LAGA
NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.
Kapten
Nusantara salah perhitungan. Ia mengira Gundala dan Godam yang akan menyebabkan
kekacauan di tempat ini. Namun ternyata di luar dugaan, justru Gerombolan
Kucing Merah yang datang mengancam. Belum lagi ia tak tahu apa rencana si gila
Pengkor begitu ia memperoleh senjatanya.
Namun
dengan penuh percaya diri. ia justru tersenyum.
“Serius
kau mau menyerang kami dengan tank?” Kapten Nusantara menaikkan tangannya, “Apa
kau tak tahu apa yang bisa kulakukan?”
“Awas!”
Sancaka segera menyeret Çakti pergi agar ia tidak terluka begitu menyadari
Kapten Nusantara akan memamerkan kemampuannya.
Kapten
Nusantara mengarahkan kekuatan magnetnya dan menjungkirbalikkan tank-tank yang
menghadangnya. Ia tertawa penuh kemenangan, namun di luar dugaan, gadis
berkostum kucing di depannya melesat menembus tubuhnya, lalu menghantam tengkuknya
dengan sikunya.
Kapten
Nusantara hampir roboh, namun ia dengan cepat memperoleh kembali
keseimbangannya dan berbalik.
“Kurang
ajar kau!”
Ia
mencoba mengarahkan kekuatan magnetnya kembali, namun ternyata tak berhasil.
“Sayang
sekali!” Kitara menyayatkan cakarnya ke wajah pria itu, “Segala peralatan dalam
kostumku, termasuk cakarku, terbuat dari titanium dan takkan tertarik oleh
magnetmu!”
Dengan
kesal Kapten Nusantara menyeka darah di wajahnya, “Karena kau perempuan, akan
kuampuni kau asalkan kau menyingkir dari hadapanku!”
Kitara
hanya tertawa mendengarnya, “Apa kau bercanda?”
***
Para prajurit
Cakrabirawa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia segera mengeluarkan
senjata daerah mereka masing-masing. Dengan gagah berani mereka menghadapi Macan
Kumbang untuk pertempuran jarak dekat. Namun Macan Kumbang dengan refleks
supernya berhasil merobohkan mereka satu demi satu.
Hingga
akhirnya tertinggallah Presiden sendirian.
Ia
berjalan dengan langkah santai begitu menyadari membunuh presiden akan sama
mudahnya dengan mengambil permen dari
seorang bayi.
Namun
tiba-tiba seutas tangan mencengkeram pergelangan kaki Macan Kumbang dengan
kuat. Iapun menunduk dan melihat salah satu anggota Cakrabirawa ternyata masih
siuman dan menolak untuk menyerah.
“Akan kubunuh
kau di sini!” Macan Kumbang mengeluarkan cakar-cakarnya yang tajam bak belati.
Namun kemudian instingnya membuat perhatiannya teralihkan. Ada sesuatu yang
akan datang.
Sesosok
manusia adidaya lainnya muncul, memelarkan tangannya hingga melingkari Tugu
Monas, kemudian menggunakan momentum gayanya untuk menendang tubuh Macan
Kumbang. Iapun langsung terdorong mundur, namun berhasil mengendalikan
keseimbangannya kembali agar tak tersungkur jatuh.
Iapun
dengan geram mendongak dan berhadapan dengan sosok yang baru saja menghalangi
langkahnya.
“Kau
lagi! Ulet sekali kau mengejarku sampai ke sini?”
Mlaar
pun mendarat di depan Presiden, menamenginya. Tak hanya itu, ia memelarkan
tangannya, membentuknya seperti per, dan dengan gaya pegas yang ia ciptakan,
menghantamkan kepalan tangannya ke arah Macan Kumbang.
Bahkan
daya refleksnya yang hebat tak mampu membuatnya mampu menghindari serangan itu.
Tubuhnya-pun terlempar hingga ke rerumputan.
“Presiden,
apa Anda tidak apa-apa?” tanya Mlaar dari balik topengnya.
“Si
... siapa kau?” tanya Sang Presiden gugup.
“Jangan
khawatir. Kami datang ke sini untuk melndungi Anda!”
“Ka
... kami?”
“DUAAAAAAR!!!”
Lagi-lagi
tembok di atas Presiden runtuh. Mlaar-pun memanjangkan tangannya utnuk
melindungi Presiden dari bongkahan marmer yang berjatuhan.
Sebuah
tank yang tadi menembakkan meriamnya muncul. Tank itu terus bergerak maju,
berusaha melindas Mlaar dan Presiden yang ada di depannya.
Tiba-tiba
suara gemuruh muncul dari bawah tanah. Tank itupun terhempas dari gelombang air
yang muncul dari saluran drainase yang tepat berada di bawah tank tersebut.
Anggota-anggota
Gerombolan Kucing Merah yang lain bermunculan. Namun merekapun roboh oleh
hantaman air bertekanan tinggi yang menerpa mereka satu demi satu.
“Jangan
coba macam-macam dengan Dhana, sang penguasa lautan!” Dhana muncul dengan
kostum superheronya.
“Pak
Presiden!” panggil Çakti dengan nada khawatir.
“Mlaar!
Dhana!” seru Sancaka yang mengikuti Çakti, “Kalian ada di sini!”
“Sancaka!”
seru Mlaar dan Dhana berbarengan.
Namun
seakan tak ada habisnya, anggota Gerombolan Kucing Merah kembali muncul dengan
suara geraman dan desisan bak kucing.
“Cepat
bawa Presiden ke tempat aman!” seru Mlaar, “Kami akan menghadapi mereka!”
“Baik!”
Sancaka segera membawa Presiden dan Çakti pergi.
Pemuda
itu sebenarnya ingin ikut beraksi, namun apa daya.
Selama
ada serum anti petir di sini, ia takkan mampu berubah.
***
Energi
HLC purba itu sungguh luar biasa. Mesin itu telah mampu menciptakan quantum tunneling yang langsung membawa
Kalong dan Maza dalam sekerjapan mata ke tempat tujuan mereka: Jakarta.
Maza
tiba-tiba muncul di tengah jalan. Sebuah mobil van yang melaju dengan kecepatan
tinggi langsung menghantamnya. Tentu saja mobil itu yang penyok dan nyaris
terbelah menjadi dua. Sementara itu dari balik kepulan asap, Esthy mencoba
melarikan diri dari van yang terguling itu.
“Jangan
coba-coba kabur!” seru Minerva dengan mengerahkan sinar lasernya ke arah Esthy.
Serangan laser itu meleset, namun membuat Esthy terjatuh ke aspal kala
menghindarinya.
“Kau?”
Maza langsung mengenali Esthy sebagai wartawati yang ditemuinya bersama
Sancaka.
Minerva
tertawa bengis begitu mengetahui ia berhasil melumpuhkan Esthy. Ia berniat
menggunakan serangan pamungkas dengan burung hantu mekanis yang ada di
tangannya. Namun sebelum ia sempat bertindak, Maza meraih senjatanya itu lalu
meremas-remasnya menjadi gumpalan kaleng penyok.
Minerva
hanya melongo menyaksikannya.
“Kau
tidak apa-apa?” Maza berusaha membantu Esthy berdiri.
“Kucing
hitam itu! Ia ada di sini!” Kalong merasakan keberadaan Macan Kumbang dan
berniat kembali melancarkan aksi balas dendamnya. Iapun segera meluncur ke
Monas dengan sepasang sayap kelelawarnya, ke tengah ajang pertempuran yang
tengah berkecamuk antara para manusia adidaya.
“Tunggu!”
Kanigara berniat mengejarnya, namun suara Esthy menghentikannya.
“Siapa
kau? Manusia adidaya lagi?” sorot mata Esthy yang tajam mengarah padanya,
“Dirimu berada di pihak mana? Kebajikan atau kebatilan?”
“Semudah
itukah kau mengotak-ngotakkan segala sesuatu?” balas Maza, “Aku di sini untuk
melindungi Bumi, sang Ibu Pertiwi. Jika manusia merusaknya, akupun takkan
tinggal diam.”
Esthy
tersenyum, “Berarti kita di pihak yang sama.”
***
“AAAAARGH!!!”
Goliath yang siuman bangkit dari dalam mobil dan menghempaskan atapnya.
Sementara itu Minerva masih melongo akibat kesaktian Maza yang barusan
menguntel-untel senjatanya yang terbuat dari titanium seolah itu hanyalah
kertas.
“Dimana
perempuan itu!!!” seru Goliath murka. Rorschach juga bangkit dari antara
rongsokan mobil.
“Jangan
khawatir.” bisik Minerva ketika melihat sebuah mobil van mendekat, “Tuan
Pengkor sudah tiba. Ia akan menyingkirkan mereka semua!”
***
Kapten
Nusantara dapat menghindari cakaran-cakaran Kitara dengan mudah. Namun tiap
kali ia berusaha menyerangnya, tiap pukulan atau tendangannya hanya menembus
tubuh gadis itu. Hampir tak ada cara untuk mengalahkannya.
Namun
tiba-tiba seberkas serangan laser menghantam punggung gadis itu dan langsung
melumpuhkannya.
Gadis
itu terjatuh tepat di dekapan Kapten Nusantara.
Ia
shock ketika topeng yang dikenakan gadis itu terlepas dan identitas asli Kitara
Leo terkuak.
“Mariam?!”
BERSAMBUNG
No comments:
Post a Comment