slingkuhan suamiku, iya? Apa kamu juga berusaha merebutnya dariku!” Cicilia terus meronta, namun perawat itu terus memeganginya.
“Dok, cepat!” seru suster itu.
“Se ... sebentar!” sang dokter itu terlihat sibuk memasukkan obat itu dari ampul ke jarum sunti. Namun sebelum ia sempat menyuntikannya, Cicilia keburu melepaskan diri dan segera mendorong perawat itu hingga jatuh mengenai rak dorong.
“Rasakan sendiri obatmu!” Cicilia serta merta mencengkeram tangan dokter itu dan menyuntikkan obat penenang itu ke lehernya. Sang dokterpun langsung ambruk tak sadarkan diri.
Cicilia segera turun dari tempat tidurnya dan memungut sebilah pisau skalpel yang terjatuh ke lantai.
“Jadi kau juga wanita simpanan suamiku ha? Aku takkan membiarkan kamu menggodanya!”
“Ja ... jangan sakiti itu!” suster itu mengesot mundur, “A ... aku sama sekali tak paham apa yang kau bicarakan ...”
“Lihat saja, suamiku takkan menyukaimu lagi begitu aku rusak wajahmu, HAHAHAHA!”
***
“Baby blues syndrome? Apakah itu penyebabnya?” tanya Nurhadi tak percaya.
“Ya, kadang sindrom tersebut bisa menyebabkan halusinasi pada pasien.” jawab dokter wanita itu, “Bisa Anda jelaskan lagi apa yang telah terjadi?”
“Semenjak kejadian itu, yah Anda tahu lah kejadian yang mana. Berat bagi saya untuk menceritakannya lagi. Yang jelas, semenjak itu istri saya berubah drastis. Ia suka mengucapkan hal-hal yang tak masuk akal hingga membuat kami takut.”
“Bagaimana contohnya?”
“Hmmm ... saat itu aku memintanya untuk membuat kopi hangat karena kopi yang hendak saya minum sudah dingin. Saya memintanya dengan baik-baik, namun....”
***
“Aaaaaaah! Lidahku terbakar!” Nurhadi berteriak kesakitan hingga gelas itupun terjatuh dan pecah berkeping-keping.
“Ke ... kenapa kau berikan aku kopi mendidih, Cil?”
“Bukankah Mas yang minta sendiri?” Cicilia terlihat sama sekali tak merasa bersalah.
“Ada apa, Nak? Uci muncul dari kamarnya begitu mendengar teriakan putranya, “Kenapa gelasnya pecah seperti itu?”
“Nggak apa-apa kok, Ma. Itu hanya kecelakaan!” Nurhadi berusaha membela istrinya.
“Ini pasti perbuatanmu kan, Cil!” Uci menatap menantunya itu dengan ketakutan, “Se ... sebaiknya kita keluarkan saja istrimu dari rumah ini, Sayang! Masukkan dia ke rumah sakit atau bagaimana. Ma ...Mama sangat takut dengan kehadirannya di sini.”
“Jangan, Ma! Jangan!” Cicilia tiba-tiba bersimpuh di depan kaki Uci, “Jangan usir Cicil! Jangan!”
Namun tiba-tiba Cicilia mengambil sebilah pecahan kaca dan menggoreskannya ke kaki Uci sehingga berdarah.
“AAAAAA!!!” Uci segera berteriak hingga terjatuh.
“MAMA!” teriak Nurhadi.
Namun melihat kejadian itu, Cicilia hanya tertawa.
***
“Apakah mungkin semua itu karena sinetron yang ia tonton?”
“Sinetron?” tanya dokter itu heran.
“Ya, setiap hari ia hanya menonton sinetron tidak mendidik itu. Apa karena itu dia mengira aku dan ibunya hendak mencelakakannya seperti jalan cerita di sinetron yang dilihatnya tersebut? Dia juga menyangka aku memiliki kekasih gelap, padahal aku menemui mantan teman SMA-ku yang sekarang menjadi dokter ahli kejiwaan. Aku hanya meminta pendapatnya tentang apa yang menimpa Cicil, bahkan memintanya untuk menyembuhnya. Namun Cicil justru ...”
“Mungkin saja. Bisa jadi Baby Blues Syndrome yang dideritanya mengaktifkan skizofrenia yang terdapat dalam DNA-nya sehingga ia terpengaruh dengan apa yang ia lihat di televisi. Bisa jadi ia mengira apa yang dilihatnya di sinetron itu adalah pengalaman hidupnya sendiri kemudian membayangkan yang tidak-tidak. Apalagi setelah tragedi yang dialaminya.”
“Skizofrenia? Astaga, diagnosis Dokter semakin parah saja. Berarti sekarang hampir bisa dibilang mustahil untuk menyembuhkannya?”
“Jangan khawatir Pak, karena saya punya solusinya. Sekarang sudah ada obat skizofrenia yang sedang viral.”
“Obat skizofrenia yang sedang viral? Apa itu?”
“Ini dia obatnya!” sang dokter menunjukkan satu botol berisi kapsul obat, “Obat ini amat mujarab dan sudah terbukti khasiatnya. Selain itu, obat ini bahan-bahannya 100% alami. Obat ini dibuat dengan ramuan herbal sehingga sama sekali tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya.”
“Berarti nggak ada efek sampingnya ya, Dok?”
“Tentu saja tidak. Produk ini aman untuk digunakan.”
“Wah, istri saya pasti tertolong berkat obat yang sedang viral ini.”
“Dengan obat herbal alami, bye bye sikizofrenia!” sang dokter dan Nurhadi serempak berkata sambil melambaikan tangan.
Namun tiba-tiba saja ...
“AAAAAARGH!” dokter itu langsung memuntahkan darah. Sebilah pisau tiba-tiba menancap hingga tembus ke jantungnya.
“DOK! DOKTER!” teriak Nurhadi histeris. Barulah ketika tubuh dokter itu ambruk tak bernyawa, Nurhadi bisa melihat siapa pelakunya.
“Ci ... Cicil?” ujarnya ketakutan.
“Dokter ini pasti wanita simpanan kamu juga, iya kan? Tega sekali kamu Mas, berselingkuh di belakangku! Akan kuhabisi semua wanita yang hendak merusak rumah tangga kita!”
“Ci .. Cicil, hentikan! Ini semua salah paham, aku tak pernah ..”
“Dimana ibumu itu, hah! Pasti dialah yang mempengaruhimu supaya kau berkhianat dan memiliki istri baru! Akan kusingkirkan ibumu supaya kita bisa hidup bahagia selamanya, hahahaha!”
“Ga ... gawat ...” ucap Nurhadi, “Aku harus memperingatkan Mama!”
***
“Mama! Mama!” setelah berhasil lolos dari kejaran Nurhadi, ia segera berlari mencari ibunya. Beruntung, ia menemukan Uci tengah beristirahat di ruang tunggu rumah sakit.
“Ada apa, Nak? Kenapa kau ketakutan begitu?”
“Ma, kita harus segera pergi dari sini! Cicil sedang mengamuk!”
“A ... apa? Kita naik lift saja, Nak! Lebih cepat!”
Nurhadi buru-buru menekan tombol lift untuk turun. Sementara menunggu lift datang, Uci tiba-tiba menarik bungkusan dari dalam tasnya.
“Kamu tahu, Nak? Saat menunggu kamu tadi, Mama merasa lapar lho. Beruntung Mama masih punya snack ini. Selain enak dan mengenyangkan, snack ini juga bergizi lho! Cara makannya gini nih ...”
“MA! INI BUKAN WAKTUNYA!”
Pintu lift tiba-tiba terbuka, namun sebelum mereka hendak masuk, mereka langsung terhenyak akan pemandangan mengerikan yang tersaji di dalam lift itu.
Cicilia ternyata sudah membunuh semua orang di dalam lift itu. Kini, dinding itu lift itu berlumuran darah korban yang terciprat dan di lantainyapun bergelimpangan mayat para perawat dan pasien.
“Di sini kau rupanya, mertua jahat! Akan kuhabisi kau sebelum kau menghabisiku!”
“Mama! Cepat pergi ke tangga darurat!” Nurhadi segera mendorong Uci ke arah tangga darurat. Namun sebelum mereka berhasil turun, Cicilia berhasil mengejar mereka dan mengangkap tangan Uci. Kemudian ia melemparkannya ke arah tangga.
“MAMA!” teriak Nurhadi. Namun terlambat, tubuh uci telanjur sudah menggelinding di atas tangga. Di anak terakhir, terdengar bunyi “Kraaaak!” dan leher Ucipun terkulai lemas, patah.
“TIDAAAAK! MAMA!!!”
Melihat ibunya kini tergeletak tak bernyawa di dasar tangga, Nurhadipun menoleh dengan geram ke arah istrinya.
“Lihat, Sayang! Aku sudah menyingkirkan penghalan terakhir dalam pernikahan kita. Kini kita bisa bahagia selamanya.”
“Apa yang kau lakukan! Kenapa kau seperti ini, Sayang! Kenapa!”
“Ada apa sih, Sayang? Aku kan hanya melakukan ini untuk melindungi pernikahan kita? Aku tak ingin kita berakhir seperti tokoh-tokoh di sinetron itu yang ...”
“KAU DULU MEMBUNUH ANAK KITA, DAN SEKARANG MAMA! KENAPA KAU TEGA MELAKUKANNYA?”
“A ... apa maksudmu?” Cicilia terlihat kebingungan.
“Apa kau tak ingat? Apa kau tak ingat apa yang kau lakukan pada bayi kita?”
***
“Sayang, dengar! Bayi kita menangis lagi!” Nurhadi terbangun dari tidurnya.
“Bisakah kau menggendongnya sebentar, Sayang? Aku lelah sekali seharian menjaganya.” keluh Cicilia.
“Tapi bagaimana jika dia harus dan ingin minum susu. Kau-lah yang harus memberikannya.”
“Baiklah, kalau begitu ...” masih dalam setengah sadar, Cicilia bangun.
Beberapa menit kemudian, tak terdengar suara tangis lagi. Namun suasana kala itu amat berbeda. Terlalu sunyi. Nurhadi justru menjadi cemas dibuatnya.
“Sayang,” iapun berdiri dan berjalan ke kamar anak mereka, “Bagaimana keadaan anak kita?”
Namun tempat tidur bayinya itu kosong. Ia justru melihat lampu kamar mandi menyala.
“Sayang, apa yang kau lakukan malam-malam begini di ...” Nurhadi mengucek-ucek matanya dan langsung berteriak begitu melihat apa yang terjadi di dalam.
Cicilia sedang membungkuk, membenamkan bayi mereka ke dalam bak mandi yang berisi air.
“TIDAK!” teriaknya, “TIDAAAAAAAK!!!”
***
“A ... aku membunuh bayiku sendiri?” ucap Cicilia tak percaya.
“Baby blues syndrome ... itu penyebabnya. Kala itu kau merasa depresi pasca melahirkan. Kau juga amat lelah merawat anak kita hingga kurang tidur. Ka ... kau melakukannya tanpa sengaja. Aku sampai berbohong pada polisi agar kau tak ditangkap. Namun semenjak kau menonton sinetron-sinetron itu ...”
“Si ... sinetron?”
“Ya, aku tahu kau butuh waktu, jadi aku membiarkanmu berada di depan televisi seharian. Tapi setelah itu kau mulai bertingkah aneh. Karena itu aku menghubungi teman lamaku yang menjadi dokter ahli kejiwaan untuk memeriksamu. Namun kau justru menyangka dia adalah selingkuhanku ...”
“Astaga ... anakku ...” Cicilia merasa shock begitu ingat akan semua yang telah ia lakukan, “A ... aku telah membunuhnya?”
Cicilia kemudian berjalan ke arah sebuah jendela.
“Cicil! Tunggu!”
“Maafkan semuanya, Mas! Maafkan aku!” tiba-tiba saja Cicilia naik ke ambang jendela itu dan kemudian melompat.
“CICIL! JANGAAAAN!” namun terlambat, Cicil sudah keburu melompat. Nurhadi segera menghampiri jendela itu dan menengok ke bawah. Di sana, tubuh Cicil sudah remuk setelah terjatuh dari ketinggian.
Nurhadi hanya bisa menangis, meratapi semua kematian yang menghantui kehidupannya.
***
“Maaf ya kamu harus mengalami itu semua.” mendengar cerita kekasihnya itu, tanpa sadar air mata Aulia merintik jatuh ke pipinya. “Aku benar-benar berduka atas kematian bayi, ibu, dan istrimu itu.”
“Tak apa-apa. Itu sudah lama berlalu dan akupun sudah move on. Aku sudah siap memulai kehidupan baru.” Nurhadi memegang tangan kekasihnya itu, “Oh ya, aku hampir lupa. Aku punya kejutan untukmu.”
“Kejutan apa?” wajah Aulia bersemu merah.
“Ada sesuatu yang ingin kuberikan kepadamu. Sebentar.” Nurhadi mengambil sesuatu dari balik jasnya dan menunjukkannya pada wanita itu.
“Maukah kau menikahiku?” Nurhadi memamerkan cincin berlian itu, “Aku ingin menghabiskan sisa hidupku bersamamu.”
“Ten ... tentu saja, Nurhadi. Aku bersedia menikah dengan .... AAAAAAA!” tiba-tiba Aulia menjerit. Tubuhnya tiba-tiba saja terangkat ke atas. Iapun meronta-ronta, sementara kakinya terlihat menggelinjang, melayang di udara. Para tamu restoran mewah itupun panik menyaksikannya,
“Aulia!” teriak Nurhadi, “Aulia!”
Nurhadi berusaha menurunkannya, namun percuma. Ia mendengar suara cekikan. Ya, Aulia kini tak mampu bernapas karena ada sesuatu yang tak kasat mata yang tengah mencekik lehernya.
“Kumohon Cil, hentikan semua ini sekarang juga! Kau sudah mati! Biarkan aku bahagia!” ” pinta Nurhadi penuh air mata.
“KUMOHON, HENTIKAN!!!”
TAMAT
Alurnya maju mundur kaya film om Nolan (Sok akrab bat gue anjer)
ReplyDeleteMemang ini terinspirasi bgt ama Tenet dan Interstellar
Deletegue kira ucinya pengen bantu, malah di pake buat mukul(sangat tidak terduga)
ReplyDeleteIklannya seru
ReplyDeleteDi tengah konflik cerita, terselip iklan 😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭😭
ReplyDeleteHadeh... istri Yandere... Sampai mati juga gak berubah
ReplyDeleteMAMAH PLIS UDAH MAU DIBUNUH MASI SEMPET NGIKLAN 😭😭
ReplyDeleteTapi baby blues syndrome ga sampe mengaktifkan skizofrenia Dave. Kejauhan :) tll hiperbola menurut gw.
ReplyDelete“Mama! Mama!” setelah berhasil lolos dari kejaran Nurhadi, ia segera berlari mencari ibunya.
ReplyDeleteLolos dari kejaran Nurhadi? Jadi lakinya yang ngejar om?