SCP VS LEAGUE OF CREEPYPASTA
WHICH SIDE YOU’RE ON?
“In the middle of the journey of our life, I came to myself within a dark wood where the straight way was lost.”
– Dante Alighieri
***
LOKASI: RAVENHILL SANCTUARY, 100 KM DARI NEW DAVENPORT
Quinn akhirnya tiba di kota Ravenhill Sanctuary. Kota ini memang sekelam namanya dimana bangunan-bangunan tua berjajar seolah tak lagi bernyawa. Jalanan suram menantinya, namun Quinn tanpa ragu menapakinya. Tak salah lagi, ia pernah berada di sini. Ia pernah berjalan di sini sebelumnya bersama Alice. Ingatan itu perlahan-lahan kembali dan gadis itu mengikuti nalurinya saja.
Quinn datang ke kota itu untuk mencari Alice yang sudah ia anggap sebagai saudarinya sendiri. Quinn tahu bahwa dirinya diadopsi semenjak masih kecil. Dimana orang tua kandungnya sekarang, Quinn tak tahu. Iapun sudah tak peduli. Toh kemungkinan besar mereka tak menginginkannya kan? Apa lagi alasan mereka membuangnya?
Semenjak kecil Quinn tinggal di tempat penampungan. Benar-benar sengsara tinggal di sana. Orang-orang di sana tak pernah memperlakukannya dengan baik. Namun keluarga Alice amatlah berbeda. Quinn ingat, ketika pertama tiba di rumah mereka, Alice menyambutnya sangat hangat. Ia tahu, Alice sudah menganggapnya bagian dari keluarga itu. Semenjak itu, mereka menjadi sahabat tak terpisahkan.
Namun hanya itu yang diingatnya.
Sebulan yang lalu, Alice hilang. Semua mengatakan ia-lah yang terakhir bersama dengan gadis itu. Mereka terlihat bersama di stasiun menanti kereta api dengan tas yang sudah mereka kemasi. Namun Quinn sama sekali tak ingat apa yang terjadi. Ia tak ingat kemana ia dan Alice pergi kala itu. Ia tak ingat apapun.
Namun yang jelas, Quinn pulang tanpanya.
Sudah sebulan orang tuanya mencarinya tanpa henti. Selebaran yang ditempel di rumah-rumah tetangganya hingga pencarian besar-besaran yang melibatkan polisi, semuanya seakan tanpa hasil. Alice seperti hilang ditelan bumi dan mereka semua mulai dihinggapi rasa putus asa.
Namun Quinn tak ingin berhenti mencari. Ia tak mungkin kehilangan Alice. Ia tak bisa kehilangan satu-satu saudara sekaligus sahabatnya! Ia harus menemukan Alice! Hanya itu satu-satunya cara untuk membalas kebaikan keluarganya yang telah merawatnya sejak kecil.
Quinn berusaha mengingat dengan keras apa yang terjadi pada dirinya dan Alice, namun percuma.
Hingga history browser komputer Alice membawanya ke Deep Web.
Ia tak ingat mereka pernah menjelajahi Deep Web, namun history-nya berkata lain. Ia terbawa ke sebuah halaman forum tentang SCP.
SCP? Ia bahkan tak pernah mendengarnya sebelumnya.
Namun layarnya tak mungkin berbohong. Tertera dengan jelas bahwa Alice berbincang-bincang di forum itu dengan seseorang bernama Goth.
Quinn memang anak yang cerdas. Banyak yang mengatakan (bahkan orang tuanya sendiri) bahwa anak sekecil dirinya tak seharusnya bisa bermain komputer semacam itu. Namun Quinn tahu, dirinya berbeda.
“Goth” ini memberikan alamatnya. Dan anehnya, Alice sepertinya mentransfer sejumlah uang kepadanya. Mustahil ia mengirimkan uang secara online pada orang yang baru dikenalnya. Apalagi di Deep Web. Karena itulah Quinn memutuskan untuk menyelidikinya.
Quinn terus berjalan melewati lorong penuh rumah-rumah lusuh itu. Kalung kecilnya tak berhenti bergoyang-goyang ketika ia melangkahkan kakinya. Ada tulisan ‘Quinn’ di liontin kalungnya. Saudarinya memiliki kalung yang sama, liontin bertuliskan ‘Alice’ yang bertahtakan permata imitasi. Namun mereka berdua amat menyukainya. Air mata hampir turun di pipi Quinn ketika ia mengingat Alice dan masa-masa mereka bahagia bersama.
Tiba-tiba ia nyaris bertabrakan dengan seorang pemuda berpakaian lusuh.
“DASAR ANJING!” makinya dengan kesal, kemudian ia meneruskan perjalanan.
Quinn hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kasar-kasar sekali orang-orang di sini. Tak seperti tetangga-tetangga di pemukimannya yang amat ramah dan menyapanya setiap kali bertemu.
Ia berhenti di depan sebuah rumah bergaya Victoria yang sudah tua. Di sinilah alamatnya. Ah sial, umpatnya dalam hati ketika ia tak bisa meraih pegangan pintu. Ia kurang tinggi.
Seorang anak kecil berambut pirang dan berwajah berbintik-bintik mengintip dari balik jendela dan melihatnya. Ia kemudian membukakan pintu.
“Apa ayahmu, Dr. Goethe, ada?” tanya Quinn.
Anak itu hanya menatapnya.
“Siapa di situ, Holden?”
Seorang pria membuka pintu lebih lebar dari belakangnya. Ia terlihat berusia paruh baya dengan kaca mata baca dan rambut yang memutih.
“Dr. Adalbert Goethe?” tanya gadis itu.
“Ah kau, Quinn. Kenapa kau kembali lagi?” tanyanya.
Ia terkesiap, “Anda mengenal saya?”
“Kau benar-benar datang ke sana, ya?” Goth menghela napas, “Silakan masuk, Quinn.”
***
Quinn memandang brosur di depannya dengan tatapan tak percaya.
“A ... apa tempat di brosur ini benar-benar nyata?”
“Kau masih ingat dengan SCP Park kan, Quinn?” Goth menyesap kopinya, sementara anaknya tengah bermain di lantai berkarpet ruang tamu. Ia sendiri memberikanku beberapa buah biskuit untuk dimakan, namun aku sama sekali tak menyentuhnya.
“Aku dan Alice pergi ke sini? Bagaimana mungkin aku tak mengingatnya?”
“Sudah merupakan prosedur rutin untuk memberikan para turis yang selesai berkunjung sejenis amnesiac, obat yang mampu menyebabkan kehilangan ingatan. Itu semacam langkah pencegahan agar apa yang kalian lihat di sana tidak bocor ke dunia luar.” Goth meletakkan cangkir kopinya kembali.
“Namun bagaimana dengan Alice! Kalau kami ke sana bersama-sama, mengapa ia tak pulang denganku?”
“Kau harus mengerti, Quinn. Aku pernah menjelaskannya kepada Alice ketika kalian membeli tiket ini ... ah, namun kurasa kau pasti sudah lupa. Tak ada yang namanya asuransi ketika kalian berkunjung ke SCP Park. Semua resiko kalian tanggung sendiri. Makhluk-makhluk dan benda mengerikan yang mereka simpan di sana ... mereka terlalu berbahaya. Tentu ada berbagai langkah pengamanan untuk menjaga keselamatan kalian, namun pada akhirnya, jika terjadi containment breach ...”
“Containment breach?”
“Kadang koleksi SCP meloloskan diri dan menimbulkan korban jiwa. Mungkin itu yang terjadi pada Alice. Sebab amnesiac hanya digunakan apabila terjadi containment breach yang ingin mereka rahasiakan.”
Bibir Quinn bergetar, “Ke ... kejam sekali. Kenapa Alice dan aku pergi ke tempat terkutuk itu? Uh, aku benar-benar tak bisa mengingatnya!”
Goth mengelus kepalaku sambil tersenyum, “Alice dan kau hanyalah anak kecil. Ketika seorang anak membaca mengenai koleksi SCP, maka ia akan melakukan apapun untuk melihatnya sendiri. Itu seperti ... dunia mimpi yang penuh dengan keajaiban.”
Adalbert Goethe memandang tiket emas SCP Park di depannya. Ini semua seperti versi kelam Charlie and the Chocolate Factory. Anak-anak berkunjung, namun tak semuanya kembali. Tapi tetap saja, hal itu tak menyurutkan niat para wisatawan untuk pergi ke SCP. Toh, itu adalah kesempatan sekali seumur hidup, menyaksikan koleksi-koleksi supranatural itu. Bahkan, ia rasa jika Jurassic Park benar-benar nyata, SCP Park jelas akan mengunggulinya.
Jika saja ia tak kehilangan pekerjaannya di universitas, ia takkan bekerja seperti ini. Sebelumnya ia adalah doktor yang dihormati, namun semua berputar 180 derajat. Ia dikeluarkan dari tempatnya mengajar sebagai dosen. Istrinya meninggalkannya. Gelar profesornya dicabut. Semuanya yang dulu ada dalam genggamannya kini lenyap.
“Aku harus mencari Alice!” Quinn menghentak meja, “Aku harus kembali ke sana.”
“Aku akan memberimu tiket emas menuju ke sana,” Goth menyandarkan kepalanya pada bantalan kursinya, “Namun hanya dengan satu syarat.”
***
“Hei, namamu Quinn?”
Seorang pemuda tengah membungkuk, menatap gadis kecil itu. Atau lebih tepatnya, menatap kalungnya.
“Berapa umurmu? Kenapa kau ada di sini sendirian? Kau pasti tak ingat ya bagaimana kita berada di tempat ini?”
Lamunannya tersentak. Quinn terkejut melihat laut yang terbentang di hadapannya. Ia menatap ke sekelilingnya. Ia berada di sebuah yatch, kapal pesiar mewah yang berukuran cukup besar.
“Sejak kapan aku berada di sini?” pikirnya.
“Kurasa itu berarti ya.”
Quinn mendongak ke pemuda yang tengah berbincang dengannya.
Pemuda itu mengelus kepala Quinn. Ia bergerak mundur, menghindar usapan tangannya. Ia benci jika orang-orang menganggapnya seperti anak kecil.
“Kau bisa memanggilku Rigel. Itu bukan nama asliku tentu saja. Itu nickname-ku di Deep Web.”
“Deep Web?”
“Dari sanalah aku memperoleh tiket itu secara gratis. Jangan bilang siapa-siapa ya, tapi aku hacker,” ia berbisik, “Kurasa mereka memberikan kita sejenis obat tadi sehingga kita tak ingat kapan dan bagaimana kita berangkat. Tentu itu agar lokasi SCP Park tetap menjadi rahasia.”
Quinn tak percaya. Ia pergi ke SCP Park? Namun ingatan terakhir yang ia miliki adalah ketika ia berkunjung ke rumah Goth untuk meminta penjelasan.
“Aku akan membawamu kembali ke SCP Park secara gratis karena aku ingin membantumu mencari saudarimu. Namun sebagai gantinya, tolong jaga Holden selama kau di sana.”
Quinn langsung menoleh begitu mengingat perkataan Goth kepadanya. Ia tak melihat anak itu. Dengan panik ia mencari di sekitarnya, menerobos orang-orang di atas yatch yang tengah menikmati pemandangan laut.
“HOLDEN!” serunya, “HOLDEN DIMANA KAU?”
Ia menghela napas lega ketika melihat Holden tengah memakan es krim di antara kerumunan orang-orang.
“Ah, kau mencarinya ya?” ujar seorang pemuda di depannya, “Aku hanya mengajaknya membeli es krim tadi. Aku tadi mengajakmu juga, tapi kau menolak.”
“A ... aku pasti lupa.” Quinn menatap pemuda di depannya dengan pandangan curiga.
“Namaku Tobias Rogers, tapi kau bisa memanggilku Toby.”
”Hei, kurasa kita akan segera tiba.” Rigel menghampiri mereka dari belakang, “Lihat, ada sebuah pulau di sana.”
Quinn menatap pulau tropis dengan gunung berapi mengapung di tengah lautan.
Pulau tropis? Dimana mereka berada sebenarnya?
TO BE CONTINUED
Nggak ngerti akh
ReplyDeletekeren bang
ReplyDeletePulau tropis.. jadi kek hungergames part 2 kalo ga salah. Lokasinya hutan tropis. Wiii pasti banyak ngengat2 aneh :D
ReplyDeleteSemangat buat lanjutannya. Yeay \(☆,☆)/
btw sudah ada "easter egg" di sini. adakah yang menyadarinya?
ReplyDeleteTelur paskah??? Ntah lah... coba baca sekali lagi ahhh~~
DeleteRigel bintang yang paling terang di orion kah?
Deleteitu pemuda yang nabrak quinn jeff ya ???
ReplyDeletebukaaaaan
Deleteini ketiga kalinya nge-comment. salam, aku ini silent reader yg udah bacain postingannya dari 2 tahun yg lalu. oh, ya. lanjutin, bang dave. udah gk sabar. seruuu soalnya
ReplyDeleteWaw aku kayanya pembaca terakhir yah.��
ReplyDeleteAku suka semua tulisan bang dave lho..... bagusnya banget
makasih banyaaaaak :D
Deleteoh oh apa jangan" 3 orang yg di crita sebelumnya adalah mreka brtiga?
ReplyDelete"3 org yg terombang ambing di kapal" (?)
-tiara
akan terjawab di episode2 berikutnya hehehe
Deleteticcy toby
ReplyDelete2
Deletelanjut bang
ReplyDeleteDASAR ANJING
ReplyDelete