Sunday, August 9, 2020

REVIEW DARK SEASON 3: MASIH MEMBINGUNGKAN SEPERTI BIASA

Gue sudah mereview “Dark” Season 1 dan Season 2 di postingan gue yang terdahulu. Buat kalian yang belum tahu, “Dark” bisa dibilang sebagai versi kelam “Stranger Things” (kalo gue bilang sih adult "Stranger Things" with incest LOL). Namun alih-alih berada di dunia demogorgon di “Upside Down”, serial Netflix asal Jerman ini menceritakan perjalanan waktu. Di season 3 ini, kisah para tokohnya tak lagi meliputi masa lalu, masa kini, dan masa depan; namun juga merambah ke dunia paralel (di masa lalu, masa kini, dan masa depan juga). Yap, jika kita sudah dipusingkan dengan sebegitu banyak tokoh dan silsilah keluarga yang membingungkan di season 1 dan 2, bersiap-siap saja ketambahan versi dunia paralel mereka di season 3. Beruntung, season 3 ini merupakan konklusi dari semua season dan seluruh pertanyaan yang mungkin terbayang di benak kalian dari dua season sebelumnya akan terjawab (sort of). And of course, no more excruciating cliffhanger anymore!

Season 3 “Dark” dimulai tepat di ending Season 2, yakni ketika “apocalypse” melanda kota Winden dan seluruh dunia akibat terbukanya limbah radioaktif PLTN berupa “partikel tuhan”. Hampir seluruh tokoh inti di serial ini selamat. Jonas diselamatkan Martha dari dunia versi lain. Katarina terjebak di masa lalu, berusaha menyelamatkan Mikkel dan Ulrich. Hannah juga, setelah kembali ke masa lalu untuk mengejek Ulrich, malah terjebak di sana dan mengalami perkembangan plot yang tak terduga. Charlotte diselamatkan Elizabeth, putrinya dan pergi ke masa depan. Regina diselamatkan oleh ibunya, Claudia, dan berkumpul bersama Peter (suami Charlotte) dan anaknya, Elizabeth, serta Noah muda. Sementara itu para remaja (Bartosz, Magnus, dan Franzeska) diselamatkan Jonas dari masa depan.

Jonas, sebagai sang tokoh utama, kini terjebak di dunia paralel dimana dirinya tak pernah ada dan semua orang yang ia kenal memiliki nasib berbeda. Adam yang terungkap sebagai Jonas dari masa depan sekaligus dalang dari semua “kesialan” yang menimpa Jonas dan keluarganya menghadapi musuh baru. Yang paling keren, muncul trio “assassin” alias pembunuh misterius dengan konsep paling keren yang pernah gue lihat. Siapa identitas mereka? Well, itu akan menjadi plot twist pamungkas di serial ini.

Trio assassin yang wow!

Lagi-lagi, cerita di season 3 ini masih (atau malah makin) berbelit-belit seperti benang ruwet. Banyak karakter (termasuk karakter-karakter favorit gue) menemui kematian-kematian mengejutkan nan tragis. Kembali, seperti season sebelumnya dimana tokoh yang awalnya nggak gue sukai, Noah, tiba-tiba menjadi favorit gue, lagi-lagi tokoh yang sebelumnya nggak gue demen, yakni Katarina, mengalami perkembangan karakter yang mengejutkan dan menjelma menjadi tokoh kesukaan gue di season ini. Namun lagi-lagi usaha pencarian akan anaknya kembali berbuah tragis, seperti yang dialami Ulrich, suaminya. Mungkin itulah pesan utama serial ini, yakni untuk “let go” alias merelakan kepergian orang yang kita sayangi. Tokoh lain yang tiba-tiba mengalami signifikansi luar biasa dalam season ini adalah Bartosz, gue nggak akan sebutkan kenapa, pokoknya liat aja.

Jalan cerita “Dark” yang makin rumit ini akan gue jelaskan dalam postingan lain yang full spoiler. Di sini gue cuma membatasi review gue saja akan kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya tentu begitu banyak plot dan jalan cerita apalagi tokohnya yang kadang bikin kepala gue rasanya mau meledak. Season 2 aja tokohnya udah begitu banyak, eh di season ini malah ditambahin (contohnya adalah Silja, sosok misterius yang begitu terungkap siapa identitasnya akan membuat kalian menganga). Namun plot-plot sampingan di season 2 ini makin menyentuh. Semisal plot kecil tentang ibu Katarina, terutama kala ia bertemu dengan Hannah di masa lalu. Ceritanya begitu menyentuh dan menyedihkan, juga menjadi legitimasi mengapa ia memperlakukan putrinya dengan amat buruk.

Untuk kekurangannya, well ... yang agak bikin gue sebel adalah plot yang terus diulang-ulang dimana seseorang dari masa depan mengatakan begini, dan para tokoh utamanya (spoiler: Jonas dan Martha) percaya begitu aja, padahal mereka pernah tertipu sebelumnya. Seolah-olah pesan moral yang tersirat adalah: jangan pernah percaya perkataan time traveler! Oke satu dua kali ketipu masih bisa dimaklumi lah, tapi kalo ampe dua season ketipu terus? C'mon scripwriter ... you can do better than that!

Agak spoiler-y sih, but it's OK

Ada satu hal lagi yang bisa menjadi kelebihan sekaligus kekurangan film ini, yakni musik di penghujung akhir tiap episode. Oke, bisa lah untuk memperindah film yang udah terlampau kelam ini. Musiknya juga, uhm , aneh, tapi jelas sesuai dengan kepribadian serial ini. Tapi menurut gue adegan-adegannya agak berlebihan dan cuma mengulur-ulur ceritanya aja. Gue punya mixed feeling tiap kali musik ini muncul, ada sebel dan ada senengnya. Mungkin bisa sih ditampilin cuma di satu dua episode aja untuk menandai adegan yang penting dan emosional. Tapi kalo di semua episode jatuhnya jadi sesuatu yang predictable.

But other than that, season 3 ini memberikan konklusi yang memuaskan untuk trilogi season “Dark”. Well, not the ending I expected, tapi cukup lah untuk menjadi penutup yang indah. Gue harap Netflix selalu menyajikan serial-serial berkualitas seperti ini di masa depannya (mungkin gantian dari Indonesia). Gue juga suka banget ama serial-serial luar seperti ini, bahasa Jerman yang digunakan memberikan kesan eksotis dan bisa menjadi alternatif bagi serial-serial Hollywood yang kayaknya sudah terlalu sering kita saksikan.

Finally, gue kasih season terakhir Dark ini 4 CD berdarah.




No comments:

Post a Comment