Sunday, January 26, 2020

THE DOOMSDAY CULT: MISTERI KELUARGA VAN DORSTEN YANG DIKURUNG SELAMA 9 TAHUN KARENA ….

Polisi berjaga di sebuah rumah yang menjadi lokasi 
salah satu kejahatan paling menghebohkan di Belanda

[Yap gue mulai coba bikin judul clickbait sekarang]

Belanda terkenal sebagai negeri yang adem ayem dengan tingkat kriminalitas yang teramat rendah (sama rendahnya ama wilayah negara mereka yang di bawah permukaan air laut). Jarang ada kan kejadian heboh yang berdengung dari negara tersebut? Maklum, penduduknya juga terkenal kalem-kalem. Namun kejadian menghebohkan yang terkuak pada Oktober 2019 ini menghebohkan seantero negeri.

Alkisah, seorang pria misterius muncul di sebuah kota kecil bernama Ruinerwold yang terletak di timur laut Belanda, berbatasan dengan Jerman. Ia masuk ke dalam bar dengan kondisi yang memprihatinkan. Jenggotnya tampak tak terawat, rambutnya kusut dan acak-acakan, pakaiannya terlihat kuno, dan tak hanya itu, ia juga tampak linglung dan kebingungan, bahkan sedikit ketakutan. Sang pemilik bar sampai mengajaknya berbicara karena merasa heran. Kota itu adalah sebuah kota kecil (hampir seperti pedesaan) sehingga semua orang saling mengenal dan ia sendiri tak pernah melihat pria asing itu sebelumnya.

Hal berikutnya yang terjadi, pria itu memesan 5 gelas bir dan langsung menghabiskannya dalam beberapa tegukan. Kemudian, barulah ia berbicara. Ia adalah yang tertua dari 6 bersaudara dimana mereka semua disekap di basement sebuah rumah di desa itu, hanya beberapa kilometer dari bar itu.  Ia berhasil kabur dan yang mengejutkan, saat itu adalah pertama kalinya ia keluar rumah, bahkan bertemu manusia lain, semenjak 9 tahun terakhir.

Kasus itupun mengundang polisi dan semakin digali, makin banyak fakta aneh muncul dari kasus yang terjadi di Belanda itu.

Dear readers, inilah Dark Case kali ini.

Rumah yang menjadi lokasi penyekapan dikelilingi pepohonan lebat

Begitu mendapatkan laporan dari sang pemilik bar, polisipun langsung meluncur ke sana dan setelah mewawancarai pemuda misterius itu, ia lalu membawanya ke rumahnya. Rumah itu sendiri cukup mencurigakan. Sekilas, tempat itu seperti pondok impian yang terletak di lepas pedesaan yang indah dan damai. Sebuah taman indah terlihat tertata dengan rapi di depan dengan pepohonan rimbun mengelilinginya, begitu hijau dan asri. Namun justru karena itulah kondisi dalam rumah itu sama sekali tak terlihat dari jalanan di luarnya, karena tertutup oleh pepohonan lebat yang mengelilinginya.

Begitu mengetuk pintu, para polisi menemukan pria tua yang tak mau berkooperasi dengan mereka. Merekapun mendobrak masuk dan sang pemuda tadi menunjuk ke arah sebuah lemari. Ketika didorong, mengejutkan, terlihat sebuah pintu rahasia yang menuju ke ruang bawah tanah. Mereka menyorotkan senter ke dalamnya dan di bawah tangga, terlihat sekitar lima pria dan wanita, kesemuanya masih belia, berumur antara 18 hingga 25 tahun. Tak hanya itu, di ranjang tergeletak pula seorang pria lanjut usia yang mengalami stroke.

Pria itu bernama Gerrit van Dorsten dan ia-lah ayah dari keenam anak muda yang disekap itu. Yang mengejutkan, justru ia-lah otak di balik pemenjaraan anak-anaknya sendiri di ruang bawah tanah rumahnya. Sedangkan pria yang menolak membukakan pintu adalah seorang pria asal Austria bernama Josef Brunner, yang merupakan rekan dan sahabat Gerrit. Ia bekerja mengurus rumah itu semenjak Gerrit mengalami stroke dan tidak mampu bergerak. Sementara itu, pemuda yang berhasil kabur dan melapor polisi adalah Jan, anak tertua Gerrit. Tak tahan lagi dengan nasib menggenaskan adik-adiknya yang dikurung, iapun memutuskan melarikan diri.

Tapi apa alasan Gerrit melakukan hal-hal tersebut pada buah hatinya sendiri?

Setelah melalui penyelidikan mendalam, polisi akhirnya mengetahui bahwa Gerrit dan Josef adalah anggota sebuah “doomsday cult” atau sekte kiamat. Aliran ini mempercayai bahwa akhir dunia akan segera tiba, karena itulah mereka bersembunyi dan mengurung diri di dalam bunker bawah tanah. Mereka juga meminimalisir kontak dengan dunia luar. Mereka mencukupi makanan mereka menggunakan bahan pangan yang mereka tanam sendiri (ingat taman yang terletak di depan rumah mereka?) dan hewan ternak yang mereka pelihara di halaman luas rumah itu.

Sosok Gerrit, sang pelaku penyekapan anak-anaknya sendiri, 
diambil dari akun Facebook-nya

Dan yang menggenaskan, anak-anak muda dikurung di luar kehendak mereka. Namun mengapa anak-anak itu tak mencoba kabur setelah dikurung selama 9 tahun, yang jelas bukan waktu yang sebentar? Lagian mereka semua sudah dewasa, pastinya mereka bisa dengan mudah mengalahkan Josef yang sudah sepuh, belum lagi ayah mereka sudah terbaring tak berdaya karena stroke? Apakah mereka menderita Stockholm Syndrome seperti korban-korban penyekapan pada umumnya? Ternyata jawabannya tak sesederhana itu, bahkan lebih mirip seperti plot-plot film horor Hollywood.

Baik ayah mereka maupun Josef, yang kini mengurus mereka, tahu benar bahwa bumi belumlah kiamat. Namun bukan itu yang mereka katakan pada anak-anak mereka. Setahu anak-anak tersebut, dunia luar telah musnah dan mereka-lah satu-satunya manusia yang tersisa. Mereka mengira bahwa di luar rumah mereka adalah dunia post-apokaliptik nan tandus, sehingga satu-satunya cara bertahan hidup adalah bersembunyi di dalam bunker. Itulah yang menjadi sebab Jan, sang anak tertua yang berhasil kabur, terlihat begitu kebingungan ketika berada di dalam bar itu dan melihat masih banyak orang bercengekerama. Ia pasti sama sekali tak menduganya karena mengira semua manusia di dunia ini telah mati dan mereka satu-satunya keluarga yang masih hidup.

Ada satu hal lagi yang cukup membuat gue merinding. Josef, sang pria yang membantu Gerrit mengurung anak-anaknya, berasal dari Austria. Mungkin kalian masih ingat salah satu “Bedah Kasus” yang pernah gue bahas di blog gue yang menceritakan seorang pria yang mengurung putrinya sendiri selama 24 tahun di ruang bawah tanah apartemennya. Pria itu bernama Josef Fritzl dan entah kebetulan atau bukan, tak hanya nama depan mereka sama, namun mereka juga sama-sama berasal dari Austria.

Hingga kini, Ruinerwold yang dulu hanya berupa titik mungil yang terabaikan di peta, menjadi ramai dibanjiri wartawan, baik dari dalam negeri maupun internasional. Mereka semua berbondong-bondong ke kota kecil itu karena penasaran dengan berita menghebohkan tentang kultus sesat itu. Warga desa yang terbiasa hidup tenang dan damaipun terpaksa harus menyesuaikan diri dengan “status selebriti” wilayah kediaman mereka dan hal mengerikan yang selama 9 tahun tersembunyi di dalamnya.

Kini, Jan dan kelima adiknya hidup bebas dan damai, lepas dari ayah mereka serta pandangan religiusnya yang menyiksa dan menyesatkan. Yah, walaupun skala proritasnya agak membuat gue geli sih, karena hal pertama yang ia lakukan seusai melarikan diri dan berhasil bebas setelah disekap selama 9 tahun adalah pergi ke sebuah bar dan menenggak habis 5 gelas bir, sebelum akhirnya meminta pertolongan dan membeberkan nasib adik-adiknya kepada polisi.





5 comments:

  1. James Wan, waktu dan tempat kami persilakan 😋

    ReplyDelete
  2. James Wan? Yang kayak gini mah ane rasa lahannya Ari Aster

    ReplyDelete
    Replies
    1. Boleh tuh. Nanti filmnya kayak gabungan 21 Cloverfield Lane ama Midsommar hehe

      Delete
  3. Agak mirip film the village nya night shaymalan ya

    ReplyDelete