Saturday, May 1, 2021

A TIME TO DIE: TRAGEDI GERMANWINGS PENERBANGAN 9525

 

Siapa di antara kalian yang suka nonton “Seconds from Disaster”? Serial dokumenter yang menceritakan detik-detik terakhir sebelum bencana (sesuai judulnya) itu merupakan favorit gue, terutama pas bagian penjelasan mendetail tentang mengapa bencana itu bisa terjadi. Episode-episode yang paling gue inget adalah episode tentang kecelakaan pesawat, salah satunya adalah tragedi Germanwings. Episode itu merupakan salah satu yang memorable karena plot twist tentang penyebab tragedi itu, yang menurut gue teramat tragis..

Pesawat Germanwings Flight 9525 direncanakan terbang dari Barcelona, Sanyol menuju Düsseldorf di Jerman pada 24 Maret 2015. Namun, pesawat itu justru jatuh di Prancis, menewaskan 144 penumpang dan 6 krunya. Apakah penyebab di balik kecelakaan pesawat Germanwings Flight 9525 yang terjadi 2015 lalu? Alasannya mungkin akan membuat kalian semua terkejut.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.

 

Para penumpang yang berangkat dari kota Barcelona yang teramat indah ini mungkin tak menyadari bahwa mereka takkan pernah sampai ke destinasi mereka






Germanwings merupakan maskapai “low budget” yang dioperasikan oleh Lufthansa, maskapai penerbangan nasional di Jerman. Mendengar kata “low-budget” mungkin kalian akan mengira kecelakaan pesawat ini nantinya disebabkan oleh kurangnya perawatan demi menghemat budget seperti yang biasa terjadi pada maskapai yang menawarkan harga ekonomis lainnya. Namun ternyata bukan. Penyebabnya justru tak disangka-sangka sebelumnya.

Pesawat yang kita bicarakan adalah sebuah pesawat Airbus A320-211 dan Germanwings sendiri tak pernah mengalami satupun kecelakaan fatal semenjak 18 tahun berdiri. Namun kala itu, takdir berkata lain. Pada 24 Maret 2015, pesawat Germanwings dengan nomor penerbangan 9525 lepas landas dari bandara Barcelona pada pukul 10 siang waktu setempat, terlambat 26 menit dari jadwal. Perjalanan ke Düsseldorf, Jerman ini sesungguhnya amat singkat, hanya memakan waktu sekitar 1,5 jam.

Pilot yang bertugas kala itu adalah Kapten Patrick Sondenheimer yang masih berusia cukup muda, yakni 34. Namun jangan remehkan umurnya, sebab sang kapten telah berpengalaman selama 10 tahun sebagai pilot dan mengumpulkan 6 ribu jam terbang, dimana lebih dari separuhnya ia pakai untuk mengendarai pesawat jenis Airbus A320 ini. Ko-pilotnya kala itu bernama  Andreas Lubitz yang jauh lebih belia, yakni berusia 27 tahun dan memiliki 630 jam terbang.

Pada 10.30, pesawat ini “kulo nuwun” ke ATC (air traffic control) Prancis karena mereka memasuki wilayah negara tersebut. Pesawat itu kala itu diizinkan terbang pada ketinggian 11.600 meter, namun tiba-tiba, hanya berselang satu menit semenjak kontak terakhirnya, pada 10.31 waktu setempat, pesawat itu tiba-tiba menukik dengan tajam ke bawah dengan kecepatan sekitar 1.000 meter per menit. Ketinggian pesawat itu terus turun dan turun hingga membuat petugas ATC di Prancis menjadi panik dan mati-matian menghubungi sang pilot. Namun percuma, hanya keheningan yang menjawab mereka.

Hingga akhirnya, 10 menit kemudian, pesawat itu lenyap dari radar.

Jalur penerbangan pesawat naas Germanwings

Pesawat jet tempur segera dikerahkan untuk mencari pesawat itu. Naasnya, mereka menemukan pesawat itu telah jatuh di wilayah bernama Ravin du Rosé sekitar 1 km dari kota terdekat, Nice di Prancis. Saking dahsyatnya kecelakaan tersebut, sebuah stasiun seismologis bernama  Grenoble Observatory yang terletak sekitar 12 km dari lokasi kecelakaan mencatat sebuah “gempa” pada 10.41, diyakini sebagai saat dimana pesawat tersebut menghujam tanah.

Seketika, sekitar 150 penumpang dan kru pesawat tersebut tewas seketika, tanpa menyisakan satupun korban selamat.

Kecelakaan pesawat Jerman ini sontak langsung menghebohkan warga Prancis. Pasalnya negara tersebut dikenal jarang dihantui oleh kecelakaan pesawat (beda dong ama di Indonesia), apalagi yang berskala besar seperti ini. Bencana tersebut bahkan menjadi bencana kecelakaan pesawat terdahsyat kedua setelah kecelakaan Aviopromet Flight 1308 pada 1981 yang menewaskan 180 orang. Sebelumnya, kecelakaan pesawat yang terakhir terjadi di Prancis sebelum insiden Germanwings terjadi 15 tahun lalu ketika pesawat Air France Flight 4590 gagal lepas landas dari Bandara Charles de Gaulle di Paris pada tahun 2000. Uniknya, kecelakaan Germanwings sendiri terjadi sekitar 10 km jauhnya dari lokasi insiden jatuhnya pesawat lain, yakni Air France Flight 178 yang jatuh pada 1953.

Badan keselamatan penerbangan Prancis, BEA  tak membuang-buang waktu dan segera menyelidiki penyebab jatuhnya pesawat, dibantu oleh FBI dari Amerika Serikat. Mereka berhasil menyelamatkan “cockpit voice recorder” dari puing-puing pesawat yang menyingkap sebuah rahasia yang mengejutkan. Jatuhnya pesawat tersebut disengaja, bukan oleh aksi teroris atau organisasi kejahatan lain ...

Melainkan oleh sang ko-pilot sendiri.

Pegunungan dimana pesawat naas tersebut jatuh. Namun apakah penyebabnya?


Isi rekaman tersebut amatlah mengejutkan. Percakapan yang terekam di ruang pilot menunjukkan bahwa sebelum bencana itu dimulai, Kapten Sondenheimer permisi untuk pergi ke toilet sejenak. Namun begitu sang kapten kembali ke ruang pilot, ternyata ia terkunci di luar. Sang kapten yang terkejut segera menggedor-gedor pintu, terutama setelah ia gagal memasukkan kode untuk membuka kunci pintu tersebut. Ia kemudian berbicara melalui interkom, meminta agar Andreas, ko-pilotnya yang masih berada di dalam, untuk mengizinkannya masuk. Namun, sama sekali tak ada jawaban darinya.

Sang kapten akhirnya memilh cara kekerasan dengan berusaha mendobrak pintu kabin pilot dengan kapak yang tersedia di dalam pesawat untuk keadaan darurat, namun percuma. Ingat, insiden ini terjadi pasca-serangan Tragedi 11 September pada 2001 dimana setelah tragedi pembajakan pesawat untuk ditabrakkan ke gedung WTC di New York tersebut, semua pesawat diperkuat pintunya untuk mencegah aksi terorisme yang sama terjadi. Bahkan, suara dentuman kapak itu serta teriakan panik sang pilot, terdengar dalam rekaman itu.

Tak hanya itu, ketika pesawat menukik turun dengan drastis, suara jeritan ketakutan para penumpang juga ikut terekam di dalamnya.

Penemuan mencengangkan ini membuat mulut para penyelidik BEA dan FBI menganga. Mereka menarik kesimpulan yang membuat siapapun bergidik ngeri, bahwa Andreas Lubitz, sang ko-pilot, dengan sengaja mencelakakan pesawat yang ditumpanginya hingga jatuh dan menyebabkan nyawa ratusan korban jiwa lenyap.

Namun satu lagi pertanyaan menguar setelah penyebab kecelakaan pesawat itu terkuak.

Mengapa?

Untuk menjawabnya, kita harus terlebih dahulu membenamkan diri ke dalam kehidupan sang pilot dan menyelam ke dalam pikirannya.

Sosok Andreas Lubitz

Andreas Lubitz merupakan pilot berbakat yang diterima pelatihan oleh Lufthansa pada 2008, langsung setelah ia lulus dari SMA. Bahkan saking berprestasinya, iapun dikirim untuk pelatihan lanjutan di Arizona, Amerika Serikat pada tahun 2010 hingga akhirnya ia kembali ke tanah airnya setelah merampungkan pendidikannya dan dilantik menjadi pilot Germanwings pada 2014.

Namun tak banyak yang tahu, di balik kisah sukses sang pilot muda itu, ada sebuah rahasia yang tersimpan. Pada 2008, hanya beberapa bulan setelah memulai pendidikan pilotnya, Andreas sempat absen sementara karena masuk rumah sakit. Bukan karena fisik, melainkan mentalnya. Andreas rupanya pernah mengalami depresi berat hingga akhirnya harus dirawat selama 10 bulan di rumah sakit yang khusus mengurus penyakit kejiwaan. Namun rupanya masa lalu kelamnya itu rupanya tak mempengaruhi masa depannya sebagai pilot berbakat, bahkan ia kembali diterima melanjutkan pendidikannya pada 2009.

Depresi yang pernah dialami Andreas ini sesungguhnya merupakan petunjuk awal akan apa yang mampu ia lakukan selanjutnya.

Masih ingat dengan rekaman mengerikan yang membuktikan Andreas sengaja menabrakkan pesawat itu ke tanah hingga menewaskan dirinya beserta semua penumpang? Hal ini membuat para penyelidik bertanya-tanya, mengapa Andreas tega berbuat seperti itu. Pihak penyelidik kemudian menemukan bukti-bukti awal bahwa “kecelakaan” tersebut ternyata memang benar disengaja oleh Andreas. Pada penerbangan sebelumnya dengan pesawat yang sama (9524) namun dengan arah yang berlawanan dari Düsseldorf to Barcelona, Andreas pernah mencoba hal yang sama, yakni berusaha menurunkan ketinggian ketika sang pilot tak berada di kokpit. Namun penurunan itu hanyalah kecil, sekitar 30 meter, sehingga biasa dianggap sebagai “latihan” bagi Andreas sebelum ia benar-benar melakukannya pada jadwal penerbangan berikutnya,

Namun jika Andreas memang benar sengaja, apa alasannya? Bukankah dengan menjatuhkan pesawat itu, berarti ia akan ikut mati?

Ataukah, itu memang alasan utamanya sejak awal?

Tragedi Germanwings memang menyisakan duka mendalam bagi para keluarga korban. Namun sesungguhnya, bencana ini dapatlah dihindari jika semua pihak mau bekerja sama melakukan tugas mereka dengan benar

Ketika tengah membongkar apartemen Andreas untuk mencari jawaban, para penyelidik mendapati sebuah temuan mengejutkan, tergeletak di dalam keranjang sampah rumahnya. Di dalamnya, teronggok sebuah surat dokter yang menyatakan bahwa kondisi psikologis Andreas sangatlah labil dan tidak layak untuk bekerja, apalagi di bidang yang mengayomi banyak nyawa, seperti pilot. Rupanya Andreas didagnosis menderita gejala psikotik dan kelainan jiwa. Namun sayang, tak pernah ada komunikasi langsung antara sang doktor dengan maskapai penerbangan Germanwings yang memperkerjakan Andreas. Tak ada peringatan dari sang doktor, yang ada hanyalah segenggam surat yang dipercayakan sang dokter untuk diberikan kepada bos yang memperkerjakan Andreas. Namun tentu saja, Andreas tak mau kehilangan satu-satunya mata pencahariannya. Jika ia memberikan surat itu kepada atasannya, jelas hanya akan ada satu konsekuensi: yakni ia dipecat.

Semakin dalam digali, semakin kelamlah rahasia Andreas yang terungkap. Para penyelidik yang menggeledah kediaman Andreas juga menemukan obat-obatan yang diperuntukkan bagi penderita penyakit jiwa. Tak hanya itu, history kolom pencarian Google-nya menunjukkan bahwa ia pernah mencoba membrowsing cara-cara untuk bunuh diri. Sayang, info-info penting ini hanya tertahan di sang psikiater yang memeriksa kejiwaan Andreas dan juga Andreas sendiri; tak pernah sampai ke telinga para petinggi Germanwings yang memperkerjakannya. Lagi-lagi rahasia lain terkuak, pihak AS (tempat dimana Andreas pernah menimba ilmu) pernah menolak izin lisensi pilot Andreas di negara tersebut karena mengetahui Andreas pernah mengalami perawatan karena memiliki kecenderungan untuk bunuh diri. Info krusial inipun gagal tersampaikan kepada maskapai penerbangan Jerman itu.

Kini terkuaklah misteri yang menyelubungi jatuhnya pesawat Germanwings di Prancis itu: bahwa sang pilot, karena kondisi kewarasannya yang sakit parah, berniat mencabut nyawanya sendiri dan mengajak semua orang di dalam pesawat itu bersamanya.

Ilustrasi: kesehatan mental bukanlah sesuatu yang bisa dianggap sepele, melainkan juga harus dijaga dan diperhatikan supaya insiden yang sama tidaklah terjadi kembali

Tentu kenyataan itu membuat shock para keluarga korban. Pihak maskapai jelas terbukti amalah lalai dalam mencium gelagat Andreas yang pada akhirnya mencabut ratusan korban tak berdosa. Pihak Germanwings kini menyiapkan sekitar 300 juta euro (sekitar 5 triliun) demi memberi kompensasi bagi para keluarga korban. Namun tetap, uang sebanyak itupun takkan mampu mengganti nyawa para korban ataupun meredam duka para keluarga korban. Kisah paling tragis datang dari rombongan anak sekolah dari kota Haltern, Jerman dimana kala itu 16 anak dan 2 guru mereka ikut ke dalam penerbangan naas itu. Bahkan, kaal itu orang tua mereka tak bisa menguburkan jenazah mereka dengan lengkap, hanya sisa-sisa tubuh yang telah gosong terbakar yang bisa mereka makamkan.

Namun tragisnya, kisah Andreas, sang ko-pilot yang memutuskan bunuh diri dengan membawa seluruh penumpang pesawat yang tak tahu apa-apa bersamanya, ternyata bukanlah yang pertama. Percaya atau tidak, kisah sama pernah terjadi, bahkan di Indonesia. Insiden jatuhnya pesawat SilkAir Penerbangan 185 yang jatuh di Sungai Musi, Palembang pada 1997 juga konon disebabkan karena ulah sang pilot yang memutuskan bunuh diri bersama para penumpangnya. Bahkan pesawat Malaysia Airlines Flight 370 yang menghilang secara misterius pada tahun pada 2014 (hanya setahun sebelum tragedi Germanwings) dalam penerbangan dari Kuala Lumpur menuju Beijing juga diduga disebabkan oleh hal yang sama.

Tragedi-tragedi ini membuktikan bahwa depresi dan penyakit mental tidaklah bisa disepelekan begitu saja, melainkan harus ditangani dengan serius. Toh, dalam pekerjaan sebagai pilot, ratusan nyawa berada di tangannya. Mungkin kita juga berterima kasih pada orang-orang yang selama ini tanpa kalian sadar “memegang” nyawa kalian di tangan mereka, seperti pengemudi mobil, bus, atau pesawat yang kalian tumpangi.


SUMBER: WIKIPEDIA

 

A VERY SPECIAL THANKS TO:

Aulia Pratama Putri

별처럼 우리 빛나

SPECIAL THANKS TO MY SUPPORTER THIS APRIL:

Sinyo Kulik , Singgih Nugraha , Adhitya Sucipto , Rahadian Pratama Putra , Radinda , Kinare Amarill , Maulii Za , Rara , Sharnila Ilha , Victria tan , Ali Hutapea , Keny Leon , Rosevelani Manasai Budihardjo , Marcella F , Tieya Aulia , PJ Metlit , Marwah , Dana Xylin , Paramita . Amelia Suci Wulandari . Rivandy , Syahfitri , Dyah Ayu Andita Kumala , Fitriani , Ilmiyatun Ainul Qolbi , Ciepha Ummi , Riani Azhafa


9 comments:

  1. Jarang sih dengar penyebab kecelakaan gede dari mental pilot/supirnya, mantab pembahasannya bang Dave!

    ~~~Venzuu~~~

    ReplyDelete
  2. apa gak ada temen atau sanak sodara dari andrez sendiri ?

    ReplyDelete
  3. Bg bahas tentang kasus Eko Ramaditya dong

    ReplyDelete
  4. Iya emang kebanyakan orang lebih mementingkan kesehatan fisik dan cenderung menyepelekan kesehatan mental ☹️

    ReplyDelete
  5. Halo Bang Dave, boleh saya request pembahasan kasus?

    Jadi aku menemukan kanal Youtube yang bernama Kento Bento, berisi konten animasi tentang suatu topik, kasus, sejarah, dan lainnya (silakan kunjungin, kontennya lumayan bagus). Nah, Youtuber ini mention kalau dia punya satu animasi tentang kasus "The Shocking Chinese Pork Bun Murders", tapi dia menganggap animasi itu terlalu 'horrible' dan 'gory' sehingga dia memindahkannya ke aplikasi streaming lain yang sayangnya berbayar. Padahal aku cukup penasaran dengan kasus tersebut karena dikatakan sangat mengerikan dan aneh sampai menghantui penduduk Hongkong dan Macau.

    Nah, aku pengen kasus tersebut dapat dibahas oleh Bang Dave. Artikel-artikel di blog ini selalu bagus dan bermanfaat buat wawasanku. Semoga Anda bisa membahasnya secepatnya.

    Sukses selalu!

    ReplyDelete
  6. Ngebuka blog mbp sekarang ada peringatan penipuan wkwkwk

    ReplyDelete
  7. Jadi inget pernah nonton ini di National Geographic

    ReplyDelete
  8. bang Dave, bahas Teror ninja yang sempet marak tahun 98 dong.

    ReplyDelete
  9. Akhirnya bisa baca langsung di sini.
    Mangat terus bang.

    ReplyDelete