Judul postingan gue kali ini emang RAISA bangeeeeeet. Tapi ini masih ada hubungannya kok ama gedung tua yang bakal gue bahas kali ini. Buat kalian yang nggak tahu, gedung Candranaya adalah satu dari sedikit bangunan tua berarsitektur Cina yang masih berdiri di Jakarta. Uniknya, gedung ini terperangkap di antara bangunan2 pencakar langit, bak sebuah nostalgia yang terjebak dalam kemajuan zaman. Postingan ini pas banget, terutama karena suasana Imlek yang masih terasa di bulan Maret ini. Dan arsitektur gedungnya pun ... wooooow, too cool to be true. Gue jadi kayak ngerasa ada di daratan Cina gitu.
Gue jadi nggak habis pikir, bisa2nya gedung bersejarah ini lolos dari pengetahuan gue. Padahal selama setahunan di Jakarta, gue udah ngunjungin hampir semua gedung tua dan museum yang ada di kota ini (terkecuali masjid2 tua yang ada di Pekojan *pengen banget ke sana* ama Museum Joeang 45). Tapi melihat lokasinya, emang nggak heran bagaimana bangunan tua ini bisa lolos dari pengamatan gue. Gue sendiri sebenarnya mungkin udah berkali-kali lewat di depan tempat ini, namun karena letaknya yang terperangkap gedung2 modern, pantas aja gue nggak menyadari keberadaan bangunan ini.
Menemukan gedung Candranaya sebenarnya sangat mudah, cuman kalian harus jeli. Kalian tinggal naek busway jurusan Kota, kemudian turun di halte Olimo. Dari situ, tinggal jalan ke arah Hotel Novotel. Nah, gedung Candranaya ini terletak di DALAM pekarangan hotel ini. Bahkan kanan kiri dan belakangnya dikelilingi gedung pencakar langit. Jadi keinget rumahnya Dido di video klipnya “Thank You”.
Sebelum ngeliat langsung, gue berpikir rumah ini pasti nggak terawat kayak rumah2 tua yang ada di Pecinan Glodok. Namun ternyata gue salah. Kondisinya masih sangat bagus, pasti karena rumah ini dinaungi oleh pihak swasta. Cuman ada satu yang sangat gue sayangkan. Ini adalah pic gedung ini pada masa kejayaannya. Sayangnya, cuman gedung bagian depan saja yang tersisa, sedangkan rumah berlantai dua yang ada di belakangnya sudah dihancurkan.
Ini adalah bagian depan gedung tersebut. Masih terasa banget suasana Imlek-nya.
Ini adalah gedung di sebelah kanannya. Pintu-pintunya masih kental dengan lukisan dan ornamen khas Cina.
Ini gue yakin dulunya adalah “patio” alias taman yang berada di bagian dalam gedung. Indah banget.
Bagian kiri gedung hampir sama dengan bagian kanannya, cuman di sebuah ruangan tampak display2 kaligrafi Cina, kayak museum gitu. Nggak cuman indah, arti filosofis kaligrafi ini juga sangat bijak dan mengena.
Gue suka banget ama yang ini, “Tidak mudah, namun saya bisa.”
Sepulang dari kunjungan gue ini, gue merasa dilema antara senang dan sedih. Di satu sisi gue senang soalnya gedung bersejarah ini masih terawat hingga kini. Namun di sisi lain gue merasa sedih, sebab gedung ini tak ayal cuman dijadiin “objek” oleh gedung2 yang ada di sekitarnya. Alangkah baiknya kalo gedung ini dijadikan ruang terbuka untuk umum atau bahkan dijadikan museum, tentu semua orang akan bisa menikmati keindahannya dan mempelajari sejarah di baliknya.
No comments:
Post a Comment