Saturday, May 1, 2021

LENYAPNYA KOLONI ROANOKE: AMERICA’S FIRST MYSTERY

 

Postingan ini dibuat atas permintaan Adhitya Sucipto. Thanks atas inspirasinya!

12 Oktober 1492 tercatat dalam sejarah sebagai kala dimana Christopher Columbus pertama menemukan benua Amerika. Walaupun ada banyak kontroversi mengenai pengetahuan umum ini (bangsa Viking dari Eropa sudah datang ke Amerika sejak tahun 1000 M dan Columbus sebenarnya tak mendarat di benua Amerika kala itu, namun di sebuah pulau di Karibia), namun tak bisa ditampik bahwa semenjak tanggal tersebut, kolonialisasi benua tersebut dimulai oleh bangsa Eropa. Koloni Jamestown yang didirikan pada 1607 tercatat sebagai koloni bangsa kulit putih pertama di benua tersebut. Namun perlu dicatat bahwa Jamestown merupakan koloni “sukses” pertama, bukan koloni pertama yang sesungguhnya. Jauh sebelum Jamestown, sudah ada beberapa koloni-koloni yang didirikan di benua tersebut oleh bangsa Eropa, namun semua berujung pada kegagalan, bahkan tragedi. Salah satunya adalah koloni Roanoke.

Koloni Roanoke didirikan pada 1583 oleh pemerintah Inggris, namun koloni menemui akhir yang amat misterius. Ketika kembali dikunjungi pada 1590, seluruh populasinya lenyap tanpa jejak. Hingga kini tak ada yang tahu dimana keberadaan para penduduk Roanoke. Karena masa itu merupakan masa dimana Amerika masihlah benua “liar” dan bangsa Eropa terlibat perselisihan dengan bangsa Indian (penduduk asli Amerika), tentulah banyak kemungkinan tentang apa yang terjadi pada mereka. Namun tak bisa dipungkiri, lenyapnya koloni Roanoke adalah “misteri pertama Amerika”.

Apa yang sesungguhnya terjadi pada koloni yang tiba-tiba lenyap tersebut? Kita akan membahasnya dalam Dark History kali ini.

WELCOME TO CAPE FEAR

 

Sir Walter Raleigh, salah satu pemeran utama dalam tragedi Roanoke

Kisah ini dimulai di Inggris pada tahun 1578. Kala itu Inggris dipimpin oleh ratu terakhir dari Dinasti Tudor yang terkenal kejam, siapa lagi jika bukan Ratu Elizabeth. Kala itu sang ratu memberikan izin pada seorang bangsawan bernama Sir Humphrey Gilbert untuk mengkolonisasi benua Amerika dan segera menjadikannya milik Inggris. Kala itu Inggris juga tengah bersaing dengan Spanyol dan Prancis untuk menguasai Amerika. Bahkan, kedua negara saingan Inggris tersebut sudah mulai berusaha mendirikan koloni mereka sendiri, sehingga Inggris-pun tak mau kalah.

Namun sebelum rencana kolonisasi itu sempat dilaksanakan, Sir Gilbert keburu meninggal pada 1583 sehingga tugas tersebut diwariskan pada saudaranya yakni Adrian Gilbert dan saudara tirinya, Walter Raleigh. Wilayah Amerika Utara yang diklaim Inggris-pun dibagi dua, yakni Adrian diberikan bagian utara, yakni Newfoundland (wilayah Kanada) dan wilayah selatan diberikan pada Walter. Adrian sendiri dianggap memiliki wilayah yang lebih “menguntungkan” ketimbang Walter, sebab pihak Inggris yakin kala itu bahwa di bagian utara Kanada terdapat sebuah lautan yang akan menghubungkan Eropa dengan Tiongkok, yang nantinya akan mereka kuasai. Walter sendiri, tak mau kalah dengan Adrian, kemudian berusaha mendirikan koloni di wilayahnya secepat mungkin agar tak kalah pamor dengan Adrian, apabila ia nantinya menemukan jalur pintas lewat laut itu.

Walter kemudian dikejar deadline, yakni ia harus mendirikan koloni paling tidak sebelum tahun 1591, atau ia akan kehilangan wilayahnya itu. Padahal pihak Inggris kala itu tak banyak mengetahui tentang medan yang akan mereka hadapi nantinya di benua baru itu. Apalagi, nantinya koloni yang didirikan itu tentu saja tak hanya terdiri atas pihak militer saja, melainkan juga kaum sipil, termasuk wanita dan anak-anak. Bisa dibayangkan, betapa berbahanya misi mereka apabila tidak dibarengi persiapan yang matang.

Namun ada satu masalah lagi, Walter sendiri tidak diperbolehkan memimpin ekspedisi ke Amerika. Kala itu, sang ratu tidak mengizinkan Walter untuk meninggalkan sisinya. Memang ada desas-desus yang berhembus bahwa Walter sesungguhnya adalah salah satu dari kekasih-kekasih yang dimiliki oleh Ratu Elizabeth. Kalian mungkin masih ingat dari sejarah para Tudor, bahwa Ratu Elizabeth tak pernah menikah seumur hidupnya demi menjaga tahtanya. Namun tentu saja, siapa yang mampu hidup tanpa bercinta? Diam-diam Ratu Elizabeth memiliki hubungan percintaan rahasia dengan beberapa pria, Walter sendiri diduga sebagai salah satunya.

Peta Pulau Roanoke yang menjadi lokasi salah satu koloni pertama Inggris di Amerika yang bernasib tragis

Walter tak membuang waktu untuk segera merampungkan rencananya mendirikan koloni. Pada 1584 ia mengutus dua kapal ekspedisi yang dipimpin seorang kapten bernama Philip Amadas yang akhirnya tiba di sebuah semenanjung yang bernama Cape Fear(di wilayah yang kini menjadi negara bagian North Carolina). Di sana, mereka bertemu dengan sebuah suku yang menguasai Pulau Roanoke, bernama Suku Secotan. Rupanya kala itu Suku Secotan cukup ramah dalam menyambut para pendatang itu sehingga pihak Inggris-pun menganggap ini sebagai sebuah keberhasilan yang menjamin kesuksesan ekspedisi-ekspedisi berikutnya.

Sekembalinya ke Inggris, tentu Ratu Elizabeth girang bukan kepalang mendengar berita itu. Bahkan demi mendulang dukungan lebih banyak (berupa uang tentu saja), Walter menambah-nambahi cerita bahwa Benua Amerika yang baru saja timnya kunjungi tak ayal merupakan Taman Eden (Firdaus) sendiri. Ratu Elizabeth yang terkesan dengan hasil ekspedisi itupun memberi nama wilayah yang baru saja dikunjungi oleh tim ekspedisi Inggris itu sebagai “Virginia”, tentu saja berasal dari julukannya sebagai “Ratu Perawan” atau “Virgin Queen” karena keputusannya untuk seumur hidup tak menikah. Kini, kita lebih mengenal nama Virginia ini sebagai nama negara bagian di Amerika Serikat.

Tentu saja, untuk menindaklanjuti kesuksesan ekspedisi pertama itu, Walter mengutus lebih banyak orang untuk ekspedisi berikutnya. Bahkan, untuk ekspediri kedua kali ini, ia mengutus 600 orang yang terbagi ke dalam tujuh kapal, yakni Tiger, Roebuck, Red Lion, Elizabeth, Dorothy, dan dua kapal kecil lainnya. Misi itu dipimpin oleh Komandan Sir Richard Grenville, dimana kapal itu juga membawa Ralph Lane yang nantinya akan ditunjuk sebagai gubernur koloni serta Philip Amadas yang karena keberhasilan misi pertamanya, diangkat menjadi admiral. Karena utusan kedua ini dimaksudkan untuk mendirikan sebuah koloni (kota), maka warga-warga sipil dengan berbagai keahlian pun diajak, antara lain seorang pandai besi bernama Joachim Gans, seorang ilmuwan bernama Thomas Harriot, serta seorang seniman bernama John White. John White ini nantinya akan memiliki peran penting dalam sejarah koloni Roanoke nantinya.

 

THE SILVER CUP INCIDENT

Lukisan yang menunjukkan desa suku Indian dibakar oleh penjajah Inggris hanya karena insiden lenyapnya cangkir perak

Pada 1585, ketujuh kapal itu berangkat dari Inggris, namun karena terhalang badai, kapal-kapal tersebut menjadi terpisah dan Tiger menjadi satu-satunya kapal yang tiba duluan di Virginia, Amerika. Hal ini jelas berdampak pada koloni yang baru datang, sebab persediaan makanan dan kebutuhan harian mereka yang lain berada di kapal-kapal yang lain, sehingga persediaan yang tersisa di kapal Tiger jelas sangat pas-pasan dan mungkin tak cukup bagi mereka nantinya. Untuk itu, para kolonis yang baru tiba berharap pada kebaikan suku Indian yang lebih duluan mendiami wilayah Virginia tersebut.

Selama kapal Tiger diperbaiki sehingga bisa berlayar kembali ke Inggris untuk mengambil lebih banyak lagi persediaan makanan, Sir Greenville kemudian memutuskan untuk berpetualang untuk bertemu dengan penduduk-penduduk asli di wilayah tersebut. Ia mengajak pula dua warga sipil, Thomas Harriot dan John White bersamanya. Kesempatan ini digunakan sebaik-baiknya oleh Thomas untuk mempelajari kebudayaan lokal setempat, dibarengi dengan kemampuan melukis John untuk menggambarkan kehidupan sehari-hari serta kostum adat mereka.

Namun pada eksplorasi tersebut, sebuah peristiwa yang akan mengubah sejarah terjadi. Dalam perjalanan tersebut, Sir Greenville kehilangan salah satu cangkir peraknya. Mencurigai bahwa penduduk Indian yang mereka kunjungi sebagai pencurinya, Sir Greenville kemudian mengutus Phillip Armadas, sang admiral untuk mengambil kembali cangkir perak tersebut. Namun ketika para penduduk desa mengaku tak tahu apa-apa dan tak bisa mengembalikan cangkir perak itu (karena mungkin sejak mereka memang tidak mencurinya), maka tentara yang dipimpin Phillip pun dengan keji membakar seluruh desa tersebut. Hal ini nantinya akan memicu konflik antara suku Indian dengan para pendatang dari Eropa, mengubah arus sejarah, selamanya.

Sir Richard Greenville

Para kolonis Inggris akhirnya memutuskan untuk berdiam di Pulau Roanoke karena alasan strategis. Kala itu Inggris memang tengah bersaing dengan Spanyol yang terlebih dahulu tiba di Benua Amerika. Pulau Roanoke kala itu dianggap strategis sebagai benteng pertahanan melawan Spanyol apabila koloni mereka diserang.

Pada 1585, Sir Greenville berlayar meninggalkan Roanoke untuk kembali ke Inggris untuk menjemput perbekalan. Kala itu, sekitar 108 orang ditinggal di Roanoke, termasuk di antaranya Ralph Lane, sang gubernur koloni. Namun, para kolonis kala itu mulai merasa putus asa setelah melihat bahwa Benua Amerika yang mereka tempati itu bukanlah seperti “Taman Firdaus” yang dijanjikan Walter Raleigh. Hal itu semakin diperburuk dengan musim dingin yang menimpa koloni tersebut dengan persediaan makanan yang makin menipis. Jika itu belum cukup, mereka kembali mendapat permusuhan sengit dari penduduk asli Amerika, yakni kaum Indian.

Kala itu, tiap desa Indian yang dikunjungi oleh para pendatang kulit putih mengalami wabah, entah flu atau cacar. Hal ini tentu membuat para suku Indian menjadi ilfil pada kaum kulit putih, karena menganggap mereka pembawa penyakit. Terlebih dahulu, kaum kulit putih yang kesulitan makanan kala itu amat bergantung pada kebaikan hati kaum Indian untuk membagi makanan mereka, sehingga tak ayal dianggap “parasit” bagi sebagian kaum Indian.

Salah satu yang membenci kaum kulit putih ini adalah kepala suku Secotan yang bernama Wingina. Bahkan ia kemudian mengubah namanya menjadi Pemisapan, yang berarti “ia yang mengawasi” karena ia senantiasa curiga pada kehadiran kaum kulit putih. Namun di depan para kolonis, Pemisapan senantiasa memasang wajah ramah karena tak mau berkonfrontasi dengan mereka (ingat, Inggris lebih maju dalam hal persenjataan karena memiliki senapan dan bubuk mesiu).

Ilustrasi penduduk asli Amerika yang hidupnya amat sederhana

Ralph Lane, sang gubernur, kemudian memutuskan untuk menjelajahi wilayah sekitar untuk menemukan komoditi-komoditi yang mungkin bisa diperdagangkan oleh kaum koloni, seperti emas dan perak. Sebelumnya, ia berkonsultasi dulu dengan Pemisapan dimana sang kepala suku itu kemudian menganjurkan untuk pergi ke wilayah yang dikuasai Suku Chowanoke. Ralph kala itu tak sadar bahwa ia tengah dijebak poleh Pemisapan karena ia yakin bahwa Menatonon, kepala suku Chowanoke pasti akan langsung menghabisi para kaum kulit putih tersebut.

Namun begitu terkejutnya Pemisapan ketika Ralph dan pasukannya ternyata kembali hidup-hidup, bahkan berhasil mengalahkan suku tersebut. Namun itu tak menghentikan rencana Pemisapan untuk membunuh kaum kolonis. Begitu mengetahui bahwa koloni Roanoke kekurangan makanan dan persediaan makanan yang dijanjikan Sir Greenville tak kunjung datang jua dari Inggris, Pemisapan memerintahkan sukunya untuk tak lagi memberikan makanan pada kaum Inggris supaya mereka mati perlahan-lahan karena kelaparan. Pemisapan kemudian berniat menyerang koloni Roanoke dengan pasukannya, namun kalah cepat dengan Ralph yang keburu menyerang Suku Secotan, bahkan berhasil membunuh Pemisapan.

Walaupun berhasil menyingkirkan satu-satunya musuh mereka kala itu, namun para kolonis kini makin khawatir sebab dengan membunuh kepala suku Indian, tentu mereka akan makin dibenci oleh para penduduk asli Amerika tersebut. Beruntung, para kolonis bertemu dengan Sir Francis Drake, seorang eksplorer asal Inggris yang kala itu berusaha mendirikan koloni di California. Ia setuju untuk membawa para kolonis untuk kabur dari Roanoke untuk menghindari perseteruan lebih lanjut dengan suku Indian dan membawa mereka kembali ke Inggris. Ralph Lane akhrinya membawa para anak buahnya kembali ke Inggris dengan hanya meninggalkan 3 orang di Roanoke. Setibanya di Inggris, mereka memperkenalkan tiga komoditi yang mereka bawah dari tanah Amerika, yakni tembakau, jagung, dan kentang, yang sebelumnya belum pernah dilihat bangsa Eropa.

 

THE SPANISH WAR

Perang laut yang terjadi antara Inggris dan Spanyol memperkeruh kondisi koloni Roanoke yang makin merana

Nah, masih ingat dengan kapal yang membawa persediaan makanan yang dijanjikan Sir Greenville? Kapal itu baru datang hanya dalam hitungan hari setelah Ralph membawa awak-awaknya kabur kembali ke Inggris. Kecele, iapun meninggalkan 15 orang untuk mempertahankan Roanoke yang kala itu telah diklaim Inggris.

Walaupun koloni yang dirintis Ralph Lane jelas gatot alias gagal total, Walter Raleigh masih berkeinginan untuk mendirikan koloni baru di Roanoke. Bahkan, sekitar 115 orang kala itu setuju dan bersedia menjadi penduduk koloni baru tersebut. Termasuk di antaranya adalah putri John White (ingat, ia adalah seniman yang ikut di ekspedisi kedua) bernama Eleanor dan suaminya. Perlu dicatat, kala itu, Eleanor tengah hamil. Kini ekspedisi ketiga ini dipimpin oleh John White, yang sudah pernah berada di sana sehingga memahami medan, serta lebih ambisius lagi, kini membawa wanita dan anak-anak untuk memulai koloni baru di sana.

John White dan koloninya tiba di Roanoke kembali, namun kini, hanya kehampaan dan keheningan yang menyambut mereka. Benteng yang dulu didirikan Ralph Lane dan anak buahnya telah rubuh. Rumah-rumah yang mereka dirikan kini juga sudah dirambati oleh tumbuhan liar. Bahkan, para tentara yang tadinya ditinggalkan Sir Greenville kini hanya tersisa tulang belulang, diduga karena dibunuh oleh para penduduk asli Amerika yang dendam pada mereka. Namun hal tersebut tetap tidak menciutkan hati para kolonis untuk tinggal di sana. Kala itu, sekitar 100-an kolonis memutuskan untuk memulai hidup baru di sana dan membangun kembali koloni Roanoke.  Bahkan, pada 18 Agustus 1587, Eleanor kemudian melahirkan seorang bayi perempuan yang diberi nama Virginia. Bayi ini adalah keturunan kulit putih pertama yang lahir di Benua Amerika (jika kita tidak menghitung koloni Viking yang tiba di Kanada hampir 600 tahun sebelumnya).

Lukisan yang menunjukkan pembaptisan Virginia Dare yang menjadi orang kulit putih pertama yang dilahirkan di Benua Amerika

Hanya beberapa bulan setelah kelahiran cucunya, John White memutuskan kembali ke Inggris untuk mengambil persediaan makanan dengan kelangsungan koloninya. Tentu berat hatinya untuk meninggalkan putri dan cucunya di tanah antah berantah tersebut, namun apa boleh buat, itu sudah menjadi tugasnya menjadi pemimpin koloni.

Kala itu John sama sekali belum sadar, bahwa ia takkan pernah melihat putri atau cucunya lagi, sebab itu adalah kali terakhir siapapun melihat koloni tersebut dalam keadaan hidup.

Celakanya, pada tahun tersebut Inggris tengah terlibat perang dahsyat dengan negara tetangga mereka, Spanyol, sehingga John tak mampu menepati janjinya untuk segera kembali ke koloni itu untuk membawa persediaan makanan. Kala itu, Ratu Elizabeth melarang semua kapal berlayar meninggalkan Inggris karena seluruh armada wajib berpartisipasi dalam perang melawan Spanyol tersebut. Setelah melobi Sir Greenville, John White akhirnya diperbolehkan untuk membawa dua kapal yang kala itu dianggap terlalu kecil sehingga tidak cocok digunakan berperang untuk membawa perbekalan makanan ke koloni Roanoke. Namun sialnya, ketika berlayar melewati Maroko, kapal tersebut malah dijarah oleh perompak.

John White tak bisa kembali ke Amerika hingga tiga tahun berlalu. Kala itu, enam kapal hendak berangkat ke Kepulauan Karibia untuk merongrong hegemoni Spanyol di sana. Walter Raleigh mengatur agar nantinya, dua kapal bernama Hopewell dan Moonlight membawa John White untuk kembali ke koloni Roanoke di daratan Amerika.

Pada 12 Agustus 1590, kedua kapal itu akhirnya berhasil mencapai pulau Roanoke dan di sinilah misteri terbesar dalam sejarah Amerika dimulai.

Seluruh penduduk koloni Roanoke tersebut telah menghilang. Tanpa terkecuali.


THE CURSE OF CROATOAN

Ilustrasi benteng Roanoke yang penduduknya lenyap tanpa jejak

Ketika masih belum berlabuh, kedua kapal tersebut melihat kolom asap di Pulau Roanoke. Kalian perlu ingat bahwa hal tersebut pada abad ke-16, terutama di wilayah yang masih belum terjamah peradaban modern seperti di Amerika kala itu, berarti ada seseorang yang memasak. Namun, karena hari sudah mulai menjelang malam, mereka tak memutuskan untuk memeriksanya, namun hanya menyanyikan lagu berbahasa Inggris, berharap para kolonis akan mengenali lagu tersebut.

Keesokan harinya, pada hari yang seharusnya menjadi hari ulang tahun ketiga cucunya, Virginia, barulah John White dan para anak buahnya turun. Namun mereka menemukan hal yang ganjil. Tak ada satupun manusia di pulau tersebut. Padahal, mereka menemukan jejak di pasir (yang anehnya terlihat masih baru), pertanda bahwa malam sebelumnya, ada yang mencoba mengecek keberadaan mereka dengan datang ke pantai, mungkin karena mendengar nyanyian mereka. Mereka juga menemukan kota yang mereka dirikan telah kosong dan terbengkalai. 

Satu-satunya petunjuk yang tersisa kala itu adalah kata “CRO” yang terukir di salah satu pohon yang berada di sana. John juga melihat tulisan lain, yakni “Croatoan” di bagian lain kota, yakni di terukir di dinding benteng yang terbuat dari kayu. Sebelum John meninggalkan mereka pada 1587, ia dan para warga koloni setuju untuk meninggalkan “pesan rahasia” apabila mereka harus pergi dan pindah ke lokasi lain. Kala itu, mereka juga setuju untuk menambahkan tanda berupa “salib” apabila mereka dipaksa meninggalkan tempat itu. Namun tanda itu tidak ditemukan, pertanda bahwa mereka pindah dengan keinginan mereka sendiri.

Lukisan yang menunjukkan John White menemukan tulisan CROATOAN, sementara seluruh koloni Roanoke, termasuk putri dan cucu perempuannya, lenyap tanpa jejak

Namun apa arti pesan terakhir yang ditinggalkan para kolonis itu? Croatoan adalah nama sebuah pulau yang berada di sebelah selatan Pulau Roanoke. Jelas, dugaan pertama John adalah anak berserta cucunya serta semua kolonis lain (yang kala itu berjumlah 100an) memutuskan pindah ke pulau Croatoan. Namun ketika John berniat mencari mereka, dua kapal yang dibawanya terjebak badai hingga menewaskan 7 kru-nya. Para kru kapal lain menolak melanjutkan pencarian, sehingga kapal-kapal tersebut akhirnya kembali ke Inggris dengan tangan kosong.

Pencarian berikutnya baru dilanjutkan 5 tahun kemudian, pada 1859 dimana Walter Raleigh memutuskan berlayar kembali ke Amerika untuk “mencari koloni yang hilang tersebut”. Mengapa gue kasi tanda kutip di situ? Well, karena ternyata bukan itulah tujuan asli Walter yang sesungguhnya. Ia diam-diam memiliki misi rahasia untuk menemukan El Dorado, kota yang menurut legenda terbuat dari emas dan tersimpan di hutan tropis Amerika. Pencarian terakhir terhadap koloni tersebut dilakukan pada 1603, dimana seorang pelaut bernama Bartholomew Gilbert memulai misi pencarian terhadap koloni Roanoke. Namun begitu mendarat di Amerika, mereka langsung diserang oleh kaum Indian, bahkan Bartholomew tewas dalam serangan tersebut. Kru yang tersisa pun kembali ke Inggris, tak lagi tertarik untuk melanjutkan pencarian. Akhirnya, usaha pencarian koloni Roanoke benar-benar berakhir ketika Walter Raleigh, sang pemilik koloni Virginia, ditangkap di Inggris setelah kematian Ratu Elizabeth dan kemudian dieksekusi beberapa tahun kemudian.

Namun apakah yang sesungguhnya terjadi pada koloni Roanoke? Mengapa kepergian mereka sama sekali tak meninggalkan jejak, terkecuali sebuah ukiran di pohon tersebut?

 

THE CONSPIRACY THEORY

Hingga kini lenyapnya koloni Roanoke masih menyisakan tanda tanya hingga para arkeolog ini menggali sisa benteng Roanoke demi mencari petunjuk akan lenyapnya koloni tersebut

Ada beberapa teori tentang bagaimana dan mengapa koloni Roanoke lenyap. Teori pertama, tentu yang paling jelas dan logis, adalah koloni tersebut dibantai oleh kaum Indian yang amat membenci kaum kulit putih. Namun ada satu fakta yang membantah teori ini. Ketika tiba di koloni yang telah ditinggalkan tersebut, John White dan para anak buahnya tak menemukan mayat satupun di sana, berarti ketika mereka pergi, semua anggota koloni masih dalam keadaan hidup. Tak hanya itu, tak ada tanda-tanda mereka diculik dengan paksa (sebagai contoh, tak ada tanda salib yang terukir di sebelah kata “Croatoan” yang menurut kesepakatan adalah kode rahasia mereka apabila mereka pergi karena paksaan pihak lain).

Teori kedua adalah serangan pihak lain, yakni Spanyol. Kala itu Inggris memang terlibat perang sengit dengan Spanyol yang juga kala itu bercokol di benua Amerika. Namun di sinilah keanehan berlanjut. Ternyata, ketakutan Inggris kala itu benar, Spanyol memang berniat menyerang koloni Roanoke untuk menunjukkan kebencian mereka kepada Inggris. Pemerintah kolonial Spanyol kala itu berpusat di Florida, wilayah pantai timur Amerika yang sebenarnya tak terlalu jauh dengan Virginia, dimana koloni Roanoke berada. Pemerintah Spanyol bahkan mengutus Vincente Gonzales untuk menyelidiki keberadaan koloni Roanoke. Akan tetapi, begitu ia tiba di sana pada tahun 1588, ia menemukan hal yang aneh. Koloni tersebut ternyata sudah kosong dan tak ada siapapun di sana. Jika laporan Spanyol in benar, maka koloni Roanoke telah menghilang semenjak 1588 atau setahun setelah kepergian John White ke Inggris. Ini juga berarti koloni tersebut telah lenyap selama 2 tahun saat John White kembali ke Roanoke membawa perbekalan.

Namun catatan Vincente ini membuktikan bahwa Spanyol tak ada kaitannya dengan menghilangnya koloni Roanoke. Lagipula, jika benar Spanyol menghabisi para kolonis, masalahnya sama dengan teori Indian di atas, yakni tak adanya jenazah yang membuktikan sebuah invasi berdarah.

Lukisan yang menunjukkan perseteruan berdarah antara suku Indian dengan pendatang kulit putih. Apakah ini pula yang terjadi dengan koloni Roanoke?

Teori ketiga menyebutkan bahwa para penduduk Roanoke memutuskan untuk pindah ke Croatoan dan hidup di sana dengan damai. Kini jika kalian mencari nama Pulau Croatoan di peta, maka kalian takkan pernah menemukannya, sebab namanya sekarang lebih dikenal dengan nama Pulau Hatteras, sesuai dengan nama suku Indian yang mendiaminya. Suku Hatteras merupakan suku yang terkenal ramah dengan penduduk pendatang asal Eropa dan tak memusuhinya seperti suku-suku yang lain. Bahkan, pihak Inggris kala itu bersahabat pula dengan seorang anggota suku Hatteras yang bernama Manteo. Masuk akal jika para kolonis Roanoke memutuskan tinggal untuk bersama mereka. Namun apa ada buktinya?

Mungkin kalian masih ingat tentang cerita koloni Jamestown? Nah, pada tahun 1607, John Smith yang kala itu bertemu dengan Wahunsenacawh, kepala suku Powhatan dan juga putrinya yang cantik jelita, Pocahontas mendengar sebuah cerita menarik dari sang kepala suku. Mereka menggambarkan sebuah lokasi bernama “Ocanahonan" yang didiami oleh orang-orang berkulit putih. Namun kisah ini justru “dipelintir” ketika tiba ke pihak Inggris dengan menyebutkan bahwa suku Powhatan-lah yang menghabisi koloni Roanoke. Entah apa tujuannya, mungkin agar pihak Inggris mendanai perang terhadap suku Indian dengan memberikan citra “barbar” kepada mereka.

Namun benar atau tidak kesaksian suku Powhatan tentang “kaum kulit putih” yang tinggal bersama suku Indian akan mudah ditampik oleh para ahli genetika masa kini. Pasalnya, apa yang mereka lihat mungkin saja merupakan penduduk Indian yang mengalami albino dan bukan orang-orang yang berkulit putih karena berasal dari keturunan Eropa. Namun memang, teori tentang kaum kulit putih yang memutuskan masuk ke dalam suku Indian dan tinggal bersama mereka adalah salah satu teori yang paling “memuaskan” di antara mereka. Hal ini karena berdasarkan hasil penelitian modern, tahun 1587 (tahun dimana John White meninggalkan koloni Roanoke) merupakan tahun dengan kekeringan terparah selama 800 tahun. Koloni Roanoke pasti terpengaruh oleh bencana kekeringan itu sehingga tak mampu bercocok tanam dan akhirnya memutuskan berpindah ke Pulau Croatoan.

Pohon bertulisan CRO juga ditemukan di lokasi bekas koloni Roanoke yang lenyap tanpa jejak

Tapi jika benar mereka sudah bergabung dengan suku Indian, mengapa mereka tidak memberi tahu koloni Inggris lain (semisal Koloni Jamestown yang terletak tak jauh dari Roanoke)? Nah ada sebuah teori psikologis yang menarik tentang fenomena ini, bahkan menyerupai “Stockholm Syndrome” dimana jika seorang keturunan Eropa masuk ke dalam suku Indian, maka mereka akan meniru budaya dan gaya hidup dari suku Indian tersebut, sebuah proses yang disebut “asimilasi”. Nah, asimiliasi ini pada nantinya akan mempengaruhi psikologis dari pendatang Eropa tersebut sehingga mereka akan enggan kembali ke peradaban Eropa apabila mereka bertemu dengan kaum kulit putih. Maka bisa disimpulkan, jika teori “asimilasi” ini memang benar, maka penduduk Roanoke yang sudah beradaptasi dengan tradisi Indian, akan ogah kembali ke gaya hidup Eropa mereka, bahkan tidaklah mustahil sengaja menyembunyikan diri mereka dari orang-orang Inggris yang datang mencari mereka.

Ada pula teori keempat yang lebih tragis, namun juga masuk akal, yakni para kolonis, karena kenestapaan dalam hidup baru mereka di Amerika, memutuskan kembali ke Eropa. Namun di tengah jalan, kapal yang mereka tumpangi karam dan merekapun tenggelam. Bahkan, hal ini mungkin saja terjadi dalam perjalanan mereka ke Pulau Croatoan.

Misteri tentu saja tak berhenti di situ. Para peneliti yang hingga kini masih penasaran tentu saja berusaha mencari keberadaan koloni Roanoke di Pulau Croatoan. Namun yang mereka temukan justru misteri baru. Sama seperti di Roanoke, mereka menemukan sebuah pohon dengan tulisan samar berbunyi “CORA”. Ada banyak teori tentang apa arti “CORA” ini. Legenda setempat menyebutkan bahwa Cora adalah nama seorang penyihir yang kemungkinan, tinggal bersama koloni Roanoke kemudian membunuh mereka. Selain itu, jika dugaan kita tentang bencana kelaparan di Roanoke benar (karena bencana kekeringan yang melanda koloni tersebut) maka bukan mustahil, seperti yang terjadi pada koloni Jamestown) para kolonis terpaksa melakukan aksi kanibalisme.

Dimanakah para anggota koloni Roanoke kini? Hingga kini tak ada yang tahu. Apa yang terjadi pada koloni Roanoke merupakan salah satu potongan teka-teki yang hingga kini masih belum terpecahkan. Berbagai teori memang bisa menjelaskan apa penyebab lenyapnya koloni tersebut, namun tetap, tak ada bukti memuaskan yang mampu membenarkan teori-teori tersebut. Teori tergila sejauh ini adalah para kolonis diculik UFO hingga lenyap tak meninggalkan jejak. Namun ini bukan terakhir kalinya Amerika berurusan dengan UFO. Kehebohan lain akan terjadi sekitar 500 tahun kemudian, ketika kota Los Angeles mengalami peristiwa misterius di tengah-tengah Perang Dunia II yang dikenal dengan nama “The Battle of Los Angeles”

Sebuah peristiwa yang diyakini sebagai serangan alien.

SUMBER: WIKIPEDIA

 

A VERY SPECIAL THANKS TO:

Aulia Pratama Putri

별처럼 우리 빛나

SPECIAL THANKS TO MY SUPPORTER THIS APRIL:

Sinyo Kulik , Singgih Nugraha , Adhitya Sucipto , Rahadian Pratama Putra , Radinda , Kinare Amarill , Maulii Za , Rara , Sharnila Ilha , Victria tan , Ali Hutapea , Keny Leon , Rosevelani Manasai Budihardjo , Marcella F , Tieya Aulia , PJ Metlit , Marwah , Dana Xylin , Paramita . Amelia Suci Wulandari . Rivandy , Syahfitri , Dyah Ayu Andita Kumala , Fitriani , Ilmiyatun Ainul Qolbi , Ciepha Ummi , Riani Azhafa

 

 

3 comments:

  1. Dan ternyata mereka semua hanyalah imajinasi john white

    ReplyDelete
  2. Btw bangdep, ngomong2 soal Ratu Elizabeth yg tidak menikah, aku pernah baca artikel dlm bhs Inggris tentang konspirasi bahwa Ratu Elizabeth itu sebenarnya laki2

    Kok bisa gitu?
    Iya, jd yg menjadi Ratu Elizabeth itu bkn Ratu Elizabeth sungguhan, namun seorang anak laki2, anak keluarga petani yg saat itu pas kecil merawat Ratu Elizabeth ketjil, sayang Ratu meninggal dan krn keluarga petani takut dihukum mati, mrk meminta anak laki2 mrk jadi ratu


    Tp krn bhs inggrisku masih merangkak (bedalah bang samalu yg jago xixuxi) jd bacaku juga rada2 g mudeng, kalo ada waktu coba tulis dong bg disini, ntar biasanya kalo udah nongol disini ada yutuber yg bahas #eh ge-er

    ReplyDelete