A LOVECRAFTIAN NOVEL
“Satu
lagi Blind Idiot masuk!” seru Andri sambil mendorong Adit yang duduk di
atas kursi roda masuk ke bangsalnya.
“Ssssst! Jangan sebut dia begitu! Kalau Profesor dengar, dia bisa marah!” temannya yang bernama Ryan memperingatkannya.
Para
perawat pria di bangsal ini selalu menyebut anak-anak dengan Sindrom Exogenesis
ini sebagai “Blind Idiot”. “Idiot” karena mereka menganggap anak-anak ini
dungu, dan “blind” karena walaupun anak-anak ini bisa melihat, tapi mereka
berperilaku seakan-akan mereka buta. Kadang mereka tak memperhatikan kemana
mereka pergi dan tersandung atau menabrak sesuatu. Andri bahkan pernah tertawa
begitu keras karena melihat seorang anak terus-menerus menabrak dinding seolah
ia akan bisa menembusnya.
“Huh,
kenapa sih aku malah mendapatkan pekerjaan mengurus anak-anak terbelakang ini?”
dengan kesal Andri menidurkan anak itu di ranjang yang sudah disediakan
untuknya, “Sia-sia aku kuliah 3 tahun, plus 1 tahun untuk dapat sertifikat
perawat.”
“Heh,
nggak bersyukur banget sih? Kalau kamu kerja di rumah sakit lain, kerjaanmu
saat ini pasti bersihin berak sama mandiin pasien lansia, hahahaha.”
“Emang
itu kerjaanku dulu,” dahi Andri mengerut mengingat masa lalunya, “Sudah tahu
pasien tua begitu, kenapa masih dirawat aja sih? Nggak dimatiin sekalian? Kan
sudah jelas mereka tinggal menunggu ajal.”
“Hush,
kualat kamu! Tapi aku juga berpikir sama tentang anak-anak ini. Kenapa nggak
diaborsi saja, merepotkan dan membuang-buang uang saja? Toh pada akhirnya bukan
orang tua mereka yang merawat mereka, melainkan kita.”
“Tepat
sekali, itu juga yang kupikirkan.” keluh Andri, “Tapi paling tidak kita dibayar
di tempat ini. Eh, tapi apa kau tidak merasa aneh?”
“Aneh
bagaimana?”
“Siapa
yang membayar semua ini? Maksudku, orang tua anak-anak ini kan tidak dipungut
biaya sama sekali, sedangkan semua peralatan di sini canggih dan bayaran
kitapun lumayan.”
“Kalau
aku sih nggak keberatan, yang penting kita dibayar. Lagian kerjaan di sini
nggak berat-berat amat.”
“Tapi
kan tetap nggak lazim! Siapa coba yang mau membayari perawatan anak-anak cacat
mental seperti mereka? Apa tujuannya? Bukannya sama sekali nggak ada
keuntungannya?”
“Mungkin
saja dia mau mengemplang pajak dengan membuat program kemanusiaan seperti ini.
Sudahlah, jangan banyak protes.”
“Hmmm
... kau mungkin benar. Lagian pekerjaan ini memang enak, seperti katamu. Lihat
saja, di sini kau bebas bergaya punk dengan memasang tindikan di lidah dan
kelopak matamu itu. Kalau di rumah sakit lain kau pasti sudah diusir!”
“Bagus
kan?” Ryan memamerkannya dengan menjulurkan lidahnya.
“Ih,
jijik!”
“Aku
juga masih punya satu tindikan lagi, lho. Kamu mau tahu dimana letaknya?”
“Dimana
memang?”
Ryan
kemudian membisikkan sesuatu ke telinganya.
“Iiiih!”
lenguhnya jijik, “Dasar sakit jiwa!”
“Apakah
ada penghuni baru?” tiba-tiba seorang remaja berpakaian pasien masuk ke bangsal
itu.
“Enricho?”
panggil Ryan, “Apa yang kamu lakukan di sini? Seharusnya kamu nggak keluar
kamar!”
“Maaf,
aku bosan sekali di dalam sana.” remaja itu menghampiri ranjang Adit. Anak itu
masih terbaring dengan mata terbuka. “Anak baru ya? Aku belum pernah
melihatnya. Hanya ada Elsa, Budi, Rizky, dan Balqis di sini. Iya kan?”
Memang
benar. Ada empat ranjang lain di bangsal itu. Semuanya dihuni oleh anak-anak
dengan gejala yang sama dengan Adit. Dua diantaranya laki-laki dan sisanya
perempuan.
“Enricho?”
panggil seorang wanita. Ia menoleh.
“Dokter
Aulia?”
Kedua
perawat pria itu langsung salah tingkah melihat kehadiran Dokter Aulia. Tak
biasanya dokter wanita itu muncul di shift malam.
Dokter
itu tersenyum. “Apa yang kau lakukan di sini? Apa kau sudah meminum obatmu?”
“Ehm,
kurasa belum. Nggak perlu, sudah nggak sakit kok.”
“Sakit
atau tidak, kau harus meminum obatmu dengan rutin. Ayo, kuantar kembali ke
kamarmu.”
Andri
langsung menyikut Ryan begitu dokter itu membawa pasiennya keluar dari bangsal
mereka.
“Aku
sama sekali nggak ngerti dengan pasien itu. Enricho!”
“Ya,
kenapa dia?”
“Apa
sih masalahnya? Dia kelihatannya sehat-sehat saja. Kenapa dia malah dirawat di
rumah sakit bersama anak-anak ini.”
“Penyakitnya
berbeda,” kata Ryan sambil menatap anak-anak itu, “Tapi sama-sama aneh.”
***
“Semuanya
sudah siap.” ujar Dokter Alghiffari. Ia menyiapkan cairan khusus ke dalam jarum
suntikannya. Obat penenang. “Sudah ada lima anak. Cukup untuk upacara kita.”
“Apa
Tuan yakin akan melakukannya malam ini?” tanya Suster Frida yang bersiap di
belakangnya.
“Tentu
saja! Kita tidak boleh membuang-buang waktu.” jawabnya, “Dimana Dokter Chalid?
Apa dia belum datang?”
“Belum,
Tuan. Dia masih di perjalanan, membawa Necronomicon.”
“Sempurna!”
senyumnya.
***
“Ketika
kali pertama datang ke rumah sakit ini, Profesor Alghiffari mengatakan bahwa
saya akan dioperasi. Kapan itu akan terjadi?” tanya Enricho ketika ia tiba di
kamarnya.
Dokter
Aulia menjawab sambil tersenyum, “Sebentar lagi. Aku mendengar kabar Dokter Chalid
akan datang malam ini. Ia adalah dokter bedah yang hebat. Mungkin mereka akan
membahas rencana operasimu.”
“Benarkah?”
wajah Enricho berubah girang, “Sa ... saya hanya tak tahan lagi dengan dia.”
“Dia?”
Aulia menaikkan alisnya, “Semua perawat di sini memperlakukanmu dengan baik
kan?”
“Oh,
maksud saya bukan mereka. Mereka semua ramah.” Enricho buru-buru meralat,
“Maksud saya adalah Radnock, saudara kembar saya.”
Aulia
menggeleng-gelengkan kepalanya, “Radnock? Bukankah Profesor Alghiffari sudah
melarangmu untuk memberinya nama.”
“Bu
... bukan saya, melainkan dia ...” jawabnya gugup, “Ia yang memberitahu
namanya. Katanya ia menyukai nama itu. Radnock Jacin Nathair. Ya, itu nama
lengkapnya.”
“Saudara
kembarmu mengatakan hal itu kepadamu?” Aulia menarik alisnya, “Tiga nama itu,
darimana ia mendapatkannya?”
“Katanya
ia menyukai nama-nama itu karena itu adalah nama-nama monster yang pernah
menguasai Bumi.”
“Apa
kau sudah katakan ini pada Profesor?”
“Belum,
Profesor mungkin marah jika aku mengatakannya. Katanya aku tak boleh berbicara
dengan saudara kembarku. Dia sudah membuatku melakukan hal-hal yang
mengerikan.”
“Oh,
Enricho ...”Aulia berkata dengan nada penuh simpati, “Berapa kali kami harus
mengatakan kepadamu, kebakaran itu sama sekali bukan salahmu. Begitu pula
dengan bus itu ...”
“Banyak
orang yang mati, Dok! Dan itu semua terjadi karena aku menuruti perkataan
Radnock!” Enricho meringkuk di atas kasurnya, “Seharusnya aku dihukum seumur
hidup! Kalian melakukan hal yang tepat dengan mengurungku di sini!”
“Tenanglah,
Ric!” Aulia mengusap rambut pemuda itu, “Kami di sini akan menyembuhkanmu.
Bersabarlah.”
Dokter
itupun pergi, meninggalkannya sendirian di kamarnya.
Tidak,
tidak sepenuhnya sendirian.
“Kau
menyukainya ya? Dokter itu?”
“Apa
yang kau lakukan!” Enricho segera menutup telinganya dengan ketakutan, “Tidak
seharusnya aku berbicara denganmu!”
“Kau
pasti menyukainya hehehe,” tawa suara itu, “Jika tidak, kau takkan
mengatakan kepadanya tentang namaku ...”
“Sudah
kubilang itu nama yang bodoh! Lagipula, kenapa kau memberi dirimu sebuah nama!
Toh, kamu pasti segera mati begitu dokter-dokter itu mengoperasimu!”
“Hehehe ... kau ingin menyingkirkanku, Ric? Kenapa? Aku pikir kita saudara?”
“Kau
bukan saudaraku! Kau membuatku melakukan hal-hal yang mengerikan pada orang
lain!”
“Justru
mereka yang selama ini jahat dan berbohong kepadamu! Mereka takkan pernah
mengoperasimu! Mereka membutuhkanku! Mereka lebih memerlukan-ku ketimbang
dirimu! Karena itulah kau masih ada di sini!”
“Kau
bohong!”
“Mereka
membutuhkan semua informasi yang kuceritakan kepadamu ... tentang sejarah bumi
dan monster-monster dari angkasa luar luar itu! Mereka hanya ingin menemukan Cthulhu!”
“A
.... aku tidak tahu apapun tentang Cthulhu!” Enricho masih menutup telinganya,
namun suara itu masih bergaung di dalam dirinya.
“Kau
memang tidak tahu, tapi aku tahu! Aku punya segala pengetahuan tentang alam
semesta ini. Namun aku sengaja menahan semua; yang kuceritakan kepadamu belum
seluruhnya. Sebab jika tidak, aku takkan berguna lagi. Dan jika aku tak berguna
lagi, maka kau-pun akan dibuang!”
“HENTIKAN!
AKU TAK MAU LAGI MENDENGAR KEBOHONGANMU!” teriak Enricho.
“Hehehe
kau ingin bukti, Kakak? Malam ini mereka akan melakukan ritual itu.”
“Ritual?
Ritual apa?”
“Necronomicon!
Aku bisa mencium bau darah yang digunakan sebagai tinta untuk menulis buku itu
berkilo-kilometer jauhnya. Dari aroma halamannya yang terbuat dari kulit
manusia, aku tahu buku itu sudah berada di sini!”
“Malam
ini? Kenapa?”
“Karena
anak baru itu datang. Anak itu menggenapi jumlah mereka menjadi lima.
Masing-masing satu untuk setiap sisi pentagram.”
“Astaga!”
Enricho terbangun, “Maksudmu mereka akan mengorbankan anak-anak itu?”
BERSAMBUNG
bang upload creepy pasta ato riddle2 lagi dong
ReplyDeleteMantab ceritanya bang,lanjut terus
ReplyDeleteMana nih lanjutannya bang
ReplyDeleteBang,lanjut dong ceritanya
ReplyDeleteBang lanjutannya dong
ReplyDeleteNext bang
ReplyDeleteLanjut dong bang ceritanya
ReplyDeleteGiling giling giling giling giling giling giling giling 😖😖😖😖😖
ReplyDelete