A LOVECRAFTIAN NOVEL
Yog
Sothoth mengetahui gerbangnya
Yog
Sothoth adalah gerbangnya
Yog
Sothoth adalah kunci sekaligus penjaga gerbangnya
Masa
lalu, sekarang, dan masa depan, semuanya satu di dalam Yog Sothoth
***
AKU
terus mengendarai mobilku menembus jalanan yang sepi. Kehidupan tak lagi
terendus di tempat ini dan di berbagai tempat lain yang telah ia kunjungi.
Semuanya
telah musnah, pikirku. Semua kehidupan yang dianggapnya normal, semuanya telah
lenyap.
Ia
tahu manusia lain masih hidup, namun ia tak mau menemui mereka. Mereka
berbahaya. Ya, amat berbahaya.
Diliriknya
kaca jendela sampingnya yang terkunci rapat. Ada bangkai sebuah mobil lain di
sana dan juga mayat seorang pria tergeletak, bersandar di kerangka logam mobil
itu. Dia terbakar habis dengan pakaian yang hangus. Namun aku menduga, pemuda
itu dulunya memakai kaos kuning. Atau mungkin, mobil kuning.
Apapun
itu, itu sudah menjadi cukup alasan bagi seseorang mati konyol di zaman yang
kelam ini.
Aku
masih bisa mengingat ketika jagat ini masih normal. Walau dimana-mana kejahatan
masih merajalela, namun dunia itu masih wajar di mataku.
Neraka
ini dimulai saat seorang gadis cilik bernama Savira Saraswati menghilang.
***
Aku
baru saja naik jabatan menjadi reporter kala itu. Setelah lima belas pekan
magang sebagai pembantu redaksi yang tugasnya hanya membawakan kopi dan
mengantar dokumen, akhirnya mereka mengakui juga keberadaanku di sini. Itu,
atau mereka benar-benar kekurangan pegawai.
Semua
saat itu sedang sibuk dengan berita menghilangnya seorang gadis bernama Savira
Saraswati. Dia hanyalah seorang anak kecil dari keluarga middle-class
yang biasa-biasa saja. Nyaris tak ada yang istimewa dengannya, sama seperti 150
ribu anak yang mati atau menghilang tanpa jejak di negeri ini setiap tahun.
Namun yang membuatnya menjadi perhatian luas adalah bagaimana dua kandidat
presiden saat itu mengangkat isunya untuk menarik sebanyak-banyaknya pengikut.
Ya,
bisa dibilang, timing menghilangnya anak itu amat tepat untuk dijadikan
kendaraan politik. Jika saja saat itu tidak bertepatan dengan masa kampanye,
mungkin orang-orang akan mengabaikannya sebagai berita yang dibaca sambil lalu
semata. Bukannya aku mengatakan bahwa semua perhatian itu bukanlah hal yang
baik. Tentu saja sangat membantu jika pemerintah dan banyak pihak memperhatikan
kasus itu. Namun, niat mereka-lah yang membuat semua ini serasa tak adil,
terutama bagi ribuan anak lainnya yang mengalami kasus serupa, tapi tak
mendapatkan sepercik perhatian yang berhak mereka dapatkan.
Uh,
maaf. Seharusnya aku membicarakan tentang kronologi kasus gadis itu, bukannya
berapi-api menjelaskan kondisi politik saat itu. Aku mulai saja dari awal.
Savira Saraswati adalah gadis dari keluarga biasa yang berumur 12 tahun, namun ia
tak pernah mencicipi bangku sekolah. Orang tuanya lebih menyukai anak mereka home-schooling.
Kemampuan belajar Savira yang “berbeda” membuatnya rentan menjadi korban bullying
di sekolah-sekolah dimana ia pernah mengenyam pendidikan.
Hingga
suatu pagi, Savira lenyap begitu saja dari kamarnya. Tak ada yang tahu dimana
ia berada. Mungkin dia kabur, mungkin orang tuanya lalai sehingga gadis itu
bisa leluasa pergi tanpa sepengetahuan mereka, atau bisa saja dia diculik.
Semua kemungkinan ada. Orang tuanya tentu panik dan berkat kehebatan media sosial,
kasusnya menjadi viral, bahkan menjadi perhatian khusus kedua kandidat presiden
saat itu. Hastag #findsavira, #saveher, dan #diaanakkitajuga mulai
bergaung dan menciptakan kegemparan di seluruh negeri. Dimana dia? Apa yang
terjadi padanya? Apakah dia masih hidup atau tidak?
Where the hell is
she?
Pertanyaan
itu terus menjalar hingga ke teritori yang lebih gelap: apa orang tuanya
sendiri yang melakukannya?
Kasus
itu memicu perdebatan, beberapa baik dan beberapa lagi tidak. Masyarakat mulai
mendapatkan informasi tentang betapa mengerikannya fenomena pedofilia berkat
liputan-liputan investigasi yang mendalam. Tiap stasiun televisi seakan
berlomba-lomba mengangkat kasus ini dari sudut pandang berbeda dan unik.
Beberapa bahkan melibatkan ahli kriminal hingga pakar dunia gaib. Ya,
paranormal hingga anak indigo-pun dipanggil untuk melacak keberadaan Savira.
Tak
hanya sensasi dan keprihatinan belaka. Ketakutan, kegilaan, paranoia; sayangnya
kasus ini membawa semuanya.
Yakob
Pradana, ayah dari Savira menangis berkaca-kaca di hadapan ratusan wartawan
yang meliputnya, di depan pilar-pilar gedung Komnas Perlindungan Anak, meminta
pada Tuhan agar mengembalikan anaknya. Itulah image yang akan paling
diingat generasi ini, sebab wajah itu telah muncul di jutaan artikel berita online,
koran, dan siaran televisi.
Sebuah
ikon anyar untuk zaman ini.
Dua
calon presiden, yang kali ini harus kusinggung kembali karena mereka memiliki
peranan penting dalam kejadian ini, bersumpah akan turun tangan langsung,
diikuti semangat menggebu-gebu dari para pendukung mereka.
Namun,
tak semua kisah berakhir bahagia. Dua bulan semenjak dilaporkan menghilang,
Savira ditemukan di sebuah rawa, tenggelam, tak bernyawa. Apa yang terjadi
amatlah menggenaskan hingga surat kabar dan semua media terpaksa menyensor
detail-detailnya demi menjaga kewarasan para pemirsanya.
Tak
ada yang mengetahui siapa pelaku perbuatan keji ini, sebab bukan
identitasnya-lah yang penting dalam keterkaitan kasus ini dengan dunia post-apokaliptik
yang kini kudiami.
Melainkan
apa yang kemudian dilakukan ayahnya yang putus asa.
Yakob
Pradana, dalam kondisi patah hati dan sudah kehilangan akal sehatnya, berpaling
pada ilmu yang dipelajarinya. Dia adalah profesor bidang okultisme yang mempelajari
tentang berbagai mistisisme yang dipercaya masyarakat kuno; suatu cabang ilmu
etnologi yang tabu. Ia mempelajarinya, hingga nyaris gila, dengan tujuan untuk
menemukan tuhan yang sebenarnya. Bukan tuhan
yang telah membiarkan anak semata wayangnya terbunuh dengan kekejian tak
terbayangkan, melainkan tuhan yang
memiliki kekuatan ilahi sesungguhnya untuk mengembalikan nyawanya.
Ya,
ia sendiri tak mau mengakuinya, namun jauh di lubuk hatinya, ia berusaha untuk
membangkitkan kembali putrinya.
Itu
tidak akan mungkin berhasil kan, pikir kalian. Itu jugalah yang ada di benak
semua orang. Semuanya yang mengenalnya, termasuk istrinya sendiri, mengira
dirinya sudah terjatuh ke dalam lubuk kegilaan. Bahwa yang tersisa darinya
adalah ketidakwarasan untuk melakukan hal yang mustahil.
Akan
tetapi, yang tak diketahui orang-orang, ia berhasil kembali kepada sesuatu yang
amat kuno, sesuatu yang disembah manusia bahkan sebelum agama-agama ada.
Sesuatu yang telah lama dilupakan, akan tetapi tak pernah luntur dan selalu
ada, menanti dalam kegelapan untuk berkuasa kembali.
Bukti
tentang tuhan pertama yang disembah manusia berasal dari 30 ribu tahun lalu,
yakni sebuah berhala yang disebut dengan Venus of Willendorf, yang ditemukan di
sisa-sisa kebudayaan purba di Jerman. Perlu diingat bahwa saat itu, bahkan
harimau sabretooth dan gajah Mammoth belumlah punah. Manusia masih amat
primitif, namun mereka telah menyadari ada kekuatan yang jauh lebih besar
ketimbang mereka.
Para
ilmuwan awalnya mengira sosok yang digambarkan dalam figurin dari tanah liat
itu, berhala pertama yang dikenal umat manusia, adalah sosok wanita yang
mengalami obesitas. Sosok itu tak memiliki wajah yang jelas, namun secara
abstrak, pikiran manusia mampu mengenali dua payudara dan perut buncitnya
(entah karena hamil atau pertanda hidup yang makmur). Sehingga, patung itu
kemudian ditahbiskan sebagai perlambang dewi kesuburan.
Ya,
tuhan pertama yang disembah manusia adalah seorang wanita.
Namun
Yakob tahu, itu semua adalah halusinasi semata. Kita hanya bisa melihat apa
yang kita inginkan. Seorang dewi kesuburan yang melindungi pertanian dan
mengayomi anak-anak. Seorang bunda sejati yang penuh welas asih. Begitulah manusia
modern ingin menggambarkan tuhan. Tidak, Yakob yakin kenyataannya tak pernah
seindah itu. Orang-orang pada zaman purba itu, mereka tahu kebenarannya.
Dewi
Venus yang mereka agung-agungkan itu sesungguhnya adalah monster.
Itulah
tuhan pertama yang manusia kenal, sesosok monster berwujud ganjil, yang
memiliki kekuatan kosmik tiada batas, dan sudah ada sebelum alam semesta
terbentuk.
Lalu
dimana monster itu sekarang? Mengapa kini kita tak pernah mendengarnya?
Yakob
tahu jawabannya: karena ia sengaja disembunyikan. Karena akan lebih baik
bagi umat manusia jika mereka tak mengetahui keberadaan-nya. Kekuatannya
terlalu besar untuk dinalar manusia. Dan dampak dari pemujaannya bisa berakibat
pada kepunahan massal manusia di dunia ini.
Sejarah
sudah membuktikannya.
Yakob
yang pernah menjabat profesor bidang okultik di sebuah universitas di Arkham
County, negara bagian Massachusets, Amerika Serikat, mengerahkan semua
kemampuannya untuk menggali lebih dalam tentang tuhan pertama yang disembah
manusia ini.
Celakanya,
ia berhasil.
Penemuan
pertamanya berasal dari sebuah penggalian di situs yang disebut Gobekli Tepe di
Turki, tak jauh dari lembah Sungai Eufrat dan Tigris, yang disebut-sebut
sebagai lokasi taman Firdaus dalam Kitab Suci. Di sana ia menemukan altar
pemujaan pertama yang berusia 10 ribu tahun lebih tua sebelum peradaban pertama
muncul di muka Bumi, yakni di Tanah Bulan Sabit Mesopotamia.
Di
salah satu pilar kuil yang disebut sebagai bangunan arsitektural pertama yang
pernah dibuat oleh umat manusia itu tergambar lagi sosok itu. Sang monster. Di
sana, sesuai dugaan Yakob, ia tak digambarkan sebagai Dewi Kesuburan yang
feminim dan welas asih.
Di
sana, ia dilukiskan sebagai raksasa dengan tangannya mengenggam bola dunia.
Namun
itu tak membuatnya puas. Hanya ada reruntuhan yang tersisa di sana, tak cukup
untuk memuaskan rasa ingin tahunya.
Ia
ingin tahu apa nama makhluk itu dan bagaimana cara memanggilnya.
Maka
penemuan berikutnya membawanya kembali ke asal usul manusia, ke Benua Afrika,
tepatnya di sebuah gurun terpencil di Hadar, Ethiopia. Di tanah yang terbuang
itu ditemukan fosil dengan DNA manusia pertama di muka bumi. Ilmuwan
menyebutnya Lucy, sesuai dengan lagu The Beatles. Namun Yakob memiliki nama
julukan lain baginya: sang Siti Hawa.
Pertama
kali tiba di Bumi 3,2 juta tahun, fosil Lucy membawa sesuatu: segenggam tulang
dengan cakaran-cakaran di atasnya. Para ahli hanya menganggapnya sebagai
goresan-goresan tanpa arti yang didapatkannya ketika tulang itu dijadikan alat
berburu. Namun Yakob berpendapat lain. Benda itu adalah sebuah artefak dengan
aksara yang teramat kuno. Bahasa pertama. Bahasa yang hanya digunakan oleh para
dewa semata. Tak ada yang bisa memecahkan arti tulisan itu.
Namun
Yakob bisa.
Bahasa
itu lebih tua ketimbang bahasa pertama yang digunakan oleh manusia di Sumeria.
Lebih simpel. Karena ia sudah menguasai bahasa tersebut, iapun berusaha
menerjemahkannya. Dengan berbekal bahasa-bahasa kuno yang ia pelajari, akhirnya
ia bisa memecahkan enkripsi teka-teki itu.
Yog
Sothoth.
Itulah
nama makhluk itu.
Melalui
artefak berusia jutaan tahun itu, iapun tahu bagaimana cara memanggilnya.
Aku
pernah menyebutkan bahwa mengetahui nama makhluk itu dan berusaha memanggilnya
bisa memicu kepunahan massal dan sejarah telah membuktikannya. Sekitar 70 ribu
tahun yang lalu, umat manusia pernah mengalami sebuah kepunahan massal yang tak
tercatat sejarah. Dari jutaan manusia kala itu di seluruh Bumi, hanya sekitar
seribu orang yang tersisa.
Kala
itu, sebuah katastrofi global memicu “musim dingin abadi” yang berlangsung
selama lebih dari seratus abad. Tak pernah ada yang tahu bencana macam apa yang
bisa menyebabkan kehancuran berskala sedahsyat itu. Ada yang mengumandangkan
teori tentang “Toba Catasthrope” tentang sebuah gunung vulkanik raksasa di
Sumatra Utara yang meletus dan menyebabkan terbentuknya danau terbesar di
Indonesia.
Namun
ada yang berpendapat lain.
Yakob
tahu itu adalah kutukan. Bahasa yang digunakan Yakob untuk membongkar bahasa
pada tulang yang dibawa Lucy terakhir terdengar 70 ribu tahun lalu, bertepatan
dengan katastrofi global tersebut. Iapun menarik kesimpulan, kala itulah
terakhir kali manusia memanggil sang dewa monster tersebut. Itulah kali
terakhir nama Yog Sothoth didengungkan.
Dan
itulah penyebab kepunahan massal manusia kala itu.
Namun
kali ini, Egi akan berhati-hati. Saat itu manusia masihlah primitif dan buas,
sehingga tak bertanggung jawab atas kekuatan ilahi yang mereka panggil. Kali
ini, permintaannya sama sekali tidaklah berbahaya, bahkan manusiawi.
Ia
hanya ingin putrinya kembali.
Celakanya,
ia berhasil.
***
Yog
Sothoth mengetahui gerbangnya
Yog
Sothoth adalah gerbangnya
Yog
Sothoth adalah kunci sekaligus penjaga gerbangnya
Masa
lalu, sekarang, dan masa depan, semuanya satu di dalam Yog Sothoth
BERSAMBUNG
Kok tiba-tiba ada Egi muncul? 🙄
ReplyDelete