A LOVECRAFTIAN NOVEL
“Kita
beneran mau makan ini semua?” Andri menyiapkan pisau dan garpu untuk menyantap
semua persediaan daging mereka di dapur.
“Kau
dengar sendiri kata Suster Frida tadi. Pekerjaan kita akan selesai jadi jangan
sampai semua makanan ini mubazir.”
“Entahlah,
kita bakalan jadi pengangguran sehabis ini ...”
“Hei,
aku jamin pesangon kita bakalan banyak! Ayo!”
Tiba-tiba
saja lampu di atas mereka mati.
“Hah,
apa ini? Mati listrik?”
Andri
pun menyalakan senter yang ada di pinggangnya, “Kurasa iya ... hei!” teriaknya
tiba-tiba.
“Ada
apa?”
“Kurasa
senterku menyorot seseorang tadi, tapi dia keburu menghilang.”
“Siapa?”
“Kau takkan percaya ini,” Andri ragu, “Namun aku sepertinya melihat Adit.”
“Anak
Blind Idiot itu? Kau pasti bercanda. Berjalan saja dia tak bisa.”
“Ti
... tidak! Apa mungkin percobaan yang dilakukan Profesor benar-benar berhasil
pada mereka?”
“Itu
mustahil, Bro! Pasti kau salah lihat!”
Tiba-tiba
lampu di ruangan itu menyala kembali. Namun mereka kembali terkejut akan apa
yang mereka lihat.
“AAAAAAK!”
teriak Ryan, “ADIT!”
Namun
anak itu justru tersenyum. Diangkatnya tangannya ke arah Ryan dan tiba-tiba
saja tangan pria yang masih menggenggam pisau itu mengacung ke atas.
“A
... apa ini?” tanya Ryan ketakutan, “Tanganku bergerak sendiri.”
“A
... aku juga sama sekali tak bisa bergerak!” tubuh Andri mematung.
Adit
menggerakkan tangannya kembali, kali ini ke arah Andri. Di saat yang sama, Ryan
menusukkan pisau itu tepat ke perut Andri.
“AAAAAKH
... APA YANG KAU LAKUKAN?” jeritnya kesakitan.
Adit
menggerakkan tangannya lagi dan Ryan-pun kembali menusuknya hingga darah
mengalir makin deras keluar.
“Ma
... maafkan aku ...” Ryan menangis dibuatnya, “A ... aku sama sekali tak bisa
mengendalikan tanganku ...”
“JLEB!
JLEB! JLEB!!!”
Dia
terus menusuk-nusuk tubuh Andri, sementara Adit tertawa-tawa melihatnya.
“Apa
kau pikir kami tidak tahu kau menyebut kami apa?”
Seutas
suara lain muncul. Andri dan Ryan melirik dengan sudut mata mereka dan melihat
anak yang lain, Rizky, berdiri di samping mereka.
Ia
mengangkat tangannya dan seketika pisau di tangan Ryan meluncur terbang,
melukai tangannya sendiri. Tak hanya itu, semua benda logam di ruangan itu
berderak-derak.
“Ma
... maafkan kami ...” tangis Ryan. “Apa yang akan kalian lakukan?”
Adit
tersenyum dan menjawab, “Menyiksa kalian tentu saja!”
Anak
itu mengangkat tangannya kembali dan kali ini tangan Ryan bergerak maju, ke
arah luka menganga di perut Andri.
Ia
kemudian memasukkannya dan meraih ususnya, lalu menariknya keluar.
“AAAARGH!!!”
teriak Andri kesakitan, “Apa yang kau lakukan???”
Adit
menurunkan tangannya dan tubuh Andri pun lunglai, jatuh ke tanah. Ia serasa
tenggelam di genangan darahnya sendiri. Sementara itu tubuh Ryan yang juga
terlepas dari pengaruh Adit ikut ambruk, namun ia buru-buru merangkak ke arah
pintu.
“Jangan
coba-coba kabur! Kami belum selesai denganmu!” Rizky mengangkat tangannya dan
tiba-tiba saja, sebuah kulkas tiba-tiba saja terbang dan menghantam pintu
keluar, menutupinya.
“Ck
... ck ... ck ... kau tampak menderita ya?” terdengar seutas suara lain, kali
ini seorang perempuan.
“Bal
... Balqis ...” rintih Andri yang terkapar berlumuran darah di lantai.
Dilihatnya gadis itu juga mampu bercakap dengan normal, tak lagi terlihat
seperti “Blind Idiot” seperti ia biasa menyebutnya. “To ... tolong aku ...
kumohon ...”
“Jangan
khawatir!” Balqis mengangkat tangannya dan terlihat bara air keluar dari
tangannya itu. “Aku akan mengakhiri semua penderitaanmu.”
“AAAAARGH!
AAAAAARGH!!!” teriakan Andri makin kencang ketika tiba-tiba api melalap seluruh
tubuhnya. Ryan berteriak histeris melihat temannya terbakar hidup-hidup,
sementara ketiga anak itu justru tertawa-tawa.
“Apa
yang akan kita lakukan dengannya?” tanya Adit sambil melirik ke satu-satunya
perawat yang tersisa di ruangan itu.
“Tindikan
di lidah dan kelopak matanya terlihat bagus.” Rizky mengulurkan tangannya ke
arah pemuda itu, “Aku ingin melihatnya lebih dekat.”
“TI
... TIDAAAAAK!!!” teriak ngeri pemuda itu ketika tindikan-tindikannya mulai
tertarik ke arah Rizky dan menyayat lidah serta kelopak matanya.
“Oh,”
Rizky tiba-tiba menyadari sesuatu, “Kau masih punya satu tindikan lain, ya?”
***
“Dimana
mereka?” seru Profesor Alghiffari. Kedua kroninya juga mencari kelima anak itu
dan mulai melupakan kehadiran Enricho di sana.
“Apa
yang kalian lakukan pada mereka?” teriak Enricho.
“Kami
juga tidak tahu!” balas Chalid, “Bukan kami yang melakukannya!”
“Apa
kau mencariku?” tiba-tiba terdengar seutas suara. Mereka berempat menoleh ke
sumber suara itu.
“El
... Elsa ...” Frida tampak lega melihatnya, “Kau sudah sembuh?”
“Apa
yang terjadi selama ini pada kami adalah anugrah, Suster; bukan kutukan. Namun
sayang, kalian justru menganggap rendah kami dan menyebut kami 'Blind Idiot'!”
jawab Elsa dengan dingin. “Aku tahu kau paling menyayangiku di antara yang
lainnya. Maka dari itu, sebelum saudara-saudaraku yang lain datang, aku akan
membuat kematianmu cepat dan tidak menyakitkan!”
Elsa
mengangkat tangannya ke arah Frida dan tiba-tiba angin dingin berhembus ke arah
suster itu. Tubuhnya seketika membeku menjadi balok es. Elsa meniupnya dan
tubuh Fridapun langsung terpecah, berantakan, dan potongan-potongan tubuhnyapun
terpental ke segala arah.
“HAHAHAHAHA!”
terdengar tawa Elsa, namun yang lain justru menyahutinya dengan teriakan
ketakutan.
“A
... apa yang kau lakukan?!” teriak Profesor Alghiffari. Sementara itu Dokter Chalid
tak membuang waktu dan segera berlari meraih pintu keluar.
“Mau
kemana kau? Pestanya baru saja dimulai!” tiba-tiba saja dinding di atas pintu
runtuh dan menutupi jalan keluar mereka. Chalid menoleh dan melihat Budi tengah
melayang di udara.
“Jangan
pergi dong, Dok. Kita tunggu teman-temanku sambil kita bermain!” Budi
mengangkat tangannya ke arah Chalid dan tiba-tiba saja tubuhnya melayang
mengikuti gerakan tangannya dan terbanting ke tengah ruangan.
“Ku
... kumohon jangan bunuh aku ...” pinta Chalid sambil tersimpuh di tengah
ruangan.
“Kalian
sudah membereskan kedua sampah itu?” Elsa menoleh begitu melihat tiga anak yang
lain masuk ke dalam ruangan itu sembari melayang.
“Ya,
kami sudah cukup bersenang-senang.” ujar Rizky, “Namun tak ada salahnya tambah
satu lagi.”
Anak
itu menatap Chalid dengan tajam dan tersenyum.
“Kau
punya alat pacu jantung ya?”
“Ti
... tidak, kumohon ...” Chalid langsung ketakutan melihat kebengisan yang
terpancar di mata anak-anak itu.
“Alat
pacu jantung terbuat dari logam.” Rizky mengangkat tangannya ke arah dokter
bedah itu, “Dan aku suka logam!”
“AAAAAARGH!!!”
Enricho
mengernyit ngeri ketika Rizky menarik alat pacu jantung itu keluar menembus
dada Chalid. Pria itupun langsung terkulai tak bernyawa di lantai, terbenam
dalam darahnya sendiri.
“Kalian
benar-benar kejam!” teriak Enricho dari kejauhan.
“Jangan
pikir kau berbeda dengan kami!” balas Adit, “Aku bisa membaca pikiranmu. Aku
tahu apa yang sudah kau lakukan, juga apa yang ada dalam tubuhmu itu!”
“Apa
yang akan kita lakukan padanya?” tanya Balqis. “Apa kita juga akan
membunuhnya?”
“Tidak,
aku punya rencana lain untuknya!” ia lalu menoleh ke arah temannya, “Budi! Bawa
dia dan hancurkan tempat ini!”
“Baiklah!”
Budi mengangkat tubuh Enricho dengan satu tangannya, sementara tangannya yang
lain ia acungkan dan segera, seluruh gedung itu rubuh.
“TIDAK!
JANGAN TINGGALKAN AKU DI SINI!” teriak Profesor Alghiffari ketika reruntuhan
menimpa tubuhnya, “TIDAAAAK!!!”
***
Kelima
anak itu melayang di atas kota. Mereka mendengar suara sirine bersahut-sahutan
dari penjuru kota.
“Huh,
aku benci seluruh manusia rendahan ini!” ujar Rizky sambil menatap ke bawah.
“Mereka
tak tahu penderitaan kita terkurung dalam cangkang ini! Mengetahui sesuatu yang
begitu mengerikan, namun kita tidak bisa meminta tolong! Rasanya begitu ...
menyiksa ...” bisik Elsa dengan geram.
“Jangan
lupa segala penghinaan yang mereka lontarkan pada kita.” tambah Balqis. “Semua
manusia ini layak mati!”
“Bagaimana?”
tanya Budi kepada Adit yang sudah mereka anggap pemimpin, “Apa kita boleh
membunuh mereka?”
“Baiklah.”
jawab Adit dengan enteng, “Lakukan saja. Beri tahu pada mereka siapa tuhan di
sini.”
Keempat
anak itu tersenyum.
Balqis
mengangkat tangannya ke arah mobil-mobil pemadam kebakaran yang lalu lalang dan
meledakkan mereka. Jalanan pun dipenuhi api yang langsung merambat ke
rumah-rumah di sekitar mereka, membakar hidup-hidup semua penghuninya.
Pyrokinesis adalah kekuatannya; mengendalikan api.
Budi
menurunkan tangannya ke bawah dan menciptakan sinkhole yang menenggelamkan tanah, menelan segala yang ada atasnya
ke dalam kegelapan perut bumi. Gravitokinesis adalah kekuatannya; mengendalikan
gravitasi.
Elsa
menatap ke atas dan tersenyum begitu menyadari ada sebuah pesawat yang melintas
di atas mereka. Ia lalu mengangkat tangannya ke atas dan mendinginkan pesawat
itu hingga beku dan akhirnya meluncur jatuh ke tanah, menciptakan ledakan yang
amat keras ketika menghantam rumah-rumah di bawahnya. Cryokinesis adalah
kekuatannya; mengendalikan es.
Rizky
mengarahkan tangannya ke gedung-gedung pencakar langit yang berada di sekitar
mereka dan membengkokkan besi-besi pilarnya hingga gedung-gedung itupun melengkung
dan roboh. Magnetokinesis adalah kekuatannya; memancarkan medan magnet sehingga
mampu mengendalikan logam.
Ia
dan Budi kemudian menggabungkan kekuatan dan mengangkat gedung-gedung pencakar
langit yang masih tersisa, lalu menjatuhkannya ke tanah hingga hancur lebur.
Berbeda
dengan teman-temannya, Adit hanya memejamkan matanya dan dari seluruh penjuru
kota, terdengar teriakan bersahut-sahutan tanpa henti. Teriakan yang membuat
siapapun yang mendengarnya menjadi ciut hati.
“Apa
yang kau lakukan pada mereka?” tanya teman-temannya. Mereka semua tahu
kekuatannya-lah yang paling dahsyat di antara mereka, sebab ia bisa mengendalikan
pikiran manusia.
“Aku
memberi mereka rasa takut.” ia tersenyum.
***
Enricho
hanya bisa menutup mata dan telinganya ketika seluruh kota luluh lantak akibat
kekuatan super mereka.
“Ke
... kenapa kalian melakukan semua ini? Kenapa kalian senang melihat orang lain
tersiksa?”
“Karena
mereka juga tak peduli ketika kami tersiksa!” jawab Elsa dengan cepat.
“Dan
jika kau melihat apa yang kami lihat,” tambah Budi, “Kau juga akan merasa bahwa
seluruh kehidupan ini hanya kesia-siaan belaka!”
“AAAAARGH!”
Enricho berteriak ketika Budi mulai menggenggamkan tangannya. Rusuk-rusuknya
terasa patah, tertekan oleh kekuatan tak terlihat milik anak itu yang menekan
gravitasi ke arahnya.
“Hentikan!”
seru Adit, “Sudah kubilang, aku memiliki rencana yang jauh lebih baik
untuknya!”
“Kemana
kau akan membawaku ...” rintih Enricho.
Adit
tersenyum, “Untuk menemui orang-orang yang sudah membuangku!”
BERSAMBUNG
Adit mau ke rumah orangtuanya? 🙄
ReplyDelete