Saturday, July 22, 2023

FINAL GIRLS: CHAPTER 1 PART 2

Dari bagian pertama, kita sudah mengetahui bahwa danau yang dinamakan Telaga Angker itu dihantui sebuah urban legend menakutkan. Konon arwah Joko Lelono-lah yang membantai seluruh penduduk desa yang dulu telah menyebabkan kematiannya. Namun siapa sangka, kutukan ratusan tahun itu kembali mengejawantah setelah kedatangan keluarga Ratna dan para tamunya mulai mengusik keheningan danau hantu itu.

Tapi benarkah ini semua adalah perbuatannya?


“TELAGA ini ternyata seram juga ya kalau malam-malam gini, guys?” Andri berbicara ke arah kameranya. Seharusnya ia meng-upload semua hasil vlog-nya malam ini, termasuk menyombongkan hasil pancingannya. Namun, jika Andri harus menilik satu-satunya kekurangan tempat ini, maka itu hal itu pastilah ketiadaan wifi. Tapi tak masalah, pikir Andri. Ia bisa mengunggah semuanya esok hari ketika ia pulang ke Bandung.

“Kalian semua pasti sudah pernah dengar kan mitos tentang Joko Lelono yang dulu membantai ... hei,” Andri menyadari ada seseorang terlihat dari balik selfie-nya. Iapun menurunkan kameranya dan menoleh.

“Hei, kau lagi? Kau kan yang tadi kulihat di tepi danau?” Andri sudah tahu bahwa tadi ia tak salah lihat, “Siapa kau? Apa kau tamu di sini juga?”

Ketika sosok itu mendekat, barulah Andri bisa melihat topeng putih yang ia kenakan.

Andri nyaris terkekeh, “Wah, pasti Pak Machmuri yang menyuruhmu berpura-pura jadi Joko Lelono ya supaya resort-nya ini viral? Ada-ada saja juga teknik marketingnya, menakut-nakuti tamunya dengan legenda lokal seperti ini.”

Namun ketika sosok itu terus mendekat, bahkan mengeluarkan sebilah pisau dari balik punggungnya, barulah Andri mengendus ada yang tidak beres.

“Tu ... tunggu ... apa yang akan kau lakukan?” Andri bergerak mundur, tapi terlambat.

“Mau apa kau? Tunggu ... AAAAAAAAA!!!”


***


Lola menikmati kucuran air hangat yang membanjiri tubuhnya dari pancuran. Ia terkejut di tempat seterpencil ini, ternyata ia masih bisa mandi air panas; hal yang paling wajib dilakukan baginya ketika malam menyingsing tiba.

“Kurasa aku akan memberi hotel ini skor 3,5. Bagaimana menurutmu, Sayang?”

Tak ada jawaban. Lola pikir karena suara shower yang bergemuruh membuat suaminya tak mampu mendengar pertanyaannya dengan jelas. Atau sebaliknya, mungkin ia sendiri yang tak bisa mendengar jawaban Agesta. Yang jelas, itu tak membuatnya menghentikan pancuran yang membasahi tubuhnya itu.

“Sayang?” Lola terheran ketika membuka matanya dari guyuran air dan melihat sesosok siluet dari balik tirai mandinya.

“Say,” goda Lola, “Apa kamu mau masuk?”

Namun ketika sosok itu mulai mendekat, barulah ia melihat suatu keganjilan. Sosok itu terlalu tinggi, jelas bukan suaminya yang bertubuh pendek.

“Ages!” teriak Lola, mulai menutupi tubuhnya dengan handuk, “Ges!”

Tanpa peringatan, sosok misterius itu menghujamkan pisau ke tirai mandinya itu hingga menyobek menembusnya, bahkan hampir mengenai tubuh Lola.

“AAAAAA!!!” jerit wanita itu dengan panik. Ia berusaha keluar dari dalam bathub, tapi ia justru terpeleset dan terjatuh. Kemudian, pisau itu mulai menghujam tubuhnya berkali-kali, meninggalkan jejak darah yang bercampur dengan derasnya air hangat serta jeritan yang menggema.

Sementara itu, di atas ranjang, tergeletak Agesta, tak lagi bernyawa dengan puluhan luka tusuk di tubuhnya. Darahnya membanjiri ranjang dan menyesap ke dalam setiap fabriknya.


***


“AAAAAA!” Ratna menjerit ketika membuka pintu ruang bawah tanah. Ia tadi mengira mendengar suara dari dalam sana dan begitu ia membukanya, terlihat seorang gadis, masih berseragam SMA, tergeletak dalam keadaan terikat dan berlumuran darah.

“Ada apa, Rat?” terdengar suara dari belakangnya.

“Kak Cindy ... lihat ... ada mayat di ...” Ratna bersiap menunjuk ruang bawah tanah hotel itu. Namun begitu menengok, ia terhenyak begitu melihat tubuh Cindy berlumuran darah dengan sebuah pisau teracung di tangannya.

Cindy menyadari ketakutan yang berbinar dalam mata gadis itu.

“Ja ... jangan salah paham! Aku tadi menemukan mayat Pak Agesta dan istrinya di kamar mereka. Sedangkan pisau ini, aku menggunakannya untuk membela diri. Ada pembunuh di dalam resort ini!”

“Kak ... kumohon jangan sakiti aku ...” Ratna masih tak mempercayai ucapan Cindy.

“A ... aku berkata jujur ... bukan aku yang ... AAAAAAAAAAA!!!” tiba-tiba sesosok bertopeng muncul dari belakang Cindy dan menjerat kepalanya dengan plastik kresek. Gadis itupun menjatuhkan pisaunya dan meronta, tapi sosok itu terus membekapnya tanpa ampun. Iapun tak mampu lagi bernapas dan akhirnya ambruk, teronggok lesu, tak bernyawa.

Ratna menjerit dan segera berlari keluar dari ruangan itu.


***


“Bunda!” ia segera teringat, “Aku nggak bisa meninggalkan Bunda!”

Ratna-pun segera naik ke kamar ibunya.

“Bunda! Kita harus pergi!”

“Ada apa, Sayang?” Ambar yang masih mendengarkan musik ala 60-an menoleh dengan heran ke arahnya, “Kamu kok kelihatan pucat begitu?”

“Kita harus pergi dari sini!” iapun menggandeng tangan ibunya dan memaksanya turun dari ranjang.

“Apa yang kau ...”

Tiba-tiba terdengar suara sirine dari luar. Ia menengok keluar dan melihat sebuah mobil yang dikenalinya sebagai milik penjaga taman nasional, diikuti beberapa mobil polisi, parkir di halaman depan hotel mereka.

“Mereka pasti datang untuk menolong kita!” Ratna segera menarik tangan ibunya, tapi Ambar sepertinya enggan untuk pergi mengikuti anak gadisnya itu sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Katakan dulu, apa yang terjadi!”

“Joko Lelono, Bun! Joko Lelono benar-benar ada dan membunuh orang-orang di sini!”

“Apa maksudmu! Itu tidak mungkin!”

“Tapi itu benar ... AAAAA!” Ratna menjerit begitu melihat sosok yang tadi dilihatnya membantai Cindy tiba-tiba muncul dari balik kegelapan dan meraih tubuh ibunya.

“BUNDA!” jerit Ratna, tapi terlambat. Sosok itu terus menarik tubuh ibunya hingga lenyap ke dalam kegelapan.

Ratna sejenak hendak mengejar mereka, tapi ia mengurungkan niatnya dan memutuskan turun untuk meminta bantuan pada para polisi itu.

“Tolong! Tolong!” iapun bergegas turun dan keluar dari pintu depan. Di sana, para polisi terkejut melihatnya.

“Ada pembunuh ....” tapi sebelum Ratna sempat melanjutkan perkataanya, para polisi itu keburu menarik senjata dari sabuk mereka.

“Menunduk!” teriak mereka, “MENUNDUK!”

Para polisi itu kini membidikkan pistol mereka ke arah Ratna. Ah bukan, gadis itu dengan cepat menyadarinya. Mereka membidik tepat ke belakang Ratna. Ia sempat menoleh untuk melihat apa yang tengah mereka bidik. Ratna tersentak ketika melihatnya.

Sosok bertopeng putih itu berdiri tepat di ambang pintu, sembari memegang pisau berlumuran darah.

Ratna segera menunduk dan para polisi itupun menembakkan peluru mereka ke arah sang pembunuh itu hingga tubuhnya terkoyak timah-timah panas dan akhirnya ambruk tak berdaya.

Para polisi segera menghampiri tubuh itu, sementara Ratna mengikuti mereka dari belakang, penasaran akan identitasnya.

Ketika mereka membuka topengnya, gadis itupun terperanjat.

“Mustahil!” jeritnya, “Mustahil!”


BERSAMBUNG



2 comments: