Monday, January 29, 2024

LOVELESS CREATION: CHAPTER 17 – KASUS MENGHILANGNYA SAVIRA SARASWATI



A LOVECRAFTIAN NOVEL

 

Yog Sothoth mengetahui gerbangnya

Yog Sothoth adalah gerbangnya

Yog Sothoth adalah kunci sekaligus penjaga gerbangnya

Masa lalu, sekarang, dan masa depan, semuanya satu di dalam Yog Sothoth

***

 

AKU terus mengendarai mobilku menembus jalanan yang sepi. Kehidupan tak lagi terendus di tempat ini dan di berbagai tempat lain yang telah ia kunjungi.

Semuanya telah musnah, pikirku. Semua kehidupan yang dianggapnya normal, semuanya telah lenyap.

Ia tahu manusia lain masih hidup, namun ia tak mau menemui mereka. Mereka berbahaya. Ya, amat berbahaya.

Diliriknya kaca jendela sampingnya yang terkunci rapat. Ada bangkai sebuah mobil lain di sana dan juga mayat seorang pria tergeletak, bersandar di kerangka logam mobil itu. Dia terbakar habis dengan pakaian yang hangus. Namun aku menduga, pemuda itu dulunya memakai kaos kuning. Atau mungkin, mobil kuning.

Apapun itu, itu sudah menjadi cukup alasan bagi seseorang mati konyol di zaman yang kelam ini.

Aku masih bisa mengingat ketika jagat ini masih normal. Walau dimana-mana kejahatan masih merajalela, namun dunia itu masih wajar di mataku.

Neraka ini dimulai saat seorang gadis cilik bernama Savira Saraswati menghilang.

***

 

Aku baru saja naik jabatan menjadi reporter kala itu. Setelah lima belas pekan magang sebagai pembantu redaksi yang tugasnya hanya membawakan kopi dan mengantar dokumen, akhirnya mereka mengakui juga keberadaanku di sini. Itu, atau mereka benar-benar kekurangan pegawai.

Semua saat itu sedang sibuk dengan berita menghilangnya seorang gadis bernama Savira Saraswati. Dia hanyalah seorang anak kecil dari keluarga middle-class yang biasa-biasa saja. Nyaris tak ada yang istimewa dengannya, sama seperti 150 ribu anak yang mati atau menghilang tanpa jejak di negeri ini setiap tahun. Namun yang membuatnya menjadi perhatian luas adalah bagaimana dua kandidat presiden saat itu mengangkat isunya untuk menarik sebanyak-banyaknya pengikut.

Ya, bisa dibilang, timing menghilangnya anak itu amat tepat untuk dijadikan kendaraan politik. Jika saja saat itu tidak bertepatan dengan masa kampanye, mungkin orang-orang akan mengabaikannya sebagai berita yang dibaca sambil lalu semata. Bukannya aku mengatakan bahwa semua perhatian itu bukanlah hal yang baik. Tentu saja sangat membantu jika pemerintah dan banyak pihak memperhatikan kasus itu. Namun, niat mereka-lah yang membuat semua ini serasa tak adil, terutama bagi ribuan anak lainnya yang mengalami kasus serupa, tapi tak mendapatkan sepercik perhatian yang berhak mereka dapatkan.

Uh, maaf. Seharusnya aku membicarakan tentang kronologi kasus gadis itu, bukannya berapi-api menjelaskan kondisi politik saat itu. Aku mulai saja dari awal. Savira Saraswati adalah gadis dari keluarga biasa yang berumur 12 tahun, namun ia tak pernah mencicipi bangku sekolah. Orang tuanya lebih menyukai anak mereka home-schooling. Kemampuan belajar Savira yang “berbeda” membuatnya rentan menjadi korban bullying di sekolah-sekolah dimana ia pernah mengenyam pendidikan.

Hingga suatu pagi, Savira lenyap begitu saja dari kamarnya. Tak ada yang tahu dimana ia berada. Mungkin dia kabur, mungkin orang tuanya lalai sehingga gadis itu bisa leluasa pergi tanpa sepengetahuan mereka, atau bisa saja dia diculik. Semua kemungkinan ada. Orang tuanya tentu panik dan berkat kehebatan media sosial, kasusnya menjadi viral, bahkan menjadi perhatian khusus kedua kandidat presiden saat itu. Hastag #findsavira, #saveher, dan #diaanakkitajuga mulai bergaung dan menciptakan kegemparan di seluruh negeri. Dimana dia? Apa yang terjadi padanya? Apakah dia masih hidup atau tidak?

Where the hell is she?

Pertanyaan itu terus menjalar hingga ke teritori yang lebih gelap: apa orang tuanya sendiri yang melakukannya?

Kasus itu memicu perdebatan, beberapa baik dan beberapa lagi tidak. Masyarakat mulai mendapatkan informasi tentang betapa mengerikannya fenomena pedofilia berkat liputan-liputan investigasi yang mendalam. Tiap stasiun televisi seakan berlomba-lomba mengangkat kasus ini dari sudut pandang berbeda dan unik. Beberapa bahkan melibatkan ahli kriminal hingga pakar dunia gaib. Ya, paranormal hingga anak indigo-pun dipanggil untuk melacak keberadaan Savira.

Tak hanya sensasi dan keprihatinan belaka. Ketakutan, kegilaan, paranoia; sayangnya kasus ini membawa semuanya.

Yakob Pradana, ayah dari Savira menangis berkaca-kaca di hadapan ratusan wartawan yang meliputnya, di depan pilar-pilar gedung Komnas Perlindungan Anak, meminta pada Tuhan agar mengembalikan anaknya. Itulah image yang akan paling diingat generasi ini, sebab wajah itu telah muncul di jutaan artikel berita online, koran, dan siaran televisi.

Sebuah ikon anyar untuk zaman ini.

Dua calon presiden, yang kali ini harus kusinggung kembali karena mereka memiliki peranan penting dalam kejadian ini, bersumpah akan turun tangan langsung, diikuti semangat menggebu-gebu dari para pendukung mereka.

Namun, tak semua kisah berakhir bahagia. Dua bulan semenjak dilaporkan menghilang, Savira ditemukan di sebuah rawa, tenggelam, tak bernyawa. Apa yang terjadi amatlah menggenaskan hingga surat kabar dan semua media terpaksa menyensor detail-detailnya demi menjaga kewarasan para pemirsanya.

Tak ada yang mengetahui siapa pelaku perbuatan keji ini, sebab bukan identitasnya-lah yang penting dalam keterkaitan kasus ini dengan dunia post-apokaliptik yang kini kudiami.

Melainkan apa yang kemudian dilakukan ayahnya yang putus asa.

Yakob Pradana, dalam kondisi patah hati dan sudah kehilangan akal sehatnya, berpaling pada ilmu yang dipelajarinya. Dia adalah profesor bidang okultisme yang mempelajari tentang berbagai mistisisme yang dipercaya masyarakat kuno; suatu cabang ilmu etnologi yang tabu. Ia mempelajarinya, hingga nyaris gila, dengan tujuan untuk menemukan tuhan yang sebenarnya. Bukan tuhan yang telah membiarkan anak semata wayangnya terbunuh dengan kekejian tak terbayangkan, melainkan tuhan yang memiliki kekuatan ilahi sesungguhnya untuk mengembalikan nyawanya.

Ya, ia sendiri tak mau mengakuinya, namun jauh di lubuk hatinya, ia berusaha untuk membangkitkan kembali putrinya.

Itu tidak akan mungkin berhasil kan, pikir kalian. Itu jugalah yang ada di benak semua orang. Semuanya yang mengenalnya, termasuk istrinya sendiri, mengira dirinya sudah terjatuh ke dalam lubuk kegilaan. Bahwa yang tersisa darinya adalah ketidakwarasan untuk melakukan hal yang mustahil.

Akan tetapi, yang tak diketahui orang-orang, ia berhasil kembali kepada sesuatu yang amat kuno, sesuatu yang disembah manusia bahkan sebelum agama-agama ada. Sesuatu yang telah lama dilupakan, akan tetapi tak pernah luntur dan selalu ada, menanti dalam kegelapan untuk berkuasa kembali.

Bukti tentang tuhan pertama yang disembah manusia berasal dari 30 ribu tahun lalu, yakni sebuah berhala yang disebut dengan Venus of Willendorf, yang ditemukan di sisa-sisa kebudayaan purba di Jerman. Perlu diingat bahwa saat itu, bahkan harimau sabretooth dan gajah Mammoth belumlah punah. Manusia masih amat primitif, namun mereka telah menyadari ada kekuatan yang jauh lebih besar ketimbang mereka.

 

Para ilmuwan awalnya mengira sosok yang digambarkan dalam figurin dari tanah liat itu, berhala pertama yang dikenal umat manusia, adalah sosok wanita yang mengalami obesitas. Sosok itu tak memiliki wajah yang jelas, namun secara abstrak, pikiran manusia mampu mengenali dua payudara dan perut buncitnya (entah karena hamil atau pertanda hidup yang makmur). Sehingga, patung itu kemudian ditahbiskan sebagai perlambang dewi kesuburan.

Ya, tuhan pertama yang disembah manusia adalah seorang wanita.

Namun Yakob tahu, itu semua adalah halusinasi semata. Kita hanya bisa melihat apa yang kita inginkan. Seorang dewi kesuburan yang melindungi pertanian dan mengayomi anak-anak. Seorang bunda sejati yang penuh welas asih. Begitulah manusia modern ingin menggambarkan tuhan. Tidak, Yakob yakin kenyataannya tak pernah seindah itu. Orang-orang pada zaman purba itu, mereka tahu kebenarannya.

Dewi Venus yang mereka agung-agungkan itu sesungguhnya adalah monster.

Itulah tuhan pertama yang manusia kenal, sesosok monster berwujud ganjil, yang memiliki kekuatan kosmik tiada batas, dan sudah ada sebelum alam semesta terbentuk.

Lalu dimana monster itu sekarang? Mengapa kini kita tak pernah mendengarnya?

Yakob tahu jawabannya: karena ia sengaja disembunyikan. Karena akan lebih baik bagi umat manusia jika mereka tak mengetahui keberadaan-nya. Kekuatannya terlalu besar untuk dinalar manusia. Dan dampak dari pemujaannya bisa berakibat pada kepunahan massal manusia di dunia ini.

Sejarah sudah membuktikannya.

Yakob yang pernah menjabat profesor bidang okultik di sebuah universitas di Arkham County, negara bagian Massachusets, Amerika Serikat, mengerahkan semua kemampuannya untuk menggali lebih dalam tentang tuhan pertama yang disembah manusia ini.

Celakanya, ia berhasil.

Penemuan pertamanya berasal dari sebuah penggalian di situs yang disebut Gobekli Tepe di Turki, tak jauh dari lembah Sungai Eufrat dan Tigris, yang disebut-sebut sebagai lokasi taman Firdaus dalam Kitab Suci. Di sana ia menemukan altar pemujaan pertama yang berusia 10 ribu tahun lebih tua sebelum peradaban pertama muncul di muka Bumi, yakni di Tanah Bulan Sabit Mesopotamia.

Di salah satu pilar kuil yang disebut sebagai bangunan arsitektural pertama yang pernah dibuat oleh umat manusia itu tergambar lagi sosok itu. Sang monster. Di sana, sesuai dugaan Yakob, ia tak digambarkan sebagai Dewi Kesuburan yang feminim dan welas asih.

Di sana, ia dilukiskan sebagai raksasa dengan tangannya mengenggam bola dunia.

Namun itu tak membuatnya puas. Hanya ada reruntuhan yang tersisa di sana, tak cukup untuk memuaskan rasa ingin tahunya.

Ia ingin tahu apa nama makhluk itu dan bagaimana cara memanggilnya.

Maka penemuan berikutnya membawanya kembali ke asal usul manusia, ke Benua Afrika, tepatnya di sebuah gurun terpencil di Hadar, Ethiopia. Di tanah yang terbuang itu ditemukan fosil dengan DNA manusia pertama di muka bumi. Ilmuwan menyebutnya Lucy, sesuai dengan lagu The Beatles. Namun Yakob memiliki nama julukan lain baginya: sang Siti Hawa.

Pertama kali tiba di Bumi 3,2 juta tahun, fosil Lucy membawa sesuatu: segenggam tulang dengan cakaran-cakaran di atasnya. Para ahli hanya menganggapnya sebagai goresan-goresan tanpa arti yang didapatkannya ketika tulang itu dijadikan alat berburu. Namun Yakob berpendapat lain. Benda itu adalah sebuah artefak dengan aksara yang teramat kuno. Bahasa pertama. Bahasa yang hanya digunakan oleh para dewa semata. Tak ada yang bisa memecahkan arti tulisan itu.

Namun Yakob bisa.

Bahasa itu lebih tua ketimbang bahasa pertama yang digunakan oleh manusia di Sumeria. Lebih simpel. Karena ia sudah menguasai bahasa tersebut, iapun berusaha menerjemahkannya. Dengan berbekal bahasa-bahasa kuno yang ia pelajari, akhirnya ia bisa memecahkan enkripsi teka-teki itu.

Yog Sothoth.

Itulah nama makhluk itu.

Melalui artefak berusia jutaan tahun itu, iapun tahu bagaimana cara memanggilnya.

Aku pernah menyebutkan bahwa mengetahui nama makhluk itu dan berusaha memanggilnya bisa memicu kepunahan massal dan sejarah telah membuktikannya. Sekitar 70 ribu tahun yang lalu, umat manusia pernah mengalami sebuah kepunahan massal yang tak tercatat sejarah. Dari jutaan manusia kala itu di seluruh Bumi, hanya sekitar seribu orang yang tersisa.

Kala itu, sebuah katastrofi global memicu “musim dingin abadi” yang berlangsung selama lebih dari seratus abad. Tak pernah ada yang tahu bencana macam apa yang bisa menyebabkan kehancuran berskala sedahsyat itu. Ada yang mengumandangkan teori tentang “Toba Catasthrope” tentang sebuah gunung vulkanik raksasa di Sumatra Utara yang meletus dan menyebabkan terbentuknya danau terbesar di Indonesia.

Namun ada yang berpendapat lain.

Yakob tahu itu adalah kutukan. Bahasa yang digunakan Yakob untuk membongkar bahasa pada tulang yang dibawa Lucy terakhir terdengar 70 ribu tahun lalu, bertepatan dengan katastrofi global tersebut. Iapun menarik kesimpulan, kala itulah terakhir kali manusia memanggil sang dewa monster tersebut. Itulah kali terakhir nama Yog Sothoth didengungkan.

Dan itulah penyebab kepunahan massal manusia kala itu.

Namun kali ini, Egi akan berhati-hati. Saat itu manusia masihlah primitif dan buas, sehingga tak bertanggung jawab atas kekuatan ilahi yang mereka panggil. Kali ini, permintaannya sama sekali tidaklah berbahaya, bahkan manusiawi.

Ia hanya ingin putrinya kembali.

Celakanya, ia berhasil.

***

 

Yog Sothoth mengetahui gerbangnya

Yog Sothoth adalah gerbangnya

Yog Sothoth adalah kunci sekaligus penjaga gerbangnya

Masa lalu, sekarang, dan masa depan, semuanya satu di dalam Yog Sothoth

 

BERSAMBUNG

 

 

 

1 comment: