Tuesday, November 21, 2023

LOVELESS CREATION – CHAPTER 8: THE BLIND IDIOT GOD

 


A LOVECRAFTIAN NOVEL

 

“Satu lagi Blind Idiot masuk!” seru Andri sambil mendorong Adit yang duduk di atas kursi roda masuk ke bangsalnya.

“Ssssst! Jangan sebut dia begitu! Kalau Profesor dengar, dia bisa marah!” temannya yang bernama Ryan memperingatkannya.

Para perawat pria di bangsal ini selalu menyebut anak-anak dengan Sindrom Exogenesis ini sebagai “Blind Idiot”. “Idiot” karena mereka menganggap anak-anak ini dungu, dan “blind” karena walaupun anak-anak ini bisa melihat, tapi mereka berperilaku seakan-akan mereka buta. Kadang mereka tak memperhatikan kemana mereka pergi dan tersandung atau menabrak sesuatu. Andri bahkan pernah tertawa begitu keras karena melihat seorang anak terus-menerus menabrak dinding seolah ia akan bisa menembusnya.

“Huh, kenapa sih aku malah mendapatkan pekerjaan mengurus anak-anak terbelakang ini?” dengan kesal Andri menidurkan anak itu di ranjang yang sudah disediakan untuknya, “Sia-sia aku kuliah 3 tahun, plus 1 tahun untuk dapat sertifikat perawat.”

“Heh, nggak bersyukur banget sih? Kalau kamu kerja di rumah sakit lain, kerjaanmu saat ini pasti bersihin berak sama mandiin pasien lansia, hahahaha.”

“Emang itu kerjaanku dulu,” dahi Andri mengerut mengingat masa lalunya, “Sudah tahu pasien tua begitu, kenapa masih dirawat aja sih? Nggak dimatiin sekalian? Kan sudah jelas mereka tinggal menunggu ajal.”

“Hush, kualat kamu! Tapi aku juga berpikir sama tentang anak-anak ini. Kenapa nggak diaborsi saja, merepotkan dan membuang-buang uang saja? Toh pada akhirnya bukan orang tua mereka yang merawat mereka, melainkan kita.”

“Tepat sekali, itu juga yang kupikirkan.” keluh Andri, “Tapi paling tidak kita dibayar di tempat ini. Eh, tapi apa kau tidak merasa aneh?”

“Aneh bagaimana?”

“Siapa yang membayar semua ini? Maksudku, orang tua anak-anak ini kan tidak dipungut biaya sama sekali, sedangkan semua peralatan di sini canggih dan bayaran kitapun lumayan.”

“Kalau aku sih nggak keberatan, yang penting kita dibayar. Lagian kerjaan di sini nggak berat-berat amat.”

“Tapi kan tetap nggak lazim! Siapa coba yang mau membayari perawatan anak-anak cacat mental seperti mereka? Apa tujuannya? Bukannya sama sekali nggak ada keuntungannya?”

“Mungkin saja dia mau mengemplang pajak dengan membuat program kemanusiaan seperti ini. Sudahlah, jangan banyak protes.”

“Hmmm ... kau mungkin benar. Lagian pekerjaan ini memang enak, seperti katamu. Lihat saja, di sini kau bebas bergaya punk dengan memasang tindikan di lidah dan kelopak matamu itu. Kalau di rumah sakit lain kau pasti sudah diusir!”

“Bagus kan?” Ryan memamerkannya dengan menjulurkan lidahnya.

“Ih, jijik!”

“Aku juga masih punya satu tindikan lagi, lho. Kamu mau tahu dimana letaknya?”

“Dimana memang?”

Ryan kemudian membisikkan sesuatu ke telinganya.

“Iiiih!” lenguhnya jijik, “Dasar sakit jiwa!”

“Apakah ada penghuni baru?” tiba-tiba seorang remaja berpakaian pasien masuk ke bangsal itu.

“Enricho?” panggil Ryan, “Apa yang kamu lakukan di sini? Seharusnya kamu nggak keluar kamar!”

“Maaf, aku bosan sekali di dalam sana.” remaja itu menghampiri ranjang Adit. Anak itu masih terbaring dengan mata terbuka. “Anak baru ya? Aku belum pernah melihatnya. Hanya ada Elsa, Budi, Rizky, dan Balqis di sini. Iya kan?”

Memang benar. Ada empat ranjang lain di bangsal itu. Semuanya dihuni oleh anak-anak dengan gejala yang sama dengan Adit. Dua diantaranya laki-laki dan sisanya perempuan.

“Enricho?” panggil seorang wanita. Ia menoleh.

“Dokter Aulia?”

Kedua perawat pria itu langsung salah tingkah melihat kehadiran Dokter Aulia. Tak biasanya dokter wanita itu muncul di shift malam.

Dokter itu tersenyum. “Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sudah meminum obatmu?”

“Ehm, kurasa belum. Nggak perlu, sudah nggak sakit kok.”

“Sakit atau tidak, kau harus meminum obatmu dengan rutin. Ayo, kuantar kembali ke kamarmu.”

Andri langsung menyikut Ryan begitu dokter itu membawa pasiennya keluar dari bangsal mereka.

“Aku sama sekali nggak ngerti dengan pasien itu. Enricho!”

“Ya, kenapa dia?”

“Apa sih masalahnya? Dia kelihatannya sehat-sehat saja. Kenapa dia malah dirawat di rumah sakit bersama anak-anak ini.”

“Penyakitnya berbeda,” kata Ryan sambil menatap anak-anak itu, “Tapi sama-sama aneh.”

***

 

“Semuanya sudah siap.” ujar Dokter Alghiffari. Ia menyiapkan cairan khusus ke dalam jarum suntikannya. Obat penenang. “Sudah ada lima anak. Cukup untuk upacara kita.”

“Apa Tuan yakin akan melakukannya malam ini?” tanya Suster Frida yang bersiap di belakangnya.

“Tentu saja! Kita tidak boleh membuang-buang waktu.” jawabnya, “Dimana Dokter Chalid? Apa dia belum datang?”

“Belum, Tuan. Dia masih di perjalanan, membawa Necronomicon.”

“Sempurna!” senyumnya.

***

 

“Ketika kali pertama datang ke rumah sakit ini, Profesor Alghiffari mengatakan bahwa saya akan dioperasi. Kapan itu akan terjadi?” tanya Enricho ketika ia tiba di kamarnya.

Dokter Aulia menjawab sambil tersenyum, “Sebentar lagi. Aku mendengar kabar Dokter Chalid akan datang malam ini. Ia adalah dokter bedah yang hebat. Mungkin mereka akan membahas rencana operasimu.”

“Benarkah?” wajah Enricho berubah girang, “Sa ... saya hanya tak tahan lagi dengan dia.”

“Dia?” Aulia menaikkan alisnya, “Semua perawat di sini memperlakukanmu dengan baik kan?”

“Oh, maksud saya bukan mereka. Mereka semua ramah.” Enricho buru-buru meralat, “Maksud saya adalah Radnock, saudara kembar saya.”

Aulia menggeleng-gelengkan kepalanya, “Radnock? Bukankah Profesor Alghiffari sudah melarangmu untuk memberinya nama.”

“Bu ... bukan saya, melainkan dia ...” jawabnya gugup, “Ia yang memberitahu namanya. Katanya ia menyukai nama itu. Radnock Jacin Nathair. Ya, itu nama lengkapnya.”

“Saudara kembarmu mengatakan hal itu kepadamu?” Aulia menarik alisnya, “Tiga nama itu, darimana ia mendapatkannya?”

“Katanya ia menyukai nama-nama itu karena itu adalah nama-nama monster yang pernah menguasai Bumi.”

“Apa kau sudah katakan ini pada Profesor?”

“Belum, Profesor mungkin marah jika aku mengatakannya. Katanya aku tak boleh berbicara dengan saudara kembarku. Dia sudah membuatku melakukan hal-hal yang mengerikan.”

“Oh, Enricho ...”Aulia berkata dengan nada penuh simpati, “Berapa kali kami harus mengatakan kepadamu, kebakaran itu sama sekali bukan salahmu. Begitu pula dengan bus itu ...”

“Banyak orang yang mati, Dok! Dan itu semua terjadi karena aku menuruti perkataan Radnock!” Enricho meringkuk di atas kasurnya, “Seharusnya aku dihukum seumur hidup! Kalian melakukan hal yang tepat dengan mengurungku di sini!”

“Tenanglah, Ric!” Aulia mengusap rambut pemuda itu, “Kami di sini akan menyembuhkanmu. Bersabarlah.”

Dokter itupun pergi, meninggalkannya sendirian di kamarnya.

Tidak, tidak sepenuhnya sendirian.

Kau menyukainya ya? Dokter itu?”

“Apa yang kau lakukan!” Enricho segera menutup telinganya dengan ketakutan, “Tidak seharusnya aku berbicara denganmu!”

Kau pasti menyukainya hehehe,” tawa suara itu, “Jika tidak, kau takkan mengatakan kepadanya tentang namaku ...”

“Sudah kubilang itu nama yang bodoh! Lagipula, kenapa kau memberi dirimu sebuah nama! Toh, kamu pasti segera mati begitu dokter-dokter itu mengoperasimu!”

“Hehehe ... kau ingin menyingkirkanku, Ric? Kenapa? Aku pikir kita saudara?”

“Kau bukan saudaraku! Kau membuatku melakukan hal-hal yang mengerikan pada orang lain!”

Justru mereka yang selama ini jahat dan berbohong kepadamu! Mereka takkan pernah mengoperasimu! Mereka membutuhkanku! Mereka lebih memerlukan-ku ketimbang dirimu! Karena itulah kau masih ada di sini!”

“Kau bohong!”

Mereka membutuhkan semua informasi yang kuceritakan kepadamu ... tentang sejarah bumi dan monster-monster dari angkasa luar luar itu! Mereka hanya ingin menemukan Cthulhu!”

“A .... aku tidak tahu apapun tentang Cthulhu!” Enricho masih menutup telinganya, namun suara itu masih bergaung di dalam dirinya.

Kau memang tidak tahu, tapi aku tahu! Aku punya segala pengetahuan tentang alam semesta ini. Namun aku sengaja menahan semua; yang kuceritakan kepadamu belum seluruhnya. Sebab jika tidak, aku takkan berguna lagi. Dan jika aku tak berguna lagi, maka kau-pun akan dibuang!”

“HENTIKAN! AKU TAK MAU LAGI MENDENGAR KEBOHONGANMU!” teriak Enricho.

Hehehe kau ingin bukti, Kakak? Malam ini mereka akan melakukan ritual itu.”

“Ritual? Ritual apa?”

Necronomicon! Aku bisa mencium bau darah yang digunakan sebagai tinta untuk menulis buku itu berkilo-kilometer jauhnya. Dari aroma halamannya yang terbuat dari kulit manusia, aku tahu buku itu sudah berada di sini!”

“Malam ini? Kenapa?”

Karena anak baru itu datang. Anak itu menggenapi jumlah mereka menjadi lima. Masing-masing satu untuk setiap sisi pentagram.”

“Astaga!” Enricho terbangun, “Maksudmu mereka akan mengorbankan anak-anak itu?”

 

BERSAMBUNG

 

7 comments: