MENGAPA DARI 10 JUTA WARGA JAKARTA, AKU LEBIH MEMILIH BERDESAKAN DENGAN PEGAWAI KUNINGAN

 

Curhat dikit nih, stress lama-lama kalo bikin postingan top ten yang kudu mikir hehehe. Sekitar hampir 2 bulan aku menetap di Jakarta, akhirnya kesampaian juga menikmati pagi yang selalu dialami ribuan pegawai komuter di Jakarta. Alkisah saat itu aku menginap di tempat teman lama yang udah lama nggak ketemu. Dia temen kuliah yang sekarang bekerja di Jakarta juga dan sekarang nge-kos di wilayah Mampang Prapatan. Nah, sebenarnya sih selain pengen ngobrol2 soalnya udah lama nggak ketemu, aku juga pengen banget ngerasain gimana kesibukan warga Jakarta ketika pagi tiba.

Hari Minggu sore aku berangkat ke tempat temenku dengan busway dengan harapan aku bisa balik ke tempat kerja (sekalian berangkat kerja) Senin pagi. Sesampainya di sana, temenku itu malah nawarin nganterin aku Senin paginya (mau “nganyari” motornya yang masih kinclong, hebat banget tuh temenku kerja di Jakarta udah bisa beli motor baru hehehe). Namun aku menolak. Selain nggak mau ngerepotin temenku itu, sebenarnya alasanku nginep di tempat temenku tuh karena kepengen tau rasanya jadi pegawai Jakarta yang berangkat pagi ke kantor.

Nah, paginya aku langsung bangun pagi. Kata temenku sih sebaeknya berangkat pagi2 banget jam6an biar nggak kena macet ama nggak desak2an di busway. Tapi lagi-lagi it’s a big no-no. Why? Karena itu juga akan mengkhianati tujuan awalku yang semula (cailah) untuk berangkat bareng pegawai2 Jakarta. Akhirnya aku berangkat dari kost temenku sekitar jam7an. Di halte Mampang Prapatan udah berasa nih, nunggu busway ama cowok2 dengan kemeja ama cewek2 berbusana kantor.

Pas dapet busway jurusan Ragunan – Dukuh Atas, Naudzubillah min Zalik, Gusti Pangeran paringana kawelasan, buset penuh banget coy! Secara ini kan “happy hour” jam masuk kerja getoh. Percuma nih pake kemeja rapi disetrika susah payah, bisa lecek lagi ampe dalem hehehe. Ada juga pengalaman menarik di sini. Saking penuhnya, banyak penumpang yang berdiri yang nggak dapet pegangan di atas buat (itu tuh yang bunder2 dimasukin tangan, nggak tau istilah teknisnya apa). Eh kebetulan ada mbak-mbak berjilbab di depanku. Tangan kami hampir pegangan soalnya kami berdua mengicar satu-satunya pegangan yang tersisa. Aku langsung aja ngalah dan ngasih pegangan itu ama mbaknya. Eh terus dia senyum manis banget, dalam hati aku langsung “Waduuuhh...nggak kuat nih”. Boleh nih kalo tiap pagi ketemu ama yang beginian. Sayang buat mbak-nya, aku sedang mencari pendamping hidup yang seiman (makanya aku suka longok2 nyariin cewek cantik yang lagi sendirian kalo ke Katedral). Kebalik kali...mbak-nya kali yang selamet nggak dapet aku hehehe. Sayangnya perjalanan kami agak tersendat, soalnya banyak banget kendaraan (terutama busway) yang nyerobot masuk jalur busway. Aku ampe geleng2 kepala, ini orang2 pada nggak bisa diajak disiplin dikit.

Walaupun berdesakan, aku percaya banget ama keamanan di sini (pembaca yang sudah baca2 blog aku mungkin tak asing dengan cerita aku kecopetan hape di dalam busway). Soalnya aku yakin yang pada naik busway jurusan Ragunan – Dukuh Atas ini banyakan kerja di Kuningan, jadi pegawai perusahaan papan atas gitu. Jadi yah aku percaya lah orang2 di sini berkelas dan bermartabat. Yang ada juga aku yang kemungkinan besar nyopet mereka (lho????).

Nah, ini nih yang paling kusuka ama Jakarta. Di sepanjang perjalanan aku melewati gedung2 bertingkat. Mungkin norak ya buat kalian yang udah lama di Jakarta, tapi maklum lah aku kan anak kampung dan melihat gedung2 ini (apalagi pas malem, aku beruntung banget mess-ku empat lantai sehingga aku bisa lihat kelap-kelip lampu saat malam hari) merupakan suatu kenikmatan tersendiri bagiku. Hampir sama seperti melihat panorama kebun teh di pegunungan ataupun bintang-bintang yang bertaburan di langit (aku mah anak kampung udah sering liat begituan hehehe). Yah, di manapun kalian, nikmati panorama yang bisa kalian lihat, soalnya yang lain mungkin tak seberuntung itu bisa melihatnya setiap hari.

Sampai di Dukuh Atas, penumpang udah mulai dikit karena banyakan udah pada turun di Kuningan. Aku suka banget ama halte busway yang satu ini, soalnya ada jembatan panjangnya yang menghubungkan dua halte di tengah keramaian Jakarta. Di halte itu, akupun menunggu busway jurusan Harmoni (ribet juga, harus ganti bus ampe 3 kali untuk nyampe kantorku). Di sini aku lagi2 naek busway bersama orang2 “berkelas”. Woow banget deh. Apalagi lewatnya Bunderan HI gitu, jadi terasa banget nuansa Jakart-nya. Nyampe di Monas banyak yang turun. Di Harmoni barulah aku terpaksa menerima kodratku kembali bersama kaum *sederajatku* yaitu golongan ekonomi kecil dan menengah hiks (apalagi busway yang kutumpangi jurusan LB alias Lebak Bulus).

Nah, readers pasti bertanya, mengapa sih admin blog ini rela berdesak2an di dalam busway, apalagi kalian yang kebetulan setiap hari mengalaminya mungkin justru kepengen menghindarinya. Well, jiwa petualangku sebagai backpacker yang rada gila ikut berperan penting dalam keputusanku itu. Salah satu motto hidupku adalah, “Dimanapun berada, apapun kondisinya, nikmati dan syukuri.” (yeeee….kecele, bukan minum teh botol Sosro hehehe). Jika kamu pas di pedalaman KL alias Klaten, Yogya, nikmatilah naek bus AKAP reyot bersama mbok2 yang baru pulang berjualan dari pasar. Jika kalian berada di Jakarta, nikmatilah naek busway bersama para pekerja2 Jakarta. Dan jika suatu saat nanti kalian berada di Singapura, nikmatilah berada di dalam MRT atau subway bersama para warga Singapura. Nikmati kehidupan mereka walau hanya sehari.

Lagian, kehidupan para pegawai di kota besar itu “romantis” (eventhough they probably will say that their life sucks). No, what truly sucks is trapped in a small city (like me) with UMR 800K IDR, that’s sucks. Dari dulu aku kepengen membaur dengan para pegawai Jakarta, yang setiap pagi naik transportasi massal (dan bersabar dengan gitu) untuk tiba di tempat kerja mereka. Rutinitas yang mungkin takkan kurasakan sebab kantorku tidak berada di gedung bertingkat kawasan Kuningan. Jadi aku bersyukur sekali bisa merasakan pengalaman itu, walaupun cuma sehari.

Oya, ada satu lagi. Aku dari dulu terkesan dengan semangat kerja di kota besar. Aku pernah merasakan bagaimana bekerja di perusahaan kecil yang pegawainya nggak punya etika kerja (dan parahnya aku juga lama-lama terpengaruh). Makanya aku berharap aku bisa ketularan sedikit saja semangat kerja mereka hahaha. Dan harapan lebih besar, aku bisa tertular kesuksesan mereka. Kalo banyak orang bilang jangan jadi pegawai soalnya nggak bakal bisa kaya, aku bilang berbanggalah menjadi pegawai. Sebab tanpa pegawai, para bos yang miliuner itu bukanlah apa2. Ya nggak? Bukan besarnya gaji yang membuat kita kaya, tapi bagaimana kita mengelolanya (walah kok jadi Mario Teguh gini hehehe).

Satu lagi yang kupelajari di Jakarta adalah you finally will get what you’re dreamed of if you really really want it with all your heart, pray, and fight for it. Aku ingat temen lamaku yang kutemui di Mampang itu pernah berkata, “Dari dulu kan kamu pengen kerja di Jakarta, Mas.”. dan aku baru nyadar, at least one dream that I have since a very long time ago is fulfilled. Satu impianku tercapai dan semoga dengan tekad yang sama, mimpi2 lainnya pun dalam proses untuk tercapai.

Buat para pegawai Jakarta yang merasakan berdesak2an tiap pagi untuk sampai di tempat kerja, jangan berkecil hati. You’re big. Itu juga yang dirasakan pegawai di Singapore, Hong kong, bahkan New York, it’s all the same. And I think it’s cool.