Friday, November 1, 2024

GUNDALA JAGAD GENI – CHAPTER 9

 


REVELASI

 

NB: cerita ini adalah fan fiction Gundala dari komik yang pernah terkenal pada era 80-an. Saya tak memegang hak cipta atas tokoh ini.

 

Kilatan itu menyambar bagian luar kandang Faraday dimana kami berada sekarang. Suara sengatannya membuatku tersentak.

“Jangan khawatir,” kata pria itu, Ghazul, “Kandang ini takkan membiarkan satu partikelpun masuk ke dalamnya. Kita aman di dalam sini.”

“Apa yang sebenarnya kau rencanakan?” aku mulai bangkit, masih mengkhawatirkan Minarti. Namun aku harus tampil percaya diri. Jika tidak, mereka akan dengan mudah melihat kelemahanku. “Tiga kristal itu, jika bergabung, akan ada bencana yang muncul!”

“Satu-satunya bencana bagi dunia ini adalah tidak mengenalku.” ia tertawa, “Kau salah, Gundala. Kedatanganku bukanlah untuk menghancurkan, melainkan membangkitkan ... ya, aku akan membangkitkan manusia dari keterpurukannya dan membawanya pada masa kejayaan, seperti kaisar-kaisar ambisius di masa lalu.”

“Manusia sudah terlalu dominan di planet ini ... apa lagi yang hendak kau capai?”

“Oh, kau salah mengerti. Itu hanya ilusi, Sancaka. Kenyataannya, manusia sedang menghancurkan diri mereka sendiri. Dengan sistem yang bernama ‘uang’ yang mereka ciptakan, dengan kerusakan terhadap bumi dan langit yang mereka tinggali, dan peperangan yang memakan mereka dari dalam ... itu semua pada akhirnya akan memusnahkan umat manusia. Namun aku ...”

Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.

“Di bawah kepimpinanku, seluruh dunia akan bergabung dan mereka akan melihat masa depan yang tiada duanya.”

“Bagaimana mungkin mereka akan mendengarkan orang gila semacam kau?”

“Lancang!” seru Jagad Geni sambil mengeluarkan semburan plasmanya. Aku segera memasang perisai listrik, yang entah bagaimana caranya, bisa kukeluarkan mengikuti hentakan tanganku.

“Tenanglah, Jagad Geni.” Ghazul mengibaskan tangannya, “Ia masih ragu. Itu tidaklah mengherankan. Ia belum melihat kekuatan kristal yang sesungguhnya.”

“Kami berusaha memunculkan tuhan.” Maya tiba-tiba berjalan mendekatiku dan berbisik di telingaku.

“Jangan sentuh aku!” aku melecutkan listrikku, namun wanita itu sepertinya kebal. Dua permata yang menempel pada dirinya seakan memberinya kekuatan tambahan. Ia hanya tertawa menjauhiku

“Apa kau percaya Tuhan, Sancaka?” tanya Ghazul sambil menyeringai.

“Tiga permata ini berasal dari peradaban alien yang berbeda. Ketiganya, entah kapan dan kenapa, mendarat di bumi ini ribuan tahun lalu.” kata Maya.

“Keberadaan mereka tak terlacak. Namun aku berhasil menemukan mereka.” Ghazul tersenyum.

“Tuan Ghazul adalah profesor sejarah yang juga adalah ahli fisika kuantum serta kosmologi. Dan juga mentorku.” Maya menjelaskan, “Tuan menemukan kaitan antara sejarah manusia dengan peradaban alien yang pernah mengunjungi planet kita bermilenium yang lalu. Tuan berusaha merisalahnya dalam sebuah laporan ilmiah yang sarat dengan logika. Namun apa akibatnya? Para elite sains justru mengusirnya! Para akademisi kolot itu menganggapnya gila dan membuangnya! Hanya aku yang masih setia.”

“Pseudo-sejarah.” bisikku, “Pantas kau diusir, teorimu terlalu gila.”

“Tapi benar!” bela Maya, “Batu-batu ini membuktikannya. Tak hanya itu, batu-batu ini memiliki kekuatan yang akan membantu kita menyingkap teknologi mereka.”

“Dan aku yang akan menjadi nabi mereka!” Ghazul mengangkat kedua tangannya ke udara, seolah-olah sedang berdoa.

“Aku mengerti sekarang! Kau ingin menciptakan agama baru ... agama yang menuhankan teknologi alien ini. Lalu kau menyebarkan pahammu, mengumpulkan massa, lalu memporakporandakan tatanan yang ada saat ini, menciptakan kekacauan ...”

“FITNAH!” Ghazul kini terlihat marah, “Tatanan yang ada saat ini sudah hancur. Mereka membutuhkan pembaharuan. Mereka membutuhkan agama baru sementara agama-agama lain tengah berperang satu sama lain! Dan aku akan mengenalkan tuhan yang sesungguhnya pada mereka!”

“Lepaskan Minarti! Akan kulakukan apapun yang kau inginkan, tapi lepaskan dia!” aku melirik Jagad Geni yang masih menahan Minarti yang masih tak sadarkan diri.

Ghazul kembali tersenyum, “Kau mudah ditebak, Gundala. Kau benar-benar mengingatkanku pada diri Jagad Geni yang polos dulu. Sebelum ia menyadari tak ada gunanya berkorban demi orang lain. Silakan, Jagad Geni ... perkenalkan siapa dirimu sesungguhnya.”

Aku menatap Jagad Geni. Matanya seakan berubah, tak lagi keji seperti biasanya. Ia lalu menjatuhkan Minarti ke lantai dan membuka topengnya.

Aku tersentak melihat identitasnya yang asli.

 

BERSAMBUNG

 

No comments:

Post a Comment