“Onrust” dalam bahasa Belanda berarti “unrest” alias “tak pernah beristirahat”. Sebab dahulu, pulau ini adalah pusat maritim bangsa Belanda yang supersibuk. Bahkan di sinilah, pundi2 kekayaan VOC terisi dengan jerih payah bangsa ini. Sayang sekali, warisan sejarah Pulau Onrust ini tak banyak tersisa. Bukan karena Belanda, Jepang, atau bangsa penjajah lainnya, melainkan karena ulah bangsa kita sendiri. Beruntung, Pemkot Jakarta sepertinya mulai menaruh kepedulian pada kelestarian sejarah di sini. Sejarah di pulau ini memang tak pernah beristirahat, seperti namanya.
Setelah menyambangi Pulau Cipir, tujuan terakhir dalam tur kami hari ini adalah Pulau Onrust. Pulau ini dijadikan “pamungkas” alias gong acara jalan2 kami karena ketimbang kedua pulau lainnya, atmosfer sejarah di pulau “harusnya” lebih terasa, sebab pulau ini adalah yang terbesar di antara ketiga pulau historis yang kami kunjungi.
Bisa dibilang, di sinilah titik nol dimana Belanda mulai bercokol dan perlahan-lahan menggerogoti kekayaan alam Nusantara. Di pulau inilah pada 1619 armada Belanda datang untuk menaklukkan Indonesia. Sebenarnya salah bangsa kita sendiri sih yang terlalu ramah pada para pendatang Eropa.
Pangeran Jayakarta yang saat itu berkuasa mengizinkan pelaut Belanda yang tiba di Nusantara untuk mempergunakan Pulau Onrust sebagai galangan kapal untuk memperbaikik kapal mereka yang rusak. Namun justru pada perkembangannya, setelah Sunda Kelapa takluk dan ditahbiskan menjadi Batavia, pulau ini menjelma sebagai gerbang perdagangan rempah2 dari Nusantara menuju Eropa. Dahulu, kapal pedagang yang hendak berlayar dari pelabuhan Batavia harus melalui pulau ini terlebih dahulu.
Kejayaan Pulau Onrust akhirnya runtuh akibat berbagai peristiwa. Pertama serangan Inggris pada 1803 – 1810 dan kedua, letusan Krakatau pada 1883 akhirnya meluluhlantakkan pulau ini. Kemudian pada 1960-1965, pulau ini dijadikan exile atau pengasingan bagi tuna wisma.
Begitu tiba di pulau ini, kami langsung disambut oleh seorang guide. Wah, dari ketiga pulau yang kami kunjungin, baru satu ini yang ditemenin guide. Gue langsung excited ketika bapak guide mengantar kami ke ruangan yang kini menjadi museum. Bangunan ini merupakan bangunan restorasi (aslinya dah rata dengan tanah), namun tetap dibangun menyerupai bangunan aslinya.
Walaupun koleksinya sangat minim, namun museum ini cukup lah menceritakan sejarah panjang pulau ini. Ini salah satu koleksi museum ini, yakni pecahan keramik tempo doeloe.
Poster2 yang ada di dinding museum ini juga cukup membantu dan informatif. Salah satu poster juga menyebut James Cook, penemu Australia, pernah singgah di Pulau Onrust ini dalam perjalanannya.
Ini foto gedung2 di pulau ini pada saat masih berdiri.
When U see it ….
Dan ini ... hmmm, apa ya?
Kami berjalan menyusuri reruntuhan bangunan yang seakan tiada habisnya sambil sesekali berhenti ketika sang guide memiliki cerita menarik untuk dibagi. Pulau ini dahulu disesaki oleh oleh berbagai bangunan, mulai dari dermaga, rumah sakit, kantor, benteng, gudang mesiu, bastion (bagian benteng yang menjorok ke luar), bahkan kincir angin. Kincir ini bukan hanya buat bernostalgia ama kampung halaman mereka di Belanda, namun juga berfungsi menyediakan energi untuk penggergajian kayu untuk perbaikan kapal. Wow!
Sayang dari apa yang gue ceritain, nggak banyak, bahkan hampir nggak ada yang tersisa. Sang guide mengisahkan kisah miris dimana pada 1968, sebagian besar batu yang digunakan untuk mendirikan bangunan di pulau ini dijarah secara berjamaah oleh penduduk Jakarta Utara. Namun di sela2 reruntuhan ini, masih ada cerita masa lalu yang asyik untuk diperbincangkan. Lubang ini misalnya, ternyata adalah pengolahan air bersih pada masa Hindia Belanda. Kalo dipikir2, gimana ya cara mereka kala itu dapat air bersih, karena kan pastinya pulau ini dikelilingi oleh air laut yang asin. Katanya sih pake sumur artesis, tapi masa iya? Ini kan di tengah laut? Ternyata teknologi masa lampau nggak kalah canggih.
Ini adalah sisa-sisa pagar anti tikus yang kedalamannya hingga mencapai beberapa meter ke dalam tanah. Tujuannya untuk mencegah tikus menggali masuk ke dalam rumah. Hal ini untuk mencegah berkembangnya penyakit leptospirosis yang ditularkan oleh air kencing tikus.
Kami lalu dibawa ke bekas gedung penjara yang kini telah direnovasi menjadi baru. Mengapa bangunan ini dianggap penting hingga direstorasi kembali, ketimbang bangunan2 lain seperti benteng? Ternyata penjara ini menyimpan kisah unik. Bangunan sirkular ini (yang awalnya gue tebak adalah tempat air) ternyata merupakan arena gladiator. Untuk mengurangi populasi narapidana di sini, mereka akan dipaksa bertarung di dalam ring ini sampai ini. Wah, nggak nyangka ya zaman penjajahan ada hal semacam itu juga. Kirain bangsa penjajah kala itu lebih civilized, ternyata masih primitif juga.
Bagian paling menarik lainnya dari pulau ini adalah makam Belanda-nya. Ada makam2 berbentuk sarkofagus yang agak nggak lazim dijumpai. Apa ini makam Yahudi seperti yang gue temukan di TPU Petamburan, Tanah Abang?
Kebanyakan batu nisan di sini sudah tak terawat, namun beberapa masih ada yang menyisakan cerita tersendiri. Ada banyak makam gadis2 Belanda di sini, contohnya makam Anna Adriana Duran dan Johanna Kalf.
Namun cerita yang paling menarik adalah cerita Maria van de Veldes. Ada yang mengatakan gadis cantik ini meninggal karena wabah malaria, namun juga ada legenda yang menyatakan bahwa ia meninggal bunuh diri. Gue sempet baca di salah satu blog bahwa pulau Onrust ini terkenal angker karena kerap dihantui sosok arwah noni Belanda yang cantik. Apa mungkin hantu yang dimaksud adalah Maria ini? Uniknya, di atas makam Maria dituliskan puisi (dalam bahasa Belanda) yang konon ditulis oleh kekasihnya. Daaaaan ... pas gue menyambangi makam ini, ada bunga ditaburkan di atas batu nisan ini.
Belakangnya ada pohon beringin besar yang menambah kesan creepiness.
Selain makam Belanda, juga terdapat makam lokal yang konon merupakan tempat peristirahatan terakhir Kartosuwiryo, pemimpin pemberontakan DI-TII yang dieksekusi juga di pulau ini. Ironis, di makam sang separatis ini justru berdiri gagah bendera Merah Putih.
Dan sisanya adalah reruntuhan yang dengan indah bersanding dengan birunya laut.
Aish ada kebon pisang di sini. Gue takut banget soalnya dari TV, gue tau kalo kebon pisang tuh tempat mangkalnya manusia serigala ama vampir di Indonesia.
Ini hal unik lainnya yang gue temukan di pulau ini. When U see it ....
Akhir kata, gue emang salut dengan usaha Pemprov DKI yang berusaha untuk melestarikan kekayaan sejarah di pulau2 ini. Memang tak banyak yang tersisa dari ketiga pulau yang gue sambangin kali ini. Namun itu tentunya nggak menyurutkan niat gue untuk berbagi dan mengajak generasi muda sekarang menghargai sejarah bangsa kita dengan menapak tilas tempat2 bersejarah yang telah menempa kita menjadi bangsa yang besar dan bersatu ini.
And the last thing I want to say is a quote from Saint Agustinus dari Hippo, “The world is a book and those who do not travel read only one page”. Jadi perkaya halaman dalam buku kehidupan kalian dengan travelling ke tempat2 yang akan membuka mata kalian, niscaya kalian bisa takjub dengan kekayaan sejarah dan alam negeri ini.
Keren weh... jadi pengen solo traveling kesana... Arrrghhh :DD
ReplyDelete