Pernah terlibat
dalam hubungan yang toxic, dimana alih-alih kalian merasa bahagia dengan
pasangan kalian, kalian justru merasa lelah dan terus-menerus “makan hati”?
Jika ya, maka gue sangat menyarankan pada kalian untuk segera mengakhiri
hubungan tersebut. Jika tidak, maka nasib kalian mungkin akan berakhir seperti
kasus ini.
Tanggal 20 Mei
2019 seharusnya menjadi salah satu saat paling membahagiakan bagi Alexander Urtula, seorang pemuda keturunan
Filipina yang bermukim di Amerika. Pada hari itu, seharusnya ia menghadiri
upacara wisudanya sendiri di Boston College. Namun keluarganya yang menantinya
di aula kampus tersebut mulai bertanya-tanya ketika pemuda itu tak kunjung
datang.
Hingga siang mulai
menjelang dan sebuah kabar yang menyesakkan pun datang.
Alexander tak
pernah datang ke acara itu sebab sebelum pagi itu, ia memutuskan bunuh diri
dengan melompat dari atas atap sebuah gedung.
Bunuh diri
semestinya bukanlah kasus pidana yang berakhir di pengadilan. Toh, seberapa
tragisnya kasus kematiannya, tetap saja pemuda itu sendirilah yang memutuskan
untuk mengakhiri hidupnya sendiri. Namun kasus ini rupanya tak semudah yang
dibayangkan, bahkan berakhir di meja hijau. Bagaimana bisa?
Dear readers,
inilah Dark Case kali ini.
Semenjak
kematiannya berkumandang, semua pihak yang mengenal pemuda itu tak pelak mulai
bertanya-tanya, mengapa ia mengakhiri hidupnya sendiri? Alexander dikenal
sebagai pemuda cerdas yang pandai bersosialisasi. Masa depannya pun terjamin
cerah karena ia berhasil mendapat gelar sarjana di salah satu universitas bergengsi. Selain itu, ia juga memiliki
tambatan hati yang amat cantik, seorang gadis keturunan Korea bernama Inyoung
You. Sekilas dilihat, kehidupannya terasa sempurna.
Alexander dan kekasihnya dalam kemesraan yang
berujung musibah
Semakin
diselidiki, semakin fakta-fakta kelam mengenai kehidupannya mulai terkuak bak
borok yang terus dikorek. Penyelidikan oleh polisi menemukan hasil mengejutkan.
Selama kurang lebih 18 bulan berhubungan, ditemukan lebih dari 75 ribu SMS
antara Alexander dengan pacar cantik berdarah Koreanya, Inyoung. Namun ternyata
tak semuanya adalah pesan bernada mesra seperti yang biasa kita harapkan dari
sepasang kekasih. Justru sebagian besar pesan teks tersebut berisi pesan-pesan
seperti, “Bunuh diri saja kamu!”, “Mati sana!” , dan “Dunia ini bakal lebih
baik kalau kamu nggak ada!”.
Ya, ternyata
selama 1,5 tahun berhubungan, kisah cinta mereka bukanlah kisah romantis bak
negeri dongeng. Alexander justru kerap kali mendapatkan “penyiksaan” dari
kekasihnya. Bukan melalui fisik, melainkan lewat siksaan verbal dan psikologis.
Kata-kata menyakitikan sering dilontarkan oleh Inyoung kepada kekasihnya itu,
hingga menyebabkan Alexander jatuh ke dalam depresi berat.
Inilah yang
kemudian menyebabkan pemuda malang itu memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri.
Yang mengejutkan,
kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi di Amerika. Pada 2004, seorang
pemuda bernama Conrad Roy bunuh diri karena “didorong” oleh kekasihnya sendiri,
Michelle Carter yang kala itu masih berusia 17 tahun. Lagi-lagu bukan
“didorong” dalam arti fisik, melainkan melalui kata-kata yang kembali
mengusulkan, bahkan memaksa, kekasihnya itu bunuh diri karena dianggap “tidak
berharga”.
Kasus Inyoung You bukanlah yang pertama.
Sebelumnya, wanita bernama Michelle ini melakukan hal yang sama kejinya pada
kekasihnya sendiri
Kasus ini
mengejutkan publik kala itu. Tak hanya karena usia keduanya yang masih teramat
muda, namun juga karena ini membuktikan bahwa cyberbullying tak hanya terjadi
di internet ataupun di sekolah saja, seperti sudah dibuktikan oleh banyak
kasus. Namun cyberbullying juga ternyata bisa terjadi antara dua insan yang
teramat dekat, bahkan sepasang kekasih.
Seperti gue
kiaskan tadi, bunuh diri bukanlah sebuah kasus pidana. Pelakunya tak bisa
dijerat hukum, bahkan jika selamatpun, sebab justru selayaknya mereka mendapat
bimbingan dan bantuan psikologis. Akan tetapi itu tidak berarti orang-orang
yang terlibat dengan kasus bunuh diri bisa lepas oleh jerat hukum. Semisal,
orang-orang yang membantu proses bunuh diri itu bisa dipidana dengan tuduhan
pembunuhan. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menyebabkannya?
Akibat kasus ini,
pemerintah negara bagian Massachusetts tempat peristiwa naas ini terjadi
mendaulatkan hukum terbaru yang menyatakan bahwa jika seseorang mendorong orang
lain untuk bunuh diri, ia bisa didakwa dengan hukuman maksimal 5 tahun di
penjara. Nasib sama pun menunggu Inyoung (yang mungkin hukumannya akan lebih
berat karena ia sempat kabur ke tanah kelahirannya, Korea), dimana tahun 2020
ini dia dijadwalkan untuk diadili di pengadiilan.
Namun apa yang
sebenarnya terjadi pada Inyoung You dan Michelle Carter ini? Mengapa mereka
bisa sekejam itu, apalagi kepada orang yang seharusnya mereka kasihi dengan
segenap hati? Jawabannya mungkin karena otak mereka yang masih sangat muda,
sehingga mereka nggak bisa memproses bahwa kata-kata menusuk hati yang mereka
ucapkan (dalam dalam hal ini, mereka ketik) bisa mendorong seseorang untuk
bunuh diri. Mungkin mereka hanya menumpahkan kekesalan mereka, tanpa sadar
bahwa apa yang mereka lontarkan bisa mempengaruhi beban mental seseorang.
Lain kali berhati-hatilah dalam mengirim chat
atau pesan singkat. Pikirkan dampak dari tiap helai kata dalam pesanmu!
Yang unik,
kata-kata bernada kematian yang dilontarkan kedua kekasih laknat itu
diungkapkan hanya melalui SMS atau pesan teks lewat media sosial (kalo di sini
mungkin Whatsapp ya, tapi gue denger Whatsapp nggak begitu populer di Amrik
sana). Sudah banyak ahli yang mengingatkan, bahwa psikologi di balik pesan
tertulis seperti itu sangat berbeda dengan percakapan dengan bertatap muka
langsung. Melalui SMS atau pesan instan lainnya, banyak yang tidak terlalu
memikirkan dampak pesan tersebut ketika mengirimkannya. Alasannya karena orang
yang mereka kirimi pesan tidak berada di depan mereka. Sebaliknya, kita pasti
akan berpikir dua kali ketika hendak mengatakan sesuatu yang kasar atau jahat
kepada orang lain apabila kita berhadapan langsung dengan mereka, karena kita
tahu akan menerima konsekuensi langsung.
Ataukah mungkin
ada alasan balik di balik cyberbullying yang berakhir memilukan itu? Bahwa
kedua gadis itu sejatinya psikopat tak berperasaan?
Entahlah, yang
jelas kasus ini selayaknya membuat kita lebih menjaga baik perkataan maupun
tulisan kita, baik itu kita lancarkan kepada orang asing atau mereka yang dekat
dengan kita. Kita juga tak boleh menyepelekan masalah mental yang dimiliki
seseorang, karena kita tidak tahu apa yang tengah mereka hadapi dalam hidupnya.
Di sisi lain, jika kita mengalami masalah mental, seperti depresi, atau bahkan
terlintas keinginan bunuh diri, selayaknya kita segera mencari bantuan
profesional untuk menghindari terjadinya tragedi lebih jauh.
Kalo diliat dari Drakor dan wrbtoon, kebanyakan orang Korea, (jelas disini bukan semuanya ya) suka bersumpah serapah, sedangkan Urtula mengan
ReplyDeleteBener...
DeleteBelum selesai ngetik akutu kayul, udah bener aja lu
DeleteEtp intinya bener sih xixi
Pelajaran hidup jangan TERLALU mencintai 100% kepada yg kita sayangi karena semua yg di dunia ini hanya TITIPAN, hanya kepada sang pencipta lah kita boleh 100%.
ReplyDelete