Ketika aku tengah memegang pisau di dapur dan asyik memotong untuk makan malam, terdengar suara deringan bel.
“Hah, siapa yang mengebel pada jam segini?” ujarku khawatir dalam hati.
Akupun segera berjalan menuju pintu, masih memegang pisauku, dan melihat ke arah lubang pengintip yang ada di pintu. Terlihat seorang pria berseragam merah.
“Paket!” ujarnya.
Aku menatapnya dengan curiga. “Paket? Aku tak memesan paket. Mungkin salah alamat!” ujarku.
“Alamatnya benar kok di sini,” ujar pria itu.
“Ka … kalau begitu taruh saja di depan pintu.” ujarku khawatir.
“Saya perlu tanda terima berupa tanda tangan ibu. Kalau ibu bisa membukakan pintu, saya akan …”
“Taruh saja di depan!” ujarku gemetaran.
Pria itu menghela napas.
“Pergilah … pergilah …!” ujarku dalam hati.
“Baiklah.” tapi aku masih bisa mendengarnya menggerutu dengan kesal.
Pria itupun pergi dan akupun lega.
Dari belakangku, layar televisi masih menyiarkan berita yang dari tadi terus berkumandang.
“Penduduk diharapkan berhati-hati dan tetap waspada. Menurut berita terkini, pembunuh berantai yang kabur dari penjara masihlah berkeliaran. Jangan bukakan pintu untuk siapapun terkecuali orang yang benar Anda kenal.”
“Lain kali aku harus lebih berhati-hati!”
hati-hati biar ga ketauan
ReplyDeleteSi "Aku" itu pembunuh berantainya. Dia takut yg "ngantar paket" tadi adalah polisi. Makanya harus berhati-hati....
ReplyDeleteSi aku gak bayar paket COD
ReplyDeleteCuriga sama kata-kata "asyik memotong untuk makan malam" hmm motong apa tuh
ReplyDelete