Sunday, November 3, 2024

GUNDALA JAGAD GENI – CHAPTER 10

 


KEBANGKITAN ADIDAYA

 

NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.

 

“Tunggu, aku belum siap!” seruku. “Dan mengapa aku harus mengenakan kostum aneh ini?”

“Jangan sebut itu aneh!” seru pemuda itu dengan nada marah, “Itu adalah seragam para prajurit planet kami, yang akan mengorbankan jiwa raga mereka dengan berani demi melindungi rakyat kami!”

“Tapi kalian bahkan belum menjawab pertanyaanku! Siapa sebenarnya kalian?”

“Kau akan mengetahuinya kelak, Sancaka.” kata pemuda itu, “Aku yakin suatu saat nanti takdir akan mempertemukan kita kembali.”

“Hei, itu bukan jawaban yang memuaskan!” tuntutku.

“Sekarang pikirkan dimana kau ingin berada!”

“Apa maksudmu?”

“Kau ingin menyelamatkan gadis itu kan? Pikirkan saja dia!”

Pria itu lalu mendorongku dengan keras. Saat aku terjatuh, tiba-tiba aku merasakan sengatan listrik yang amat kuat ... namun aku lalu menyadari, aku bukannya tersambar listrik lagi, melainkan tubuhku yang berubah menjadi listrik.

Tiba-tiba aku berada di dalam sebuah kandang.

“Siapa kau?” seorang pria berjas putih menoleh.

“Aku ... “ ucapku ragu, “Aku adalah Gundala!”

 

***

 

“Apa Ayah pikir ia benar-benar sudah siap?” pemuda itu menoleh. Namun yang ia lihat adalah interferensi pada hologram ayahnya, yang membuat wajah ayahnya tampak compang-camping.

“Mere ... ka ... akan da ... tang ... “

Bahkan suaranya terdengar rusak, seperti kaset yang mulai terurai.

“Cepat ... lah ...pergi ...tugas ...mu ...di si ...ni ...sudah ...sele ...sai...”

“Ayah ...” bisiknya pelan.

“A ...ku ha ...rap...kau bi...sa ce...pat pu...lang....”

“Ayah...merin...dukan...mu...”

Langit makin menggelegar. Ia tahu kini saatnya untuk pergi jauh dari tempat itu sebelum mereka datang. Ia menahan wajah sendunya sebelum hologram itu akhirnya pudar dan padam.

Ia tak ingin ayahnya melihatnya menangis.

 

***

 

“Kau?” ucapku terkejut.

Aku ingat kenapa aku bisa ada di sini.

Aku ingat pemuda misterius dan ayahnya yang memberikanku kekuatan.

Namun pria yang kini berdiri di depanku.

Aku masih tak mengingat namanya.

Rekanku yang memakai jas lab. Pemuda yang tak pernah kuingat namanya itu.

Dialah sang Jagad Geni.

Tentu saja aku tak pernah mengingatnya! Aku akhirnya mengerti!

“Kau tak pernah bekerja di lab itu. Kau penyusup!”

Aku menoleh dengan geram ke arah Maya, “Kau membantunya. Kau menghipnotis seisi lab agar mereka percaya bahwa ia bekerja di sana sebagai mahasiswa. Itu cara kalian mencuri serum anti petir!”

“Serum ini sangat penting. Sebab hanya dengan inilah aku bisa mendapatkan kerja sama dari Jagad Geni.”

“Itu adalah milikku.” kata Jagad Geni. Kini aku justru mendengar nada permusuhan darinya bagi Ghazul. “Sekarang berikan kepadaku!”

Ghazul hanya memainkan tabung itu, mengocok-ngocok isinya hingga berputar membasahi dinding tabung, “Apa kau yakin ini bisa menyembuhkanmu, Jagad Geni.”

“Menyembuhkanmu dari apa?” aku menatap pria bertopeng itu. Ia tak menjawab.

“Aku menemukannya di luar lab fisika kuantumku. Berjalan tak tentu arah, bingung hendak bertanya pada siapa tentang kondisi yang ia miliki.”

“Kedua orang tuanya adalah peneliti. Laboratorium mereka meledak dan hanya ia yang selamat. Dan sejak itu, ia mendapatkan kekuatan istimewa itu. Kekuatan EMP.” tambah Maya.

“Bukan meledak, namun diledakkan!” serunya, “Mereka dibunuh karena penelitian mereka!”

“Mengapa kau tak bergabung lebih lama bersama kami ... untuk mencari pembunuh orang tuamu dan membalaskan dendammu?”

“Bagaimana aku bisa yakin kau bukan pembunuhnya, Ghazul?” Jagad Geni menatapnya curiga, “Kau sejak dulu menginginkan penelitian EMP mereka!”

Ghazul tertawa, “Bukannya kau sendiri yang memberikan seluruh hasil penelitian mereka dengan balasan serum yang akan membuatmu normal kembali?”

“Berikan benda itu! sekarang!” serunya tak sabar, “Semua kekuatan plasma ini ... aku tak menginginkannya! Ini membuatku merasa seperti raja Midas yang menghancurkan semua yang kusentuh!”

Aku merasa tersentak mendengarnya.

Ia merasakan apa yang aku rasakan?

Kami bernasib sama, pikirku. Kami dan kekuatan kami. Itu kutukan.

Tidak, aku buru-buru menghapus pikiran itu.

Kekuatan ini bisa kupergunakan untuk menyelamatkan Minarti dari kekejaman orang-orang ini.

Mereka tengah bertengkar, ini adalah kesempatan yang baik.

Aku segera mengeluarkan hentakan listrik dari tanganku, namun Ghazul terlalu cepat. Ia mengibaskan tangannya, sementara perhatiannya masih tercurah pada Jagad Geni yang ingin memberontak. Segera, kandang itu mengeluarkan lecutan plasma bertegangan tinggi.

Listrik itu tak melumpuhkanku, namun sempat membuatku kecut hati.

“Jangan pikir kau bisa mengambil kesempatan! Superhero palsu sepertimu butuh ribuan waktu untuk mengalahkanku!” ucapnya geram, “Kandang inilah sumber pemancar EMP yang menjadi senjata kami. Kekuatanmu sama sekali tak ada apa-apanya di dalam sini!”

“Kekuatan kristal Kunzite yang mengendalikannya dan membuatnya lebih kuat.” Maya memamerkan cincin di jarinya.”Kami tak butuh Jagad Geni sekarang untuk melakukan serangan EMP berkat kristal ini.”

“Apa?” seru Jagad Geni murka, “Kalian berusaha menyingkirkanku?”

Namun kejutan lain terjadi.

Tiba-tiba aku melihat Minarti bangkit dan langsung menyergap Maya dari belakang.

“Gundala! Segera serang cincinnya!”

Ternyata semenjak tadi ia sudah tersadar dan menguping segala pembicaraan kami.

Aku segera mengulurkan jariku dan mengeluarkan sengatan listrik ke arahnya.

Wanita itu menjerit ketika listrikku menyambar cincinnya dan menghancurkan kilau kristal yang menjadi matanya. Kini kristal itu menghitam, kehilangan muatannya.

“TIDAK!” seru Ghazul. Namun serangan Jagad Geni segera membuatnya sibuk. Sementara bertempur dengan Jagad Geni, tanpa sadar Ghazul menjatuhkan serum anti petir ciptaanku itu. Aku segera meraihnya dan segera mengajak Minarti melarikan diri.

“Ayo, kita harus cepat pergi!” seruku.

“Tunggu!” Minarti segera merampas cincin lapis lazuli dari jari manis Maya yang kini tak sadarkan diri, “Sudah kubilang beribu kali ... ini milikku!”

Aku segera menggamit tangannya dan mengajaknya keluar dari kandang itu.

“Siapa kau? Bagaimana tadi kau tahu namaku?” tanya Minarti sepanjang perjalanan. Tentu ia tak mengenali Sancaka di balik topengnya.

“Sancaka yang mengirimku. Ia meminta pertolonganku untuk menyelamatkanku!” paling tidak itu akan tetap membuatku terlihat seperti pahlawan di mata Minarti.

“Kalau kau bertemu dengannya, katakan bahwa aku tak bisa memaafkannya.”

Langkahku terhenti dan aku melihat air mata menetes di pelupuk matanya,

“Beri tahu padanya bahwa aku takkan pernah memaafkannya karena meninggalkanku.”

Aku hanya terdiam melihat ia tersedu. Aku memang telah meninggalkannya sendirian saat itu. Dan karena itu, ia ditangkap oleh gerombolan ini.

Ini salahku.

Kali ini aku mengecewakannya, jauh daripada sebelumnya.

Tiba-tiba aku mendengar suara bergelegar dari arah kandang yang mulai runtuh itu. Siapa pemenangnya? Ghazul ataukah Jagad Geni. Siapapun jawaranya, keduanya merupakan penyembah kejahatan. Aku tak bisa membiarkan mereka lolos dan membahayakan banyak orang.

Aku mengeluarkan segenap kekuatanku untuk meledakkan kandang itu.

 

***

 

Awang menatap ke langit. Sambaran petir mahadahsyat itu, ia tahu itu bukanlah sesuatu yang alami.

Cincinnya melacak bahwa ada manusia berkekuatan super di kota ini selain dirinya dan pengacau bernama Jagad Geni itu.

Lawan atau kawan? Awang tak tahu.

Matanya memperhatikan kilatan cahaya itu. Lalu ia memejamkan matanya, memperhatikan dengan seksama dengan telinganya kapan bunyi guntur akan terdengar.

Ini dia, pikirnya ketika mendengar gemuruh itu berselisih sekian milidetik saat ia melihat kilatannya.

Dengan saksama ia menghitung selisih waktu itu dan mengalikannya dengan kecepatan rambat bunyi di udara saat itu. Ada banyak faktor yang menentukan, termasuk kelembapan udara saat itu. Namun ia bisa memperkirakan jarak antara tempatnya berada sekarang dengan sumber petir itu.

Ketemu kau!

 

BERSAMBUNG

 

 

No comments:

Post a Comment