Monday, December 4, 2023

LOVELESS CREATION – CHAPTER 10: THE BLIND IDIOT GOD

 


A LOVECRAFTIAN NOVEL

 

“Kita beneran mau makan ini semua?” Andri menyiapkan pisau dan garpu untuk menyantap semua persediaan daging mereka di dapur.

“Kau dengar sendiri kata Suster Frida tadi. Pekerjaan kita akan selesai jadi jangan sampai semua makanan ini mubazir.”

“Entahlah, kita bakalan jadi pengangguran sehabis ini ...”

“Hei, aku jamin pesangon kita bakalan banyak! Ayo!”

Tiba-tiba saja lampu di atas mereka mati.

“Hah, apa ini? Mati listrik?”

Andri pun menyalakan senter yang ada di pinggangnya, “Kurasa iya ... hei!” teriaknya tiba-tiba.

“Ada apa?”

“Kurasa senterku menyorot seseorang tadi, tapi dia keburu menghilang.”

“Siapa?”

“Kau takkan percaya ini,” Andri ragu, “Namun aku sepertinya melihat Adit.”

“Anak Blind Idiot itu? Kau pasti bercanda. Berjalan saja dia tak bisa.”

“Ti ... tidak! Apa mungkin percobaan yang dilakukan Profesor benar-benar berhasil pada mereka?”

“Itu mustahil, Bro! Pasti kau salah lihat!”

Tiba-tiba lampu di ruangan itu menyala kembali. Namun mereka kembali terkejut akan apa yang mereka lihat.

“AAAAAAK!” teriak Ryan, “ADIT!”

Namun anak itu justru tersenyum. Diangkatnya tangannya ke arah Ryan dan tiba-tiba saja tangan pria yang masih menggenggam pisau itu mengacung ke atas.

“A ... apa ini?” tanya Ryan ketakutan, “Tanganku bergerak sendiri.”

“A ... aku juga sama sekali tak bisa bergerak!” tubuh Andri mematung.

Adit menggerakkan tangannya kembali, kali ini ke arah Andri. Di saat yang sama, Ryan menusukkan pisau itu tepat ke perut Andri.

“AAAAAKH ... APA YANG KAU LAKUKAN?” jeritnya kesakitan.

Adit menggerakkan tangannya lagi dan Ryan-pun kembali menusuknya hingga darah mengalir makin deras keluar.

“Ma ... maafkan aku ...” Ryan menangis dibuatnya, “A ... aku sama sekali tak bisa mengendalikan tanganku ...”

“JLEB! JLEB! JLEB!!!”

Dia terus menusuk-nusuk tubuh Andri, sementara Adit tertawa-tawa melihatnya.

Apa kau pikir kami tidak tahu kau menyebut kami apa?”

Seutas suara lain muncul. Andri dan Ryan melirik dengan sudut mata mereka dan melihat anak yang lain, Rizky, berdiri di samping mereka.

Ia mengangkat tangannya dan seketika pisau di tangan Ryan meluncur terbang, melukai tangannya sendiri. Tak hanya itu, semua benda logam di ruangan itu berderak-derak.

“Ma ... maafkan kami ...” tangis Ryan. “Apa yang akan kalian lakukan?”

Adit tersenyum dan menjawab, “Menyiksa kalian tentu saja!”

Anak itu mengangkat tangannya kembali dan kali ini tangan Ryan bergerak maju, ke arah luka menganga di perut Andri.

Ia kemudian memasukkannya dan meraih ususnya, lalu menariknya keluar.

“AAAARGH!!!” teriak Andri kesakitan, “Apa yang kau lakukan???”

Adit menurunkan tangannya dan tubuh Andri pun lunglai, jatuh ke tanah. Ia serasa tenggelam di genangan darahnya sendiri. Sementara itu tubuh Ryan yang juga terlepas dari pengaruh Adit ikut ambruk, namun ia buru-buru merangkak ke arah pintu.

“Jangan coba-coba kabur! Kami belum selesai denganmu!” Rizky mengangkat tangannya dan tiba-tiba saja, sebuah kulkas tiba-tiba saja terbang dan menghantam pintu keluar, menutupinya.

“Ck ... ck ... ck ... kau tampak menderita ya?” terdengar seutas suara lain, kali ini seorang perempuan.

“Bal ... Balqis ...” rintih Andri yang terkapar berlumuran darah di lantai. Dilihatnya gadis itu juga mampu bercakap dengan normal, tak lagi terlihat seperti “Blind Idiot” seperti ia biasa menyebutnya. “To ... tolong aku ... kumohon ...”

“Jangan khawatir!” Balqis mengangkat tangannya dan terlihat bara air keluar dari tangannya itu. “Aku akan mengakhiri semua penderitaanmu.”

“AAAAARGH! AAAAAARGH!!!” teriakan Andri makin kencang ketika tiba-tiba api melalap seluruh tubuhnya. Ryan berteriak histeris melihat temannya terbakar hidup-hidup, sementara ketiga anak itu justru tertawa-tawa.

“Apa yang akan kita lakukan dengannya?” tanya Adit sambil melirik ke satu-satunya perawat yang tersisa di ruangan itu.

“Tindikan di lidah dan kelopak matanya terlihat bagus.” Rizky mengulurkan tangannya ke arah pemuda itu, “Aku ingin melihatnya lebih dekat.”

“TI ... TIDAAAAAK!!!” teriak ngeri pemuda itu ketika tindikan-tindikannya mulai tertarik ke arah Rizky dan menyayat lidah serta kelopak matanya.

“Oh,” Rizky tiba-tiba menyadari sesuatu, “Kau masih punya satu tindikan lain, ya?”

***

 

“Dimana mereka?” seru Profesor Alghiffari. Kedua kroninya juga mencari kelima anak itu dan mulai melupakan kehadiran Enricho di sana.

“Apa yang kalian lakukan pada mereka?” teriak Enricho.

“Kami juga tidak tahu!” balas Chalid, “Bukan kami yang melakukannya!”

“Apa kau mencariku?” tiba-tiba terdengar seutas suara. Mereka berempat menoleh ke sumber suara itu.

“El ... Elsa ...” Frida tampak lega melihatnya, “Kau sudah sembuh?”

“Apa yang terjadi selama ini pada kami adalah anugrah, Suster; bukan kutukan. Namun sayang, kalian justru menganggap rendah kami dan menyebut kami 'Blind Idiot'!” jawab Elsa dengan dingin. “Aku tahu kau paling menyayangiku di antara yang lainnya. Maka dari itu, sebelum saudara-saudaraku yang lain datang, aku akan membuat kematianmu cepat dan tidak menyakitkan!”

Elsa mengangkat tangannya ke arah Frida dan tiba-tiba angin dingin berhembus ke arah suster itu. Tubuhnya seketika membeku menjadi balok es. Elsa meniupnya dan tubuh Fridapun langsung terpecah, berantakan, dan potongan-potongan tubuhnyapun terpental ke segala arah.

“HAHAHAHAHA!” terdengar tawa Elsa, namun yang lain justru menyahutinya dengan teriakan ketakutan.

“A ... apa yang kau lakukan?!” teriak Profesor Alghiffari. Sementara itu Dokter Chalid tak membuang waktu dan segera berlari meraih pintu keluar.

“Mau kemana kau? Pestanya baru saja dimulai!” tiba-tiba saja dinding di atas pintu runtuh dan menutupi jalan keluar mereka. Chalid menoleh dan melihat Budi tengah melayang di udara.

“Jangan pergi dong, Dok. Kita tunggu teman-temanku sambil kita bermain!” Budi mengangkat tangannya ke arah Chalid dan tiba-tiba saja tubuhnya melayang mengikuti gerakan tangannya dan terbanting ke tengah ruangan.

“Ku ... kumohon jangan bunuh aku ...” pinta Chalid sambil tersimpuh di tengah ruangan.

“Kalian sudah membereskan kedua sampah itu?” Elsa menoleh begitu melihat tiga anak yang lain masuk ke dalam ruangan itu sembari melayang.

“Ya, kami sudah cukup bersenang-senang.” ujar Rizky, “Namun tak ada salahnya tambah satu lagi.”

Anak itu menatap Chalid dengan tajam dan tersenyum.

“Kau punya alat pacu jantung ya?”

“Ti ... tidak, kumohon ...” Chalid langsung ketakutan melihat kebengisan yang terpancar di mata anak-anak itu.

“Alat pacu jantung terbuat dari logam.” Rizky mengangkat tangannya ke arah dokter bedah itu, “Dan aku suka logam!”

“AAAAAARGH!!!”

Enricho mengernyit ngeri ketika Rizky menarik alat pacu jantung itu keluar menembus dada Chalid. Pria itupun langsung terkulai tak bernyawa di lantai, terbenam dalam darahnya sendiri.

“Kalian benar-benar kejam!” teriak Enricho dari kejauhan.

“Jangan pikir kau berbeda dengan kami!” balas Adit, “Aku bisa membaca pikiranmu. Aku tahu apa yang sudah kau lakukan, juga apa yang ada dalam tubuhmu itu!”

“Apa yang akan kita lakukan padanya?” tanya Balqis. “Apa kita juga akan membunuhnya?”

“Tidak, aku punya rencana lain untuknya!” ia lalu menoleh ke arah temannya, “Budi! Bawa dia dan hancurkan tempat ini!”

“Baiklah!” Budi mengangkat tubuh Enricho dengan satu tangannya, sementara tangannya yang lain ia acungkan dan segera, seluruh gedung itu rubuh.

“TIDAK! JANGAN TINGGALKAN AKU DI SINI!” teriak Profesor Alghiffari ketika reruntuhan menimpa tubuhnya, “TIDAAAAK!!!”

***

 

Kelima anak itu melayang di atas kota. Mereka mendengar suara sirine bersahut-sahutan dari penjuru kota.

“Huh, aku benci seluruh manusia rendahan ini!” ujar Rizky sambil menatap ke bawah.

“Mereka tak tahu penderitaan kita terkurung dalam cangkang ini! Mengetahui sesuatu yang begitu mengerikan, namun kita tidak bisa meminta tolong! Rasanya begitu ... menyiksa ...” bisik Elsa dengan geram.

“Jangan lupa segala penghinaan yang mereka lontarkan pada kita.” tambah Balqis. “Semua manusia ini layak mati!”

“Bagaimana?” tanya Budi kepada Adit yang sudah mereka anggap pemimpin, “Apa kita boleh membunuh mereka?”

“Baiklah.” jawab Adit dengan enteng, “Lakukan saja. Beri tahu pada mereka siapa tuhan di sini.”

Keempat anak itu tersenyum.

Balqis mengangkat tangannya ke arah mobil-mobil pemadam kebakaran yang lalu lalang dan meledakkan mereka. Jalanan pun dipenuhi api yang langsung merambat ke rumah-rumah di sekitar mereka, membakar hidup-hidup semua penghuninya. Pyrokinesis adalah kekuatannya; mengendalikan api.

Budi menurunkan tangannya ke bawah dan menciptakan sinkhole yang menenggelamkan tanah, menelan segala yang ada atasnya ke dalam kegelapan perut bumi. Gravitokinesis adalah kekuatannya; mengendalikan gravitasi.

Elsa menatap ke atas dan tersenyum begitu menyadari ada sebuah pesawat yang melintas di atas mereka. Ia lalu mengangkat tangannya ke atas dan mendinginkan pesawat itu hingga beku dan akhirnya meluncur jatuh ke tanah, menciptakan ledakan yang amat keras ketika menghantam rumah-rumah di bawahnya. Cryokinesis adalah kekuatannya; mengendalikan es.

Rizky mengarahkan tangannya ke gedung-gedung pencakar langit yang berada di sekitar mereka dan membengkokkan besi-besi pilarnya hingga gedung-gedung itupun melengkung dan roboh. Magnetokinesis adalah kekuatannya; memancarkan medan magnet sehingga mampu mengendalikan logam.

Ia dan Budi kemudian menggabungkan kekuatan dan mengangkat gedung-gedung pencakar langit yang masih tersisa, lalu menjatuhkannya ke tanah hingga hancur lebur.

Berbeda dengan teman-temannya, Adit hanya memejamkan matanya dan dari seluruh penjuru kota, terdengar teriakan bersahut-sahutan tanpa henti. Teriakan yang membuat siapapun yang mendengarnya menjadi ciut hati.

“Apa yang kau lakukan pada mereka?” tanya teman-temannya. Mereka semua tahu kekuatannya-lah yang paling dahsyat di antara mereka, sebab ia bisa mengendalikan pikiran manusia.

“Aku memberi mereka rasa takut.” ia tersenyum.

***

 

Enricho hanya bisa menutup mata dan telinganya ketika seluruh kota luluh lantak akibat kekuatan super mereka.

“Ke ... kenapa kalian melakukan semua ini? Kenapa kalian senang melihat orang lain tersiksa?”

“Karena mereka juga tak peduli ketika kami tersiksa!” jawab Elsa dengan cepat.

“Dan jika kau melihat apa yang kami lihat,” tambah Budi, “Kau juga akan merasa bahwa seluruh kehidupan ini hanya kesia-siaan belaka!”

“AAAAARGH!” Enricho berteriak ketika Budi mulai menggenggamkan tangannya. Rusuk-rusuknya terasa patah, tertekan oleh kekuatan tak terlihat milik anak itu yang menekan gravitasi ke arahnya.

“Hentikan!” seru Adit, “Sudah kubilang, aku memiliki rencana yang jauh lebih baik untuknya!”

“Kemana kau akan membawaku ...” rintih Enricho.

Adit tersenyum, “Untuk menemui orang-orang yang sudah membuangku!”

 

BERSAMBUNG

 

No comments:

Post a Comment