Monday, November 6, 2023

LOVELESS CREATION – CHAPTER 6: THE ASTRONAUTS

 


A LOVECRAFTIAN NOVEL

 

“Dimana Luke?” tanya Amara dengan resah. Sam membaringkan dirinya di atas ranjang klinik di pesawat mereka. “Seharusnya dia sudah kembali sekarang.”

“Jangan khawatirkan dia!” dengus Sam dengan kesal, “Dia yang mencari masalah sendiri.”

“Jangan lupa, Sam! Hanya dia yang bisa membantu kita keluar dari planet ini.”

Sam menghela napas, “Baiklah, akan kucari dia ...”

Amara! Sam!” tiba-tiba radio mereka berbunyi, “Ce ... cepat buka pintunya!”

“Itu suara Luke!” Amara segera terbangun. “Kita harus menolongnya! Dia terdengar berada dalam kesulitan.”

“Bukankah dia bisa membuka pintunya sendiri? Ini aneh?” Sam merasakan kejanggalan, namun ia tetap bergegas untuk membuka pintu pesawat mereka.

Udara dalam atmosfer planet itu berhembus masuk ketika ia membuka pintu itu. Luke langsung ambruk ke dalam dalam kondisi berlumuran darah. Sam langsung mengerti mengapa Luke tak mampu membuka pintu itu sendirian.

Salah satu lengannya telah lenyap, seakan tercabut dari torsonya, meninggalkan darah yang mulai menggenang di lantai.

“Astaga! Apa yang terjadi padamu?” Sam langsung menariknya masuk dan menutup pintu itu rapat-rapat. Dilihatnya kondisi di luar melalui jendela untuk memastikan tak ada yang mengikutinya.

“Ki ... kita harus pergi dari planet ini!” gigi Luke bergemeretak, seolah-olah ia telah menyaksikan sesuatu yang amat mengerikan, “SEKARANG!”

“Ada apa ini?” tanya Amara tiba-tiba.

“Tapi hanya kau yang tahu caranya pergi dari sini!” balas Sam.

Dengan satu tangannya yang tersisa, ia merogoh sakunya dengan kepayahan dan mengeluarkan sebuah kunci, lalu melemparkannya ke arah Sam.

“Tuas itu! Tuas berwarna merah yang berada dalam kotak kaca. Tuas yang ada di depan kursiku ... dorong tuas itu maju ke depan! Ingat, jangan tarik tuas itu ke belakang!”

Sam bergegas ke panel kendali dan duduk di kursi kapten. Dilihatnya sebuah tuas merah sesuai perkataan Luke tadi. Dibukanya kotak kaca itu menggunakan kunci yang diberikan Luke. Iapun menggenggam tuas itu dengan tangannya dan ...

“JANGAN!” teriak Amara tiba-tiba, “Jangan lakukan itu! Dia berbohong!”

'”Apa maksudnya?” Sam menoleh ke arah gadis itu dengan raut bingung.

“Jika kau lakukan itu, pesawat ini akan menghancurkan dirinya sendiri.” Amara menatap Luke, “Benar kan?”

Self destruct?” Sam makin tak paham, “Pesawat ini dilengkapi dengan sistem self-destruct? Tapi ... bagaimana kau bisa tahu hal ini?”

“Aku membaca pikirannya.”

“Apa?”

Amara masih menatap Luke dengan tajam.

“Aku tak tahu bagaimana, namun pikirannya berdengung di dalam kepalaku ... Kau harus menarik tuasnya ke belakang, itu akan menciptakan wormhole.”

“JANGAN!” teriak Luke, “Pesawat ini tak boleh kembali ke Bumi! Jika kau melakukannya, kau akan menghancurkan planet kita!”

“Pembohong keparat!” maki Sam, “Berapa kali kau harus membohongi kami, Luke?!”

“Kau tidak mengerti! Kau tidak melihat apa yang aku lihat!” Luke tiba-tiba menarik pistolnya.

“Sam! Cepat bawa kita pergi dari sini!” jerit Amara.

Dengan segera, Sam langsung menarik tuas itu ke belakang. Namun bersamaan dengan itu, Luke menembakkan pistolnya hingga menciptakan lubang di pesawat itu.

***

 

“I ...itu semua terjadi?” Sam memandang Amara dengan tatapan tak percaya. “A ... apa yang terjadi setelah itu?”

“Yang jelas kau berhasil, Sam. Kau menyelamatkan kita.” Amara tersenyum, “Namun lubang yang diciptakan akibat tembakan dari pistol itu Luke sempat merusak pesawat dan menyebabkan pesawat kita jatuh setelah masuk ke dalam wormhole itu ...”

“Dan mundur selama 6 menit ...” Sam akhirnya mengerti. “Ta ... tapi apa yang terjadi sebenarnya? Kau bilang kau bisa membaca pikirannya. Itu amat tidak mungkin ...”

“Kau melihat kehidupan alien di luar sana. Apa kau masih tidak membuatmu menyadari bahwa ada sistem lain di luar sana yang bekerja dengan cara main dan peraturan yang berbeda dengan batasan-batasan yang kita miliki di Bumi?” tanya Amara, “Setelah aku bertemu dengan kaum Mi-Go, tiba-tiba saja aku memiliki kekuatan itu. Aku juga tak tahu ...”

“JAUHI DIA, SAM!” terdengar suara di belakangnya. Pemuda itupun menoleh dan melihat Bill tengah menodongkan senjatanya ke arah Amara.

“Komandan?” tanya Sam, “A ... apa yang Anda lakukan?”

“Kau harus tahu, kami sudah menguburkan Luke karena ia meninggal akibat tabrakan itu. Namun Amara ... dia sudah mati bahkan sebelum itu ...”

“A ... apa maksud Anda?”

“Dia sudah mati ketika ia masih di planet itu, Sam! Apapun yang ada di depan kita ... itu bukanlah Amara!”

“Saya tak percaya lagi pada Anda, Komandan! Saya menghormati Anda, sungguh ... bahkan saya sudah menganggap Anda sebagai ayah saya sendiri. Namun Anda membohongi saya! Anda berbohong tentang misi itu!”

“Maksudmu tentang wormhole? Harusnya itu menjadi sebuah kejutan yang manis, Sam. Perjalanan yang seharusnya mencapai 300 hari dipersingkat menjadi hanya beberapa detik. Kalian tak perlu mempelajari detail tentang misi kalian karena akan mempengaruhi psikologi kalian. Sebagai tentara seharusnya kau tahu bahwa kau hanya menuruti perintah, tak lebih dari itu!”

“Dan sistem self-destruction itu? Anda ingin kami semua mati di sana!”

“Aku hanya tak ingin kalian membawa virus atau kehidupan lain yang berbahaya dari Mars kembali ke sini. Aku hanya menjaga keselamatan penduduk Bumi, Sam! Sistem itu hanya dipergunakan pada keadaan yang sangat darurat dan jika memang tak ada pilihan lain!”

Bill masih menodongkan pistol itu ke arah Amara, tapi gadis itu hanya menanggapinya dengan santai. Tak ada ketakutan sedikitpun terpancar dari wajahnya.

“Tapi aku berkata jujur kali ini tentang gadis itu. Dia bukan Amara ... walaupun memang terlihat seperti dia!”

“Bagaimana Anda tahu?” tantang Sam, “Apa buktinya?”

“Ketika kami menemukan pesawat kalian kandas, kami menemukan Luke sudah tewas karena amputasinya dan kau sendiri dalam keadaan terluka parah hingga koma. Namun dia ... dia selamat tanpa luka lecet sedikitpun. Apa menurutmu itu masuk akal?”

Sam balik menatap Amara. “A ... apa itu benar?”

Amara hanya tersenyum.

“Kami mencoba mewawancarainya bahkan pada suatu kesempatan kami berhasil membedahnya dan hasilnya ... dia bukanlah Amara. Ada entitas lain yang mendiami tubuhnya. Seekor parasit. Amara yang sesungguhnya telah terbunuh di planet itu dan makhluk itu mengambil alih raganya. Sebelum kabur dari fasilitas kami, ia sempat mengaku dan menyebut dirinya sebagai Mi-Go ...”

“Ta ...tawon raksasa itu?” bisik Sam tak percaya.

“Bukan tawon, Sam.” Amara akhirnya membuka bibirnya, “Tapi jamur itu ...”

“Apa?”

“Jamur yang menjulang tinggi bak pilar penopang langit di permukaan planet itu ... itulah kami. Itulah Mi-Go.” senyumnya, “Pria tua itu memang benar, di kamus kalian, kami disebut parasit. Kami hidup; kami memiliki kesadaran; kecerdasan kami bahkan jauh melampaui ras kalian. Namun hanya ada satu kekurangan ... kami terpenjara dalam tubuh pasif kami. Kami hanyalah menara-menara menyerupai batu yang tak mampu melakukan apa-apa.”

“Karena itulah, kami menguasai tubuh makhluk lain. Kami menghasilkan spora dari tubuh asli kami yang kemudian terbang dan mendiami makhluk apapun yang berhasil kami darati. Aku kebetulan berada di dalam tubuh tawon-tawon raksasa itu, yang ironisnya, merupakan parasit juga bagi planet itu. Kemudian aku melihat tubuh kalian ... sungguh sempurna ... dan itu membuatku tergoda ...”

“Apa yang kau lakukan dengan Amara!” teriak Sam.

“Jangan khawatir. Ia sama sekali tak menderita saat ia mati.” gadis itu tertawa, “Justru dia harusnya bangga mendapat kehormatan didiami tubuhnya oleh ras unggul dan nyaris sempurna seperti kami ...”

“Kau ... jadi kau yang dimaksud Luke saat ia ingin menghancurkan planet kami! Kau-lah yang seharusnya tak kami bawa kembali ke Bumi ...”

Amara tertawa, “Oh, kau lagi-lagi salah besar, Sam! Bukan aku, melainkan tubuhnya sendiri.”

“Maksudmu Luke? Apa yang terjadi dengannya?”

“Kau harus mengerti terlebih dahulu planet apa yang kalian darati, Sam. Bahkan, sesungguhnya benda itu bukanlah sebuah planet, melainkan seorang Outer Gods.”

“Outer Gods?”

“Ya, sesungguhnya planet itu adalah satu organisme tunggal. Ia adalah seekor dewa yang dipanggil dengan nama Yuggoth.”

“Satu makhluk hidup tunggal? Itu mustahil, ukurannya ratusan kali lebih besar daripada Bumi!”

“Kitab Suci seluruh agama di dunia menyebutkan bahwa jauh sebelum manusia ada, alam kita ditempati oleh makhluk-makhluk raksasa. Ketika kalian membayangkan raksasa, otak kecil kalian yang terbatas hanya mampu menafsirkannya sebagai manusia dengan tinggi 5 atau 10 meter. Namun sesungguhnya, raksasa itu jauh lebih besar. Satu makhluk itu bisa menggenggam seluruh tata surya dalam kepalan tangannya. Mereka disebut Outer Gods!”

“Mereka adalah sisa-sisa dari alam semesta yang tercipta sebelum ini. Mereka sudah ada sebelum Big Bang. Namun, karena waktu mereka habis, seperti seluruh ciptaan yang ada sebelumnya, maka alam semesta merekapun dihancurkan. Akan tetapi, beberapa dari mereka berhasil selamat dan menyelinap masuk ke alam semesta yang baru ini. Beberapa bahkan sengaja dibuang di ruang antardimensi, di luar alam semesta ini sendiri.”

“Ada Outer Gods yang amat berkuasa, hingga mampu melihat menembus waktu dan mengetahui segalanya. Namun ada pula Outer Gods yang amat lemah hingga mereka terus tertidur semenjak waktu tercipta. Yuggoth adalah salah satu yang amat lemah. Pada awal mulanya, ketika alam semesta mereka masih ada, ia hanya seukuran bakteri di planet asal mereka. Karena itulah, banyak parasit yang kemudian tertarik mendiaminya.”

“Kau salah satunya?”

“Bukan,” dengan manis, Amara menggeleng, “Itu sebenarnya tujuan awalku datang ke tubuhnya, namun ternyata dia sudah telanjur didiami parasit lain. Sesuatu yang tak bisa kulawan.”

“Jika planet itu sesungguhnya adalah satu tubuh maka ...” Sam tiba-tiba menyadari sesuatu, “Rongga-rongga dalam planet itu ... terowongan-terowongan itu ... itu digali oleh parasit lain yang ada dalam tubuhnya! Menjadikannya hollow?”

“Tepat sekali,” bisik Amara, “Ia adalah parasit raksasa yang menggali dan memakan planet dari dalam, seperti cacing dalam usus kalian. Kami menyebutnya 'Gnatothoa', yakni 'sang tuhan yang berahang'. Ia adalah satu dari Outer Gods pula. Sangat ironis bukan, mereka saling memakan satu sama lain?”

“Mars ...” balas Sam, “Kehidupan di Mars juga musnah karena parasit itu.”

“Dan sebentar lagi, Bumi kalian akan mengalami nasib serupa.”

“A ... apa maksudmu?”

“Gnatothoa bukanlah makhluk tunggal, itu adalah nama spesies. Artinya, ada banyak dari mereka yang tersebar di alam semesta ini. Begitu sebuah planet selesai mereka makan, maka mereka akan kehabisan nutrisi dan akhirnya mati. Sebelum mereka mati, mereka akan menghasilkan keturunan berupa larva yang amat kecil. Jika larva itu tak mampu mencapai planet lain sebelum induknya mati, maka larva malang itu juga akan mati. Beruntung, sebelum itu terjadi, Luke datang.”

“Luke? Apa hubungannya dengan semua ini?”

“Luke mengikuti dua tawon itu karena penasaran dan rekan-rekanku dalam tubuh mereka memikatnya ke arah salah satu terowongan itu, dimana larva-larva Gnatothoa hidup ...”

“Astaga ... merekalah yang memutuskan tangannya ... karena itu Luke amat ketakutan!”

“Salah satu bahkan berhasil masuk ke dalam tubuhnya.”

“Apa?!”

“Pada dasarnya mereka adalah parasit. Ia tinggal dalam tubuh Luke dan tumbuh besar, memakan dirinya dari dalam. Dan walaupun Luke sudah mati, aku yakin larva itu masih bisa bertahan hidup ...”

“Astaga!” Bill akhirnya menyadari kesalahannya, “Dan kami sudah menguburkannya di dalam tanah.”

Amara kembali tersenyum, “Mengertikah kalian? Parasit itu sudah masuk ke Bumi dan mulai memakan planet kalian dari dalam. Beberapa ratus tahun ke depan, dunia kalian akhirnya akan mati, berserta seluruh penduduk yang diam di atasnya.”

“Kenapa kau lakukan ini?” teriak Bill, “Kenapa kau lakukan ini pada Bumi?”

“Sudah kuberitahu kan, kami adalah parasit yang mencari tubuh baru?”

“Kalian ingin mendiami tubuh kami?” tanya Sam geram.

Amara malah tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

“Jika Yuggoth yang sebuah planet saja seukuran debu bagi para Outer Gods lain, menurut kalian seberapa berhargakah kalian? Untuk apa kami mendiami tubuh tak berguna seperti milik kalian?” tawa Amara, “Aku datang ke planet ini karena aku tahu bahwa ada seorang Outer God yang luar biasa hebat tertidur di planet ini. Dia-lah yang kuinginkan!”

“Si ... siapa dia?”

“Namanya adalah Cthu ...”

“DOOOOR!!!”

Amara jatuh dengan lubang di kepalanya. Sam menoleh dan melihat Bill masih memegang pistolnya yang kini berasap.

“A ... apa yang kau lakukan?”

“Dia tak boleh menyebut namanya ...” dengan putus asa, Bill meletakkan momcong pistol itu ke pelipisnya, “Jika apa yang ia katakan benar, maka tak akan ada lagi harapan bagi planet ini.”

“TI .. TIDAK! TUNGGU ...”

Namun terlambat, Bill sudah menarik pelatuknya dan diiringi suara letusan yang menggaung, iapun jatuh terjerembap, tak bernyawa.

Sam ambruk ke tanah. Ia tak mampu lagi mencerna apa yang telah terjadi di depan matanya. Begitu banyak kengerian yang ia hadapi dalam sehari ini.

Kami tak bisa mati ....”

Suara itu terdengar dari belakangnya. Sam menoleh.

Dari dalam tubuh Amara yang kini terkulai di tanah, terlihat sebuah jamur berwarna hitam menyeruak dari dalam tubuhnya. Jamur itu tumbuh semakin tinggi hingga menyerupai sebuah pilar, sama seperti yang ia lihat di Planet Yuggoth.

Kami satu spesies dengan apa yang kalian sebut sebagai tuhan. Kami lebih tua ketimbang alam semesta ini. Kalian pikir kalian bisa membunuh kami?”

Sam mengernyit jijik melihat wujud asli makhluk itu.

“Tapi paling tidak aku bisa membuatmu menderita.” pemuda itu mengeluarkan pemantik api miliknya kemudian menyalakannya.

“Ini demi Amara!” iapun melemparkannya ke arah makhluk itu hingga membakarnya.

“AAAAAAARGH!!!” makhluk itu berteriak kesakitan. Sam hanya memandanginya ketika makhluk itu terbakar habis.

Namun Sam tahu, semua yang ia lakukan masihlah jauh dari kemenangan.

Larva Gnathotoa masihlah berada di dalam Bumi. Entah kapan, mungkin sehari, seminggu, setahun, seribu tahun, hingga larva itu akhirnya cukup besar.

Untuk memangsa Bumi dari dalam.

 

BERSAMBUNG

 

3 comments: