KITA BERASAL DARI LAUTAN
NB: cerita ini adalah fan
fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak
memegang hak cipta atas tokoh ini.
Kemenangan
itu tidak membuat Buana lengah. Kembali ia merasakan kekuatan asing mendekat
dan dengan sigap ia menarik tubuh Sancaka, Willy (yang terkapar tak sadarkan
diri), serta Dhana menjauh.
Segera,
tempat mereka berpijak tadi berubah menjadi padang beku. Jika saja mereka tak
segera menyingkir, mereka pastilah sudah berubah menjadi patung es.
Di
langit, tampak dua pria berkostum itu, Xandroid dan Gadriel.
“Uh,”
Sancaka melenguh melihat tangan Buana yang melar dan kini melilit di tubuhnya
bak dekapan ular. “Menjijikkan sekali!”
“Terima
kasih kembali!” seru Buana kesal, “Bisakah kau berhenti mengejek kekuatanku!”
Dhana
melihat kekacauan yang mereka timbulkan pada desanya dan menatap dua pendatang
itu dengan tatapan marah.
“Tak
kuduga Zsa Zsa akan dikalahkan semudah itu.”
Sancaka
sama sekali tak mendengar perasaan mengalir dari suara pria bertopeng yang
disebut Xandroid itu. Hanya ada suara robot mengalun tanpa irama.
“Apakah
dia yang terlalu bodoh,” Gadriel, prajurit berkostum hijau itu menatap
musuh-musuhnya sambil menyilangkan tangan di atas dadanya. “Ataukah mereka yang
terlalu hebat?”
“Bagaimana
kalian menemukanku secepat ini?” Buana terlihat tak gentar sedikitpun dan
cenderung menantang mereka.
“Kau
lupa, Pangeran ...” Xandroid memamerkan kristal Zirconium miliknya yang
memancar bak perak, “Inti Atom akan selalu tarik-menarik, walaupun mereka
berasal dari dunia yang berbeda. Mungkin karena Penciptanya sama. Setelah kau
memperoleh kembali kristal lithium, semakin mudah bagi kami menemukanmu. Aku
lihat juga ada satu lagi kristal di sini.”
Mata
Xandroid menatap cincin lapis lazuli milik Dhana dari balik topengnya.
“Itu
akan menjadi suvenir yang indah bagi Tuan Telern, apalagi jika ditambah
kepalamu dan kristal lithium itu.”
“Kalian
takkan pernah memiliki Inti Atom planetku!” Buana tampak melindungi kalung
Kunzite-nya.
Xandroid
tertawa, namun tetap tak ada perasaan terpancar dari tawanya yang datar, “Kau
salah. Kami tak mengincar Inti Atommu. Kami hanya menginginkan nyawamu.”
“Biarlah
aku bereskan mereka semua, Tuan Xandroid!”
Gadriel
mengulurkan kedua tangannya dan mengumpulkan partikel dari atmosfer.
Sancaka
tersentak. Ia bisa merasakannya. Anion dan kation yang berterbangan di udara,
terlucuti oleh kekuatan Gadriel. Partikel-partikel itu yang memberitahunya.
Ia
mengumpulkan dua macam isotop hidrogen: deuterium, yakni atom hidrogen dengan
satu neutron di tangan kanannya dan tritium dengan dua neutron di tangan
kirinya.
Dalam
kondisi biasa, keduanya hanyalah gas tak berdosa yang melayang-layang di udara.
Namun
jika difusikan, keduanya akan menghasilkan helium dan residu reaksi berupa
ledakan energi yang mahadashyat.
Itulah cara kerja bom hidrogen.
Sancaka
segera menoleh ke arah Buana, “Kau tak mengatakan kekuatannya adalah
mengkatalisis reaksi fusi termonuklir!”
“Kau
cerdas bisa menghargai kekuatanku,” bisik Gadriel, “Banyak orang yang tak
mengerti, namun kau berbeda. Aku terkesan. Sayang aku terpaksa memusnahkan
kalian dari dunia ini.”
“Itulah
yang kutakutkan, Gadriel,” tiba-tiba tanpa sepengetahuannya, Xandroid
menciptakan pasak es dari tangannya dan menusuk pria itu dari belakang.
“AAAAAARGH!”
serunya kesakitan, “Apa yang kau lakukan?!”
“Kekuatanmu
tak hanya akan membunuh mereka, namun juga akan melenyapkanku ...” suara robot
itu menggema meremangi malam, “Itulah rencanamu, bukan? Merebut kristal Zircon
ini dariku.”
“Ka
... kau ...” Gadriel segera ambruk ke atas pasir. Deru ombak menyapu tubuhnya,
tenggelam ke dalam lautan.
“Sekarang
kalian ...” suara tanpa perasaan itu masih menakuti Sancaka, “Membekulah dalam
neraka es ini.”
“Aku
takkan membiarkannya!” Sancaka dengan secepat kilat berubah wujud menjadi
Gundala. Xandroid terkejut melihat perubahan Sancaka yang kini memakai kostum
seperti dirinya.
“Kau
...” bisiknya, “Kau salah satu dari kami?”
“Jangan
samakan aku denganmu!” Gundala mengerahkan kekuatannya untuk menyetrum tubuh
Xandroid, namun percuma. Ia segera membentuk pelindung dari es di
sekelilingnya.
“Hahaha
... kau lupa!” serunya dari balik es, “Listrik takkan mengalir melalui es!”
“Bagaimana
dengan air laut?” Dhana kembali membangkitkan tsunami, kali ini berukuran raksasa,
dan menarik Xandroid ke dalam laut.
Manusia
android itu kemudian menghujamkan serangan lainnya: hujan kristal es setajam
pisau dari langit. Namun Gundala mengubah dirinya menjadi aliran petir, yang
tak hanya berhasil menghindari mereka, namun juga mampu menghancurkannya
berkeping-keping.
Xandroid
berusaha menggapai permukaan air, namun ia kesulitan untuk bertahan. Kuasa
lautan itu terlalu besar, belum lagi tekanan air yang mulai meremukkan tubuh
separuh logamnya.
“Buana,
angkat aku ke udara!”
Pemuda
itu langsung memelarkan tangannya dan mengangkat Gundala cukup tinggi sehingga
ia berhasil membidikkan sengatan listriknya ke arah air.
“RASAKAN
INI!!!”
Langit
bergemuruh dan memancarkan badai halilintar yang segera menghantam lautan
dimana Xandroid tenggelam. Partikel ion dalam air laut semakin menguatkan
konduktivitasnya dan mengalirkan listrik ke dalam tubuh robot itu hingga
akhirnya meledak dalam air.
“BLAAAAR!!!”
Ketiga
superhero itu berlindung dari hujan yang tiba-tiba turun dari hempasan air laut
akibat ledakan itu. Ketika hujan telah reda, hanya terlihat Buana yang kemudian
berlutut ketika melihat kehebatan mereka.
“Namaku
Pangeran Mlaar dari Planet Covox yang diasingkan,” Buana menunduk di hadapan
mereka berdua, membuat Sancaka dan Dhana kebingungan.
“Kumohon
bantulah aku kembali ke planetku dan meredam kudeta yang dilakukan Menteri
Telern terhadap ayahku, Kaisar Kronz!”
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment