Friday, March 20, 2020

THE BUTTERFLY EFFECT: PESTA MEGAH IRAN YANG MENGUBAH ARUS SEJARAH DUNIA



2,500 Year Celebration of the Persian Empire” adalah sebuah pesta megah yang diadakan pada 12-16 Oktober 1971 di Iran. Saat kali pertama kali denger tentang pesta ini, gue mengira pesta ini bakalan berakhir zonk kayak “Fyre Festival”. Tapi kenyataannya justru sebaliknya. Bahkan ada yang menyebut mungkin seperti inilah Fyre Festival akan terlihat apabila benar-benar berhasil dilaksanakan. Pesta yang digadang-gadang sebagai “pesta terbesar dalam sejarah” itu mengundang ratusan raja, ratu, dan para darah biru lainnya dari seantero dunia, tentu dengan perlakuan sekelas bintang lima yang patut mereka dapatkan.

Namun justru di sinilah letak masalahnya. Gara-gara kesuksesan pesta inilah, dunia yang kita tempati ini menjadi dunia yang amat berbeda. Sebab pesta megah tersebut pada akhirnya akan menumbangkan Dinasti Kekaisaran Iran yang sudah berjalan selama 2,5 milenia dan memicu Revolusi Iran yang dipimpin oleh Ayatollah Khomeini.

Berikut ini adalah kisahnya.


Dinasti Iran memiliki sejarah yang amat panjang, dimulai dari berdirinya Kerajaan Achaemenid yang dipimpin oleh Cyrus Agung pada 550 SM. Kala itu Iran masih disebut sebagai “Persia” dan ibu kotanya terletak di Persepolis. Barulah pada masa kebangkitan Islam pada abad ke-7, Iran dikuasai oleh Kekaisaran Muslim pertama, yakni Dinasti Safavid dengan aliran Syiah sebagai agama negaranya. Maka bisa disimpulkan, dengan usia 2,5 milenia, Iran dipimpin oleh salah satu dinasti tertua di dunia.

Melihat sejarah Iran yang begitu panjang itulah, raja Iran kala itu, yakni Mohammad Reza Shah berniat mengadakan pesta terakbar sepanjang sejarah untuk merayakan ulang tahun kerajaannya yang ke 2.500 tahun sekaligus memamerkan kekayaan sejarah dan budaya yang dimiliki bangsanya.
Sayang sekali, seperti yang akan kita lihat nanti, rencana pesta akbar itu justru berakhir bencana. Bukan karena pelaksanaannya yang amburadul, namun justru karena kesuksesannya-lah, tahta Shah Iran tersebut akhirnya digulingkan.

Kita akan coba simak ceritanya lebih rinci.

Muhammad Reza Shah, raja Iran dan istrinya, Ratu Farah

Melalui pesta yang didaulat debagai “biggest party on earth” itu, Shah Reza ingin menunjukkan ke mata dunia wajah kerajaannya yang modern dan kaya raya, bahkan condong ke Barat. Ia kala itu tak ingin negaranya disamakan dengan negara-negara lain di Timur Tengah yang memegang teguh syariat Islam.

Dengan rencana ambisiusnya untuk mengundang tamu penting dari seluruh dunia, Shah Reza tak mau main-main dalam menyelenggarakan pesta ini. Untuk kateringnya saja, ia menggunakan jasa restoran Maxim's de Paris dari Prancis yang tarifnya tak main-main. Kala itu, Maxim's de Paris dianggap sebagai restoran terbaik di dunia. Siap-siap saja merogoh kocek 200 euro (3,5 juta rupiah) untuk satu kali makan “sederhana” di sana. Dan bayangin membooking seantero restoran itu untuk katering, termasuk menerbangkan para koki dan pelayannya dari Paris. Bahkan konon, untuk menyiapkan pelayanan terbaik mereka, Maxim's de Paris harus menutup restorannya selama 2 minggu.

Memangnya seberapa mewah sih makanan yang dihidangkan? Well, sebanyak 18 ton makanan berkualitas terbaik diterbangkan dari Perancis untuk dibawa ke tengah padang gurun Persepolis. Sekitar 150 ton alat masak juga diterbangkan dari Paris untuk menjaga keotentikan makanan yang dihidangkan. Seragam para pelayannya saja (ingat, lho, baru pelayannya) dirancang oleh rumah mode terkemuka Paris, Lanvin.

"Tent City" yang didirikan di kota Persepolis untuk menjamu para tamu

Bagaimana dengan tempat para tamu menginap? Pesta Iran ini disebut-sebut sebagai “kemping supermewah”. Alasannya karena bukannya diinapkan di hotel, para tamu justru menginap di tenda-tenda yang sengaja dibangun di Persepolis. Mengapa Shah Iran kala itu tidak menggelar pestanya di ibu kotanya, Teheran, yang jelas memiliki infrastruktur yang lebih memadai? Sebab menurutnya pesta untuk mengenang berjayanya kekaisarannya selama 2,5 ribu tahun ini tidaklah afdol jika tidak diselenggarakan di Persepolis, ibu kota kuno kerajaan Iran.

Namun ada satu masalah. Persepolis kini tinggal reruntuhan saja, letaknya bahkan di tengah padang gurun. Bagaimana mungkin mengadakan pesta di gurun yang teramat gerah itu?

Jawabannya adalah dengan membuat pesta itu ala “kemping” dengan menginapkan para tamunya di tenda-tenda. Namun tenda yang dimaksud jelas bukan tenda sembarangan. Bahannya saja jelas bukan dari bahan parasut kayak orang miskin (ya, kamu!), melainkan seluruhnya terbuat dari kain sutra!

Untuk menggambarkan seberapa besar dan nyaman tenda-tenda mewah tersebut, diperlukan kain sutra sepanjang 37 kilometer untuk menyulam 50 tenda yang dipersiapkan bagi para tamu kenegaraan tersebut. Seberapakah besarnya? Bayangkan sendiri, isi satu tenda tersebut mencakup dua kamar tidur, dua kamar mandi, sebuah kantor, dan “ruang perjamuan” yang bisa menampung 12 orang.

Lokasi pesta tersebut dengan “tent city” karena banyaknya tenda yang didirikan di sana. Tak hanya itu, demi melindungi para tamu, seluruh satwa liar yang merupakan penghuni asli gurun tersebut, seperti ular dan kalajengking, dimusnahkan secara besar-besaran. Untuk menyejukkan para tamu, hutan buatan didirikan dengan menanam ribuan pohon di sekitar gurun itu. Tak hanya itu, 50 ribu burung didatangkan dari Eropa untuk menghibur para tamu dengan nyanyian mereka, serta menimbulkan kesan hutan sungguhan. Namun sayangnya, karena tak mampu beradaptasi dengan iklim gurun yang ganas, semua burung-burung tersebut akhirnya mati sebelum pesta diadakan.

Tenda yang digunakan para tamu kenegaraan, seluruhnya terbuat dari helaian sutra berkualitas tinggi

Karena Persepolis, lokasi pesta termewah sejagad itu, berada di tengah padang gurun dan gue ingetin lagi, tinggal reruntuhan, maka infrastruktur barupun dipersiapkan. Sebuah bandara anyar didirikan dan jalan raya sepanjang 1000 kilometer juga dibangun untuk menghubungkan Teheran menuju Persepolis.

Siapa saja para tamu kenegaraan yang diundang kala itu? Seluruh darah biru dari seantero Eropa dan Timur Tengah diundang. Seluruh presiden dan diktator di dunia, mulai dari Presiden Nixon dari Amerika Serikat (yang kala itu tak bisa hadir dan diwakilkan wakil presidennya), Imelda Marcos dari Filipina (yang jelas penyuka kemewahan), hingga Presiden Suharto juga datang kala itu.

Bagaimana dengan pelaksanaannya? Begitu tiba, para tamu dijemput dari bandara menggunakan 250 mobil limosin bermerk kenamaan, bahkan terbaik dunia, Mercedes-Benz. Harga satu buahnya? Mencapai minimal 4 M! Pesta megah itu dimulai dengan penghormatan Shah Reza di depan makam Cyrus Agung, dimana di sana ia menyebut dirinya sebagai “Shah dari segala Shah”, “Raja dari Segala Raja”, “Cahaya Ras Arya”, dan “Bayangan dari Tuhan Sang Mahakuasa”. Acara itu juga dimeriahkan oleh pawai yang diikuti oleh 1.700 orang.

Puncak acaranya tentu gala dinner yang amatlah mewah dan megah. Hidangan utamanya: daging burung merak. Menu lainnya meliputi: 2,7 ton daging sapi, 1,3 ton daging ayam, dan 150 kg caviar (hidangan yang terbuat dari telur ikan). Perlu kalian tahu bahwa caviar dianggap sebagai makanan termahal di dunia dan bisa dibanderol hingga 500 juta per kilogramnya. Untuk memuaskan dahaga para tamu, Shah Iran menyuguhkan anggur Dom Perignon Rose 1959 yang sebotolnya saja mencapai 50 juta rupiah. Sekitar 600 tamupun menyantap hidangan di pesta makan malam yang durasinya saja mencapai 5,5 (LIMA SETENGAH) jam, hingga masuk ke dalam rekor Guinness Book of World Records!

Landmark Iran yang didirikan untuk memperingati 2,5 millenia kekaisaran Iran

Sebagai penutup acara, Shah Reza mengesahkan landmark terbaru Iran, yakni “Shahyad Tower” yang sampai sekarang masih berdiri dan menjadi simbol Iran yang paling dikenal. Di museum itu pulalah disimpan “Silinder Cyrus” yang ia sebut sebagai “piagam hak asasi manusia pertama di dunia”. Malang baginya, setelah ia dilengserkan, monumen itu justru menjadi ikon Revolusi Iran dan dinamai kembali menjadi “Azadi Tower”.

Pesta mahamewah itu jelas berkesan bagi para tamu terhormatnya. Namun bagaimana reaksi warga Iran sendiri? Shah Iran kala itu terlalu berkonsentrasi menjamu para tamu luar negerinya hingga melupakan rakyatnya. Sebagai bukti, alih-alih memperkerjakan warga lokal untuk menyiapkan hidangan hingga melayani para tamu (atau mungkin hal terkecil seperti menjahit baju para pelayannya) sang raja justru menyewa jasa para ekspatriat dari Paris. Belum lagi, kala itu masih banyak warga Iran yang menderita kelaparan dan hidup di bawah garis kemiskinan, namun trilyunan uang negara justru digelontorkan untuk pesta tersebut. Untuk menambah luka mereka, warga Iran juga “dipaksa” menyaksikannya, sebab pemerintah Iran mewajibkan seluruh bioskop di Teheran menayangkan film dokumenter pesta tersebut.

Mungkin kalian bertanya-tanya, berapa sih biaya yang dikeluarkan untuk pesta semewah itu. Harganya mungkin akan membuat mata kalian melonjak, sebab diperkirakan pesta itu memakan biaya hingga 2 miliar dollar atau 31 trilyun rupiah.

Namun harga yang dibayar Shah Iran kala itu jauh lebih mahal, yakni seluruh negaranya sendiri.

Pemuda ini akan bangkit menjadi pemimpin Revolusi Iran dan mengubah sejarah dunia. Namanya adalah Ayatollah Khomeini

Pengeluaran sebesar itu dinilai terlalu bombastis oleh rakyat Iran yang merasa nasibnya seharusnya lebih diperhatikan ketimbang menggelar pesta besar-besaran untuk memberi makan 600 orang saja. Pesta itu dikecam oleh banyak pihak, termasuk di antaranya seorang imam bernama Ayatollah Khomeini yang mencibir dengan mengatakan: “Biarkan mereka berpesta sampai Mars, bahkan ke ujung Bima Sakti sekalipun!”.

Khomeini, yang mendapat dukungan oleh rakyat, akhirnya melancarkan Revolusi Iran yang mengubah nasib negara tersebut, bahkan seluruh dunia. Kekaisaran yang berjalan 2,5 milenia itupun akhirnya diruntuhkan dalam sekejab mata. Shah Reza dicopot jabatannya sebagai raja, bahkan diasingkan dan diusir dari Iran. Aristokrasi Iran akhirnya menjelma menjadi teokrasi Islam yang menbawa Iran ke posisinya yang sekarang dalam percaturan politik dunia. Dan dampak yang paling utama, Iran menjadi musuh besar Amerika Serikat, posisi yang hingga saat ini mencekam dunia sebab dikhawatirkan akan memicu Perang Dunia III.

Ironis memang, sebuah pesta supermewah yang seharusnya mengukuhkan kekuasaan sebuah kerajaan, justru malah mengakhirinya.





6 comments:

  1. Kapok
    Kena kutuk sama penghuni asli habitat gurun


    Skrg masih hidup g mrk bg?

    ReplyDelete
  2. Kirain kakak mau nyandingin dengan pestanya kanika kapoor yang membuat banyak anggota parlemen india terkena Covid-19. Mungkin bisa di lain kesempatan ya kak 😁

    ReplyDelete
  3. Bangdepppp, bahas Korea Utara donggg. Fakta-faktanya, teori" konspirasi, kasus-kasus terkenalnya, terus cerita penduduknya yang berhasil/gagal kabur dari Negara itu ke Luar Negeri. Katanya sih banyak yg kabur ke Korea Selatan. Pasti seru deh heheheheh. 😁😁😁😁

    ReplyDelete
  4. Anjayy,, bersenang2 diatas penderitaan rakyatnya. Btw mubazir banget itu burung2nya kesian astagaaaa...

    ReplyDelete
  5. Hadeh dari awalnya aja udah ngasal,ngadain pesta unfaedah,ngebunuh para penghuni asli gurun itu ,pamer,dan sombong krn mengesahkan diri sendiri sbg rajanya raja ,dan yg lebih fatal,menelantarkan rakyat.

    ReplyDelete
  6. Terlalu sombong, jadi inget titanic

    ReplyDelete