NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.
Apakah semesta akan sedemikian
baiknya menyingkapkan rahasia-nya untukku?
Aku di sini, menjadi
satu-satunya manusia yang pernah masuk ke lubang hitam, dan merasakan apa
efeknya.
Namun akankah aku hidup untuk
menceritakan ini semua?
***
Ia tak
tahu dimana Gadriel yang telah menariknya ke dalam neraka terkutuk ini. Ia tak
memiliki teori bagaimana ia bisa melarikan diri dari kegelapan ini. Tak ada
hukum fisika tercanggih sekalipun yang diketahui manusia mampu menjelaskan apa
yang berada di dalam lubang hitam.
Dan
apa yang berada di ujungnya.
Kekuatan
listriknya bak sebutir debu nisbi di hadapan badai partikel kuantum yang kini
menjebaknya. Tak ada kekuatan di alam semesta yang mampu melawan cekikan
gravitasi Jembatan Einstein – Rosen ini. Bahkan foton yang sedemikian ringan
pun tak bisa lolos. Gundala sadar benar ia tak memiliki kuasa apapun di sini.
Tiba-tiba
ia merasa tubuhnya jatuh dan menghantam tanah.
Apa yang terjadi?
Materi?
Tanah yang dihantamnya jelas berwujud.
Apa ia
sudah keluar dari lubang hitam?
Ia
mendongak ke atas dan melihat sebuah pusaran yang berlawanan dengan lubang
hitam: sebuah lubang putih. Pusaran itu memuntahkan apapun yang telah dihisap wormhole itu, bahkan cahaya.
Lubang
itupun menyusut dan menghilang.
“Tunggu!”
Gundala berusaha bangkit dan mengejarnya, namun percuma.
Ia
lalu menoleh melihat kehancuran yang mengelilinginya.
Ia
berada di sebuah kota mati yang luluh lantak seperti habis tertimpa serangan
bom atom. Segalanya hancur, rata dengan tanah. Hanya ada bangkai bangunan,
memperlihatkan kerangka besinya menjulang dengan fasad beton yang telah lapuk.
Onggokan kendaraan berkarat tercecer di jalan. Sementara itu langit gelap
pekat, seolah harapan terkecil-pun telah pupus.
Tak
ada satupun kehidupan terendus di tempat ini.
Matanya
membelalak ketika ia melihat sebuah menara di kejauhan.
Ia
berkali-kali mengucek matanya, namun ia tak mungkin salah mengenalinya.
Itu
Monas.
Walaupun
ujungnya telah patah, namun tak salah lagi.
Berarti
kota yang musnah ini ...
Ini Jakarta?
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment