TIPU DAYA
NB: cerita ini adalah fan
fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak
memegang hak cipta atas tokoh ini.
“Ini
adalah saatnya perkenalan dramatis seperti yang biasa dilakukan Godam. Mumpung
mereka semua tercengang melihat kehadiranku.” pikir Gundala sambil senyum-senyum
sendiri.
Iapun
mengacakkan pinggangnya, mencoba tampil segagah mungkin.
“Aku
adalah ...”
“BRAAAAAK!!!”
Gundala
merasa tubuhnya seperti dihantam kereta. Ternyata makhluk raksasa itu keburu
menyerangnya sebelum Gundala sempat menyelesaikan perkataanya.
Gundala
mencoba memegang kedua tanduk monster itu dan menghentikannya, namun percuma.
Tenaga raksasa itu terlalu besar. Tubuhnya menghantam dinding dan terhimpit di
sana, diikuti suara sorakan para penonton.
Gundala
berusaha menyetrumnya, namun kemudian ia menyadari sesuatu.
Detak
jantung makhluk ini, bergema beberapa kali.
Apa
denyut jantungnya memang secepat ini?
Tidak,
ada banyak denyut jantung di dalamnya.
Makhluk
ini sedang hamil?
Gundala
mengurungkan niatnya untuk membunuh mahluk itu. Akan sangat tidak etis membunuh
hewan yang tengah bunting. Merasakan Gundala tak berusaha melawan, makhluk itu
akhirnya melepaskannya dan membiarkannya terpelanting ke tanah.
Kini
makhluk itu berbalik dan berusaha menyeruduk Kaisar Kronz.
Gundala
memutuskan membuat barrier listrik idi sekitar Kaisar Kronz berbentuk kubah.
Makhluk itu langsung mundur begitu tanduknya mengenai sengatan listrik di luar
kubah. Para penonton bersorak begitu melihat kurungan itu ternyata berhasil
menghentikan makhluk tersebut.
Kini
sebaliknya, Gundala mengurung makhluk tersebut dalam kurungan listrik yang sama
dan membebaskan Kaisar Kronz.
Telern
yang melihatnya tak tinggal diam dan mengutus beberapa prajuritnya untuk
menangkap mereka. Namun tentara-tentara itu dihentikan oleh Mlaar.
Makhluk
itu terus berusaha memecahkan barrier tersebut dengan menanduknya. Gundala
melihat sebuah kesempatan dan menyusun rencana yang menurutnya akan berhasil.
Ia
membuka barrier itu, sementara ia dan
Kaisar Kronz masih berada di pusat arena.
“Apa
kau gila?” seru Kaisar Kronz, “Dia akan menyeruduk kita!”
“Percayalah
pada saya, Baginda.”
Benar
rupanya, makhluk itu langsung mengincar mereka berdua dan berlari kencang ke
tengah arena. Gundala menunggu hingga makhluk itu cukup dekat dan ...
“BLAAAAR!!!”
Gundala
dan kaisar Kronz lenyap dalam percikan listrik sehingga triceratops raksasa itu
hanya menabrak udara kosong dan tak mampu berhenti, membuatnya menghantam
dinding tepat di bawah balkon dimana Telern dan anak buahnya berada.
“AAAAAA!!!”
teriakan bersahutan ketika balkon itu runtuh. Telern berhasil menyelamatkan
diri dan segera berlari ke tempat Argento berada.
Namun
Gundala segera menghadangnya, diikuti Kaisar Kronz yang rupanya telah
berteleportasi ke dalam bangunan gelanggang.
“Kau
tak bisa lolos, Telern!” Gundala siap untuk menghadapinya.
“Huh,
kenapa kau justru membela diktator itu!” Telern mengeluarkan pedangnya.
Namun
tangan melar dari Buana langsung menghantam pria itu hingga pedangnya jatuh dan
iapun tersungkur. Tangannya kemudian melilit pinggang Telern sehingga ia tak
mampu melarikan diri lagi.
“Kerja
bagus, Mlaar.”
Namun
tiba-tiba ...
“BYAAAAAAAAR!!!”
hempasan tsunami menenggelamkan mereka semua yang berada di ruangan itu. Seekor
hewan raksasa ikut terbawa air, menyerupai gurita dengan mata di tiap
tentakelnya.
“Makhluk
apa itu!” seru Gundala terkejut karena kemunculannya begitu mendadak.
“KRAKENOX!”
seru Kaisar Kronz, “Dia dikurung di dalam akuarium untuk pertunjukan gladiator
air di dasar gelanggang ini. Bagaimana ia bisa lolos?”
***
Tirhapy
langsung menyemburkan api ke arah Dhana, namun gadis itu dengan gesit
menghindar. Ia kemudian mengendalikan semua air yang ada di tempat itu hingga
meliuk di udara, keluar dari semua wadah mereka. Dia mengumpulkannya di udara
kemudian menyiramkannya ke udara, berharap akan memadamkan api yang dihasilkan
oleh Tirhapy.
Namun,
“BLAAAAR!!!” semburan api tersebut justru makin kuat. Tirhapy tertawa
terbahak-bahak.
“Terima
kasih, kau baru saja mengeluarkan anggur dan minyak dari seluruh ruangan ini
sebagai bahan bakarku agar seranganku semakin dahsyat!”
Dhana
kini tak berkutik. Ia baru saja membuat kesalahan. Untuk mengalahkan Tirhapy ia
butuh air yang sebenarnya. Ia merasakan keberadaannya dalam jumlah besar di
dasar gelanggang ini. Ada akuarium raksasa di bawah mereka, namun butuh usaha
kuat untuk mengangkatnya semua ke ruangan ini.
Dhana
memusatkan kekuatannya dan lantai di bawah merekapun rentak.
“BYAAAAAAR!!!”
air yang semua merembes tiba-tiba meledak ke atas karena terus menekan lantai
di atas, membanjiri ruangan itu.
Tanpa
Dhana sadari, seekor monster juga ikut keluar akibat serangannya tersebut.
“Kau
membebaskan KRAKENOX!” jerit puteri yang berlindung di belakangnya.
“Ah,”
keluh Dhana, “Kenapa sih yang kulakukan selalu salah!”
***
Tentakel
monster itu kini melilit tubuh Mlaar yang terpaksa melepaskan Telern karena tak
kuat himpitan monster itu.
“Aaaaaaargh!
Ini benar-benar ironis!” seru Mlaar, “Seperti karma saja!”
Gundala
berusaha menyetrumnya, namun percuma. Seakan makhluk itu sudah kebal terhadap
rasa sakit.
Dhana
segera masuk bersama dengan Putri Kepala Perak. Ia mengangkat tangannya dan
makhluk itupun melepaskan Mlaar.
Makhluk
itu segera pergi, mengikuti arus air yang kembali turun ke akuarium di bawah
mereka.
“Semua
makhluk penghuni air selalu menuruti perintahku,” ujar Dhana, “Walaupun mereka
dari planet lain sekalipun.”
“Telern!”
Argento segera menghampiri Telern yang tergeletak di lantai. Iapun sadar dan
segera memeluk kekasihnya.
Mlaar
terkejut melihat pemandangan itu.
“Ta
... tapi bukankah Telern memaksamu menikahinya?”
Argento
menatapnya dan menggeleng. Air mata mengalir dari pelupuk matanya, “Maafkan
aku, Mlaar. Namun aku tak pernah mencintaimu. Selama ini Telern hanya berusaha
melindungiku karena prajurit ayahmu akan membunuhku apabila aku menolak
perjodohan ini.”
“Apa?”
Mlaar terkejut, “Jadi tak pernah ada pemberontakan? Namun mengapa kau menculik
ayahku dan menyuruh Trio Disastro memburuku?”
“Demi
keselamatan Argento,” Telern menjawab, “Aku mencintainya dan akan melakukan
segalanya untuknya. Jika kau dan ayahmu masih hidup, maka nyawa Argento akan
selalu terancam.”
“Ta
... tapi aku tak pernah menginginkan kematian Argento,” jawab Mlaar, “Jika
memang ia tak mencintaiku, maka akupun tak keberatan membatalkan pernikahan
ini. Benar bukan, Ayah?”
Namun
di luar dugaan, Kaisar Kronz justru dengan tegas menggeleng.
“Pernikahan
itu harus dilakukan demi kelanggengan kerajaan kita. Kita membutuhkan kristal
itu dan pernikahan sepertinya adalah pertukaran yang adil.”
“Apa?”
“Selama
ini justru ayahmu-lah tokoh antagonisnya, Buana!” tuduh Dhana, “Ia merampok
planet-planet yang ia lalui dan menghancurkan matahari mereka demi menghasilkan
supernova. ‘Dian’ yang selalu kau junjung tinggi itu berasal dari pengorbanan
nyawa jutaan penghuni planet yang kalian hancurkan.”
“Apa
maksudnya?” Buana menatap ayahnya, “Itu tidak benar kan? ‘Dian’ yang selama ini
menjadi sumber energi kita adalah hasil ciptaan para ilmuwan kita kan?”
“Sudah
kuduga kau takkan mengerti, Mlaar.” jawab Kaisar Kronz, “Karena itu aku
memilihkan cerita ‘dongeng’ untukmu untuk menutupi segalanya. Karena aku tahu
hati rapuhmu pasti takkan mampu menerimanya.”
“Seperti
dongeng putri duyung yang tak sesuai dengan versi aslinya.” Dhana
menganalogikan.
“Tidak!
Itu tidak benar!” Gundala justru membela ayah Buana, “Aku yakin Kaisar Kronz
bukan diktator kejam seperti yang kalian katakan! Aku yakin ini semua hanya
salah paham!”
“Apa
kau tidak melihat monster-monster yang ia simpan?” Telern mencoba
meyakinkannya, “Itulah bentuk hukuman yang ia jatuhkan pada orang-orang yang
menentangnya, dengan mengorbankan mereka pada makhluk-makhluk itu!”
Gundala
menatap Kaisar Kronz tak percaya, “Lalu kenapa kau menyelamatkanku?”
“Mlaar
sejak dulu memang terlalu lemah untuk menjadi penerusku. Oleh sebab itu aku
memilihmu, Gundala.”
“Aku?”
“Ya,
kau adalah orang yang kuat dan melakukan apapun untuk mencapai tujuanmu.
Bahkan, seperti yang kulihat saat itu, mengabaikan orang yang kau cintai demi
menciptakan serum itu. Itulah kekuatan yang kukehendaki. Ambisi. Sesuatu yang
anakku, Mlaar tak pernah punya.”
“TIDAK!”
bantah Gundala. “Aku bukan orang seperti itu! Aku ...”
“Ayah
salah! Sancaka bukan orang semacam itu!” Mlaar justru membelanya.
“Aku
tak mau menjadi penerusmu jika aku harus menggunakan kekuatanku untuk
menghancurkan planet lain! Ambil kembali kekuatan ini! Aku tak sudi!!!” seru
Gundala murka.
“Jika
tak ada yang mau,” bisik seseorang yang melangkah masuk ke ruangan itu, “Aku
bersedia menjadi penguasa Covox saat ini juga!”
Semua
menoleh dan terkejut melihat keberadaannya.
Gadriel.
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment