Thursday, March 6, 2025

GUNDALA: PATRIOT – TEASER

 


 NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.


Apakah semesta akan sedemikian baiknya menyingkapkan rahasia-nya untukku?

Aku di sini, menjadi satu-satunya manusia yang pernah masuk ke lubang hitam, dan merasakan apa efeknya.

Namun akankah aku hidup untuk menceritakan ini semua?

***

 Sancaka merasa tubuhnya mulur. Benar kata Einstein, peletak dasar teori relativitas, bahwa jika manusia masuk ke dalam lubang hitam, maka tubuhnya akan melar seperti spaghetti. Ia hanya berharap efek ini tidak akan permanen seperti yang dialami Mlaar.

Ia tak tahu dimana Gadriel yang telah menariknya ke dalam neraka terkutuk ini. Ia tak memiliki teori bagaimana ia bisa melarikan diri dari kegelapan ini. Tak ada hukum fisika tercanggih sekalipun yang diketahui manusia mampu menjelaskan apa yang berada di dalam lubang hitam.

Dan apa yang berada di ujungnya.

Kekuatan listriknya bak sebutir debu nisbi di hadapan badai partikel kuantum yang kini menjebaknya. Tak ada kekuatan di alam semesta yang mampu melawan cekikan gravitasi Jembatan Einstein – Rosen ini. Bahkan foton yang sedemikian ringan pun tak bisa lolos. Gundala sadar benar ia tak memiliki kuasa apapun di sini.

Tiba-tiba ia merasa tubuhnya jatuh dan menghantam tanah.

Apa yang terjadi?

Materi? Tanah yang dihantamnya jelas berwujud.

Apa ia sudah keluar dari lubang hitam?

Ia mendongak ke atas dan melihat sebuah pusaran yang berlawanan dengan lubang hitam: sebuah lubang putih. Pusaran itu memuntahkan apapun yang telah dihisap wormhole itu, bahkan cahaya.

Lubang itupun menyusut dan menghilang.

“Tunggu!” Gundala berusaha bangkit dan mengejarnya, namun percuma.

Ia lalu menoleh melihat kehancuran yang mengelilinginya.

Ia berada di sebuah kota mati yang luluh lantak seperti habis tertimpa serangan bom atom. Segalanya hancur, rata dengan tanah. Hanya ada bangkai bangunan, memperlihatkan kerangka besinya menjulang dengan fasad beton yang telah lapuk. Onggokan kendaraan berkarat tercecer di jalan. Sementara itu langit gelap pekat, seolah harapan terkecil-pun telah pupus.

Tak ada satupun kehidupan terendus di tempat ini.

Matanya membelalak ketika ia melihat sebuah menara di kejauhan.

Ia berkali-kali mengucek matanya, namun ia tak mungkin salah mengenalinya.

Itu Monas.

Walaupun ujungnya telah patah, namun tak salah lagi.

Berarti kota yang musnah ini ...

Ini Jakarta?

BERSAMBUNG

 

No comments:

Post a Comment