PERTEMPURAN PARA
DEWA
NB: cerita ini adalah fan
fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak
memegang hak cipta atas tokoh ini.
Aku
tak ingin menyakiti Minarti, tak pernah! Namun tubuhku ini serasa memiliki
nyawanya sendiri. Seperti inikah rasanya kerasukan, saat tubuhmu dibajak untuk
melakukan hal-hal yang tak kau inginkan?
Wajah
Minarti berubah ngeri ketika ia melihatku mengacungkan pisau ke arahnya.
Tidak!
Aku tak boleh menyakitinya!
Dengan sisa kesadaranku, aku menghujamkan pisau itu ke perutku.
Rasanya
sakit sekali saat bilah tajam itu mengoyak kulit perutku. Namun ini lebih baik
ketimbang rasa perih yang akan kutanggung jika aku sampai menyakiti Minarti.
Aku langsung berlutut di tanah karena kesakitan.
“Pergi
...” bisikku dengan sisa kekuatanku sambil mendongak ke arah Minarti, “Cepat
pergi!”
Dengan
wajah ketakutan dan air mata yang mulai menetes di pipinya, Minarti berbalik
dan melarikan diri.
“Kurang
ajar!” suara wanita penyihir itu terdengar murka.
Aku
menoleh ke arahnya dan meringis, menantangnya, menyatakan bahwa ia tak bisa
menguasai pikiranku seutuhnya.
“Jika
kau memang ingin mati,” Maya mengangkat tangannya ke arahku, “Maka dengan
senang hati akan kukabulkan!”
Kekuatan
yang merasukiku kali ini bertambah kuat. Tanganku terangkat ke udara, bersiap
menghujamkan belati yang telah berlumuran darah itu ke jantungku. Aku hanya
bisa menangis saat sadar aku takkan bisa menghentikannya.
“HENTIKAN!”
jemari bercincin mengunci pergelangan tanganku, membuatku menjatuhkan belati
itu ke tanah.
Aku
tersenyum melihat Awang menyelamatkanku untuk yang kedua kalinya.
Dan
akupun jatuh pingsan.
***
“Lebih
bagus jika ia pingsan,” Awang membaringkan tubuh Sancaka di atas tanah, “Dengan
begitu ia takkan terpengaruh hipnotismu.”
Pemuda
itu kemudian menatap Maya dengan geram.
“Siapa
lagi kau? Berani-beraninya menggangguku?” Maya mengangkat tangannya ke arahnya,
“Ikutlah mati bersama pemuda ini!”
Mata
Maya kembali membelalak. Sama seperti Minarti, hipnotisnya juga tak berfungsi
terhadap pemuda itu.
Wanita
itu akhirnya menyadari sebabnya ketika melihat cincin yang melingkar di jari
pemuda itu.
“Kristal
yang ketiga.” matanya berbinar dan bibirnya menyunggingkan senyum, “Tuan Ghazul
pasti akan bangga kepadaku.”
“Jagad
Geni!” Maya tiba-tiba berteriak, “Aku menemukan permata terakhir! Cepatlah ke
sini!”
Insting
Awang menyadari ada kekuatan yang dahsyat tengah mendekat. Ia segera meraih
tubuh Sancaka, dan ...
“DUAAAAAR!!!”
Sebuah
ledakan mengenai lokasi dimana mereka berdua berdiri. Semua orang berteriak dan
kabur tunggang langgang. Beberapa tersungkur ke tanah dan memutuskan
bersembunyi.
“Dimana
cincin itu?” Jagad Geni tiba-tiba muncul di samping Maya.
“Kau
terlalu berlebihan!” bisik wanita itu kesal, “Tak perlu sampai mengeluarkan
kekuatan sebesar itu. Kini gara-gara kau aku harus mencari cincin itu di antara
serpihan tubuh bocah-bocah itu.”
Namun
ketika asap bekas serangan itu menipis, tampak seorang pemuda berjubah tengah
melindungi tubuh Sancaka dari serangan itu.
“Mustahil
masih ada yang bisa bertahan dari seranganku!” ucap Jagad Geni geram, “Jubah
itu! Kau jugalah yang sudah menghalangiku membunuh presiden saat itu!”
Prajurit
perkasa berjubah itu bangkit berdiri.
“Musuh
bangsa seperti kalian harus dibasmi. Aku sudah bersumpah melindungi negara dan
tanah air ini dari ketidakadilan dan kejahatan. Akulah Patriot yang akan
membela kaum lemah dan melawan kaum penindas!”
Ia
menatap kedua penjahat itu.
“AKULAH
SANG GODAM!”
“Aku
tak peduli siapa kau!” Jagad Geni segera mengerahkan kekuatan plasmanya lagi.
Namun Godam segera menghindar membawa tubuh Sancaka. Iapun melesat, melayang ke
atas permukaan sungai dan mengeluarkan senjata pamungkasnya.
Sebuah
palu.
Ia
menghantamkan palu itu ke sungai dan segera, air dalam volume besar menyembur
keluar, menghujani segala yang ada di sekitarnya.
Ketika
semburan air itu akhirnya reda, baik Godam maupun Sancaka telah menghilang. Tak
ada jejak-jejak keberadaan mereka yang tersisa.
“Sial!”
jerit Maya, “Padahal kita sudah begitu dekat!”
“Kita
terlambat!” ucap Jagad Geni geram, “Pemuda itu pasti sudah mengetahui kekuatan
cincin itu dan memanfaatkannya.”
Orang-orang
yang ada di sekitar mereka berusaha bangkit setelah basah kuyub dihujani
semburan air sungai itu.
“Kalian
semua!” Maya mengangkat tangannya ke arah orang-orang itu. Segera mereka
berlutut patuh di depannya.
“Cepat
tangkap pemilik permata-permata itu, hidup atau mati!!!”
TO BE CONTINUED
No comments:
Post a Comment