Sunday, February 2, 2025

GUNDALA: SUPERNOVA – CHAPTER 7

 


TIPU DAYA

 

NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.

 

“Ini adalah saatnya perkenalan dramatis seperti yang biasa dilakukan Godam. Mumpung mereka semua tercengang melihat kehadiranku.” pikir Gundala sambil senyum-senyum sendiri.

Iapun mengacakkan pinggangnya, mencoba tampil segagah mungkin.

“Aku adalah ...”

“BRAAAAAK!!!”

Gundala merasa tubuhnya seperti dihantam kereta. Ternyata makhluk raksasa itu keburu menyerangnya sebelum Gundala sempat menyelesaikan perkataanya.

Gundala mencoba memegang kedua tanduk monster itu dan menghentikannya, namun percuma. Tenaga raksasa itu terlalu besar. Tubuhnya menghantam dinding dan terhimpit di sana, diikuti suara sorakan para penonton.

Gundala berusaha menyetrumnya, namun kemudian ia menyadari sesuatu.

Detak jantung makhluk ini, bergema beberapa kali.

Apa denyut jantungnya memang secepat ini?

Tidak, ada banyak denyut jantung di dalamnya.

Makhluk ini sedang hamil?

Gundala mengurungkan niatnya untuk membunuh mahluk itu. Akan sangat tidak etis membunuh hewan yang tengah bunting. Merasakan Gundala tak berusaha melawan, makhluk itu akhirnya melepaskannya dan membiarkannya terpelanting ke tanah.

Kini makhluk itu berbalik dan berusaha menyeruduk Kaisar Kronz.

Gundala memutuskan membuat barrier listrik idi sekitar Kaisar Kronz berbentuk kubah. Makhluk itu langsung mundur begitu tanduknya mengenai sengatan listrik di luar kubah. Para penonton bersorak begitu melihat kurungan itu ternyata berhasil menghentikan makhluk tersebut.

Kini sebaliknya, Gundala mengurung makhluk tersebut dalam kurungan listrik yang sama dan membebaskan Kaisar Kronz.

Telern yang melihatnya tak tinggal diam dan mengutus beberapa prajuritnya untuk menangkap mereka. Namun tentara-tentara itu dihentikan oleh Mlaar.

Makhluk itu terus berusaha memecahkan barrier tersebut dengan menanduknya. Gundala melihat sebuah kesempatan dan menyusun rencana yang menurutnya akan berhasil.

Ia membuka barrier itu, sementara ia dan Kaisar Kronz masih berada di pusat arena.

“Apa kau gila?” seru Kaisar Kronz, “Dia akan menyeruduk kita!”

“Percayalah pada saya, Baginda.”

Benar rupanya, makhluk itu langsung mengincar mereka berdua dan berlari kencang ke tengah arena. Gundala menunggu hingga makhluk itu cukup dekat dan ...

“BLAAAAR!!!”

Gundala dan kaisar Kronz lenyap dalam percikan listrik sehingga triceratops raksasa itu hanya menabrak udara kosong dan tak mampu berhenti, membuatnya menghantam dinding tepat di bawah balkon dimana Telern dan anak buahnya berada.

“AAAAAA!!!” teriakan bersahutan ketika balkon itu runtuh. Telern berhasil menyelamatkan diri dan segera berlari ke tempat Argento berada.

Namun Gundala segera menghadangnya, diikuti Kaisar Kronz yang rupanya telah berteleportasi ke dalam bangunan gelanggang.

“Kau tak bisa lolos, Telern!” Gundala siap untuk menghadapinya.

“Huh, kenapa kau justru membela diktator itu!” Telern mengeluarkan pedangnya.

Namun tangan melar dari Buana langsung menghantam pria itu hingga pedangnya jatuh dan iapun tersungkur. Tangannya kemudian melilit pinggang Telern sehingga ia tak mampu melarikan diri lagi.

“Kerja bagus, Mlaar.”

Namun tiba-tiba ...

“BYAAAAAAAAR!!!” hempasan tsunami menenggelamkan mereka semua yang berada di ruangan itu. Seekor hewan raksasa ikut terbawa air, menyerupai gurita dengan mata di tiap tentakelnya.

“Makhluk apa itu!” seru Gundala terkejut karena kemunculannya begitu mendadak.

“KRAKENOX!” seru Kaisar Kronz, “Dia dikurung di dalam akuarium untuk pertunjukan gladiator air di dasar gelanggang ini. Bagaimana ia bisa lolos?”

***

 

Tirhapy langsung menyemburkan api ke arah Dhana, namun gadis itu dengan gesit menghindar. Ia kemudian mengendalikan semua air yang ada di tempat itu hingga meliuk di udara, keluar dari semua wadah mereka. Dia mengumpulkannya di udara kemudian menyiramkannya ke udara, berharap akan memadamkan api yang dihasilkan oleh Tirhapy.

Namun, “BLAAAAR!!!” semburan api tersebut justru makin kuat. Tirhapy tertawa terbahak-bahak.

“Terima kasih, kau baru saja mengeluarkan anggur dan minyak dari seluruh ruangan ini sebagai bahan bakarku agar seranganku semakin dahsyat!”

Dhana kini tak berkutik. Ia baru saja membuat kesalahan. Untuk mengalahkan Tirhapy ia butuh air yang sebenarnya. Ia merasakan keberadaannya dalam jumlah besar di dasar gelanggang ini. Ada akuarium raksasa di bawah mereka, namun butuh usaha kuat untuk mengangkatnya semua ke ruangan ini.

Dhana memusatkan kekuatannya dan lantai di bawah merekapun rentak.

“BYAAAAAAR!!!” air yang semua merembes tiba-tiba meledak ke atas karena terus menekan lantai di atas, membanjiri ruangan itu.

Tanpa Dhana sadari, seekor monster juga ikut keluar akibat serangannya tersebut.

“Kau membebaskan KRAKENOX!” jerit puteri yang berlindung di belakangnya.

“Ah,” keluh Dhana, “Kenapa sih yang kulakukan selalu salah!”

***

 

Tentakel monster itu kini melilit tubuh Mlaar yang terpaksa melepaskan Telern karena tak kuat himpitan monster itu.

“Aaaaaaargh! Ini benar-benar ironis!” seru Mlaar, “Seperti karma saja!”

Gundala berusaha menyetrumnya, namun percuma. Seakan makhluk itu sudah kebal terhadap rasa sakit.

Dhana segera masuk bersama dengan Putri Kepala Perak. Ia mengangkat tangannya dan makhluk itupun melepaskan Mlaar.

Makhluk itu segera pergi, mengikuti arus air yang kembali turun ke akuarium di bawah mereka.

“Semua makhluk penghuni air selalu menuruti perintahku,” ujar Dhana, “Walaupun mereka dari planet lain sekalipun.”

“Telern!” Argento segera menghampiri Telern yang tergeletak di lantai. Iapun sadar dan segera memeluk kekasihnya.

Mlaar terkejut melihat pemandangan itu.

“Ta ... tapi bukankah Telern memaksamu menikahinya?”

Argento menatapnya dan menggeleng. Air mata mengalir dari pelupuk matanya, “Maafkan aku, Mlaar. Namun aku tak pernah mencintaimu. Selama ini Telern hanya berusaha melindungiku karena prajurit ayahmu akan membunuhku apabila aku menolak perjodohan ini.”

“Apa?” Mlaar terkejut, “Jadi tak pernah ada pemberontakan? Namun mengapa kau menculik ayahku dan menyuruh Trio Disastro memburuku?”

“Demi keselamatan Argento,” Telern menjawab, “Aku mencintainya dan akan melakukan segalanya untuknya. Jika kau dan ayahmu masih hidup, maka nyawa Argento akan selalu terancam.”

“Ta ... tapi aku tak pernah menginginkan kematian Argento,” jawab Mlaar, “Jika memang ia tak mencintaiku, maka akupun tak keberatan membatalkan pernikahan ini. Benar bukan, Ayah?”

Namun di luar dugaan, Kaisar Kronz justru dengan tegas menggeleng.

“Pernikahan itu harus dilakukan demi kelanggengan kerajaan kita. Kita membutuhkan kristal itu dan pernikahan sepertinya adalah pertukaran yang adil.”

“Apa?”

“Selama ini justru ayahmu-lah tokoh antagonisnya, Buana!” tuduh Dhana, “Ia merampok planet-planet yang ia lalui dan menghancurkan matahari mereka demi menghasilkan supernova. ‘Dian’ yang selalu kau junjung tinggi itu berasal dari pengorbanan nyawa jutaan penghuni planet yang kalian hancurkan.”

“Apa maksudnya?” Buana menatap ayahnya, “Itu tidak benar kan? ‘Dian’ yang selama ini menjadi sumber energi kita adalah hasil ciptaan para ilmuwan kita kan?”

“Sudah kuduga kau takkan mengerti, Mlaar.” jawab Kaisar Kronz, “Karena itu aku memilihkan cerita ‘dongeng’ untukmu untuk menutupi segalanya. Karena aku tahu hati rapuhmu pasti takkan mampu menerimanya.”

“Seperti dongeng putri duyung yang tak sesuai dengan versi aslinya.” Dhana menganalogikan.

“Tidak! Itu tidak benar!” Gundala justru membela ayah Buana, “Aku yakin Kaisar Kronz bukan diktator kejam seperti yang kalian katakan! Aku yakin ini semua hanya salah paham!”

“Apa kau tidak melihat monster-monster yang ia simpan?” Telern mencoba meyakinkannya, “Itulah bentuk hukuman yang ia jatuhkan pada orang-orang yang menentangnya, dengan mengorbankan mereka pada makhluk-makhluk itu!”

Gundala menatap Kaisar Kronz tak percaya, “Lalu kenapa kau menyelamatkanku?”

“Mlaar sejak dulu memang terlalu lemah untuk menjadi penerusku. Oleh sebab itu aku memilihmu, Gundala.”

“Aku?”

“Ya, kau adalah orang yang kuat dan melakukan apapun untuk mencapai tujuanmu. Bahkan, seperti yang kulihat saat itu, mengabaikan orang yang kau cintai demi menciptakan serum itu. Itulah kekuatan yang kukehendaki. Ambisi. Sesuatu yang anakku, Mlaar tak pernah punya.”

“TIDAK!” bantah Gundala. “Aku bukan orang seperti itu! Aku ...”

“Ayah salah! Sancaka bukan orang semacam itu!” Mlaar justru membelanya.

“Aku tak mau menjadi penerusmu jika aku harus menggunakan kekuatanku untuk menghancurkan planet lain! Ambil kembali kekuatan ini! Aku tak sudi!!!” seru Gundala murka.

“Jika tak ada yang mau,” bisik seseorang yang melangkah masuk ke ruangan itu, “Aku bersedia menjadi penguasa Covox saat ini juga!”

Semua menoleh dan terkejut melihat keberadaannya.

Gadriel.

BERSAMBUNG

 

No comments:

Post a Comment