Saturday, January 16, 2021

REVIEW FILM HOROR BERBAHASA ASING SPESIAL JANUARI

Hallo guys balik lagi dengan review film horor ala Mengaku Backpacker. Kali ini gue akan menghadirkan film-film yang seluruhnya berbahasa asing alias bukan Inggris, banyakan dari Netflix sih. Ada film Prancis, India, Filipina, Korea, dan Spanyol. Dijamin semua seru-seru deh dan juga serem. Silakan disimak dan ditunggu review-review berikutnya!

 VERTIGE / HIGH LANE (2009)


Gue tertarik dengan film ini karena ada sebuah website yang meng-countdown film-film Prancis dan menaruh judul film ini di posisi satu. Dari judulnya kita bisa menebak terjemahan film ini adalah “Vertigo” dan perlu gue peringatkan, buat kalian yang takut akan ketinggian sebaiknya jangan menonton film ini.

Film ini menceritakan lima orang pemanjat gunung yang memutuskan untuk mengabaikan peringatan dan mendaki bagian gunung yang jelas-jelas sudah ditutup dan tidak diperbolehkan untuk dinaiki. Nothing could possibly go wrong, right? 

Bayangin aja “Hills Have Eyes” atau “Wrong Turn” tapi kejadiannya di atas gunung. Uniknya, ini adalah film horor pertama (dan mungkin sampai sekarang satu-satunya) yang memanfaatkan acrohobia atau takut akan ketinggian. Ada satu adegan yang menurut gue bener-bener kreatif diletakkan di sebuah film horor dan bikin gue deg-degan sepuasnya. Di pertengahan film ini agak membosankan sih karena adegan-adegannya yang generik. Tapi klimaks dan endingnya kemudian kembali membuat gue puas.

Yup, gue emang setuju kalo film ini merupakan film horor Prancis terbaik yang pernah gue lihat, tapi gue sendiri belum banyak nonton film horor Prancis jadi mungkin kalian akan berpendapat beda (terutama kalo kalian doyan nonton film horor Prancis yang terkenal sadis). 

Gue kasi film ini skor 4 dari 5 CD berdarah.



GAME OVER (2020)

Pertama, gue mengapresiasi film ini sebagai film horor India yang udah berani melepas pakem-pakem Bollywood yang kadang bikin gue ilfil, semacam tari-tariannya dan durasinya yang 3 jam. Film original Netflix ini bercerita tentang seorang wanita penderita PTSD yang suatu malam harus menghadapi home invasion dari pembunuh kejam. Secara tema sih menarik ya, gue jadi tertarik banget pada awalnya untuk nonton film home invasion pertama dari India. Tapi tentu saja, film ini punya berbagai kekurangan di sana-sini.

Adegan prolog film ini amatlah sadis menurut gue dan jujur menjadi awal yang menjanjikan. Tapi blood dan gore berikutnya tak muncul hingga 40 menit menjelang akhir film. Masa iya film home invasion tapi home invasionnya baru 40 menit menjelang selesai sih. Sedangkan sisanya ... well, dijejali drama. Oke, gue paham sih pembuat film ini pengen filmnya punya pesan moral yang inspiratif, tapi sayang cara penyampaiannya menurut gue masih Bollywood banget. 

Di klimaks film ini, ada sebuah twist yang menurut gue, oke, udah diforeshadowing sih, tapi agak maksa sih jatuhnya. Memang twist tersebut membuat film ini bergerak ke arah yang sama sekali tak kita duga and we should appreciate that. Gue nggak pengen kejem-kejem amat sih mereview film ini karena gue masih mengapresiasi pembuatnya yang udah niat film horor yang bener-bener horor dan isinya bukan joget-joget mulu wkwkwk.

Jika kalian mau menyaksikannya, silakan aja. Film ini menurut gue lumayan kok dan gue kasi skor 3 CD berdarah dari total 5 CD berdarah. 


U-TURN (2020)

Film ini konon diadaptasi dari film India berjudul sama, tapi gue sendiri belum pernah nonton yang versi India, jadi gue nggak bisa bandingin mana yang lebih bagus. Selain itu, film ini juga kayaknya emang pas diadaptasi di negara dunia ketiga (alias negara kismin yang warganya banyak banget yang nglanggar peraturan, apalagi di Indonesia) karena pesan moralnya sendiri amat jelas: jadilah orang yang patuh pada peraturan lalu lintas. Kita nggak akan tahu, pelanggaran kita itu, seberapapun kecilnya, bisa saja membahayakan orang lain.

Film ini menceritakan tentang seorang wartawati ambisius yang meliput tentang berita kecelakaan di sebuah jalan yang ditutup. Kemudian ia mengetahui bahwa siapapun yang melewati jalan itu dan melakukan u-turn, akan mengalami kematian mengerikan. Iapun berusaha menghentikan teror kutukan yang menghantui jalan tersebut.

Singkat cerita, film ini sama persis kayak “Ju-On”, bedanya kalo di “Ju On” rumah, di sini jalan. Terus tuyulnya cewek, itu aja bedanya. 

Oke, gue akan ngasi kritikan pedas di sini. Katanya sih ini film original Netflix, tapi nggak berasa Netflix yang bikin, melainkan produser sinetron Indosiar yang “Ku menangiiiiiiiis ...”. Yup, kualitas produksinya emang nggak terlalu mumpuni, terutama naskahnya yang menurut gue terlalu banyak kebetulan di sana sini. Walaupun gue perlu akui, ada satu dua momen yang menurut gue “genuinely scary” dan bener-bener bikin gue bergidik ngeri. Ada pula twist yang menurut gue cukup menarik di endingnya, but that's it. Endingnya juga ish, malah bikin ilfil. 

Buat mengisi waktu luang, I think it's an ok movie. Just don't expect a lot from this movie. Gue nggak tahu apa versi India-nya lebih bagus (biasanya sih versi originalnya lebih baik), coba kapan-kapan gue tonton. But for now, this Filipino horror only gets 3 out of 5 bloody underwears and I'm already generous about that.


THE CALL (2020)

Gue tertarik nonton film ini karena katanya sih film Korea ini (ama film “Voce” yang akan gue bahas berikutnya) lagi viral di Netflix. Gue sih paling enggan sih nonton yang viral-viral gitu (soalnya biasanya yang memviralkan biasanya nggak jauh-jauh ama yang juga memviralkan lagunya Kekeyi yang “aku bukan settingan” ama Cimoy Ontok). Tapi karena lagi bosen, akhirnya gue tonton aja film ini.

Film ini bisa dibilang terinspirasi sebuah film jadul berjudul “Frequency”. Ceritanya adalah seorang gadis yang menemukan sebuah telepon di rumah tua dan menggunakannya. Setelah beberapa kali menerima telepon nyasar yang aneh, iapun menyadari telepon itu adalah sejenis “mesin waktu” yang bisa menghubungkan dua orang dari waktu yang berbeda, satu dari masa lalu dan satu dari masa depan. Namun komunikasi yang awalnya “innocent” itupun berubah mengerikan setelah sang gadis tahu bahwa di rumah tua yang ditinggalinya itu pernah terjadi pembunuhan. Iapun berusaha menghentikannya. Namun apakah hasilnya akan sesuai dengan yang ia harapkan?

Film ini bener-bener “dark” kalo gue bilang, dan juga kreatif. Ada sebuah twist di tengah film ini (yang rusak gara-gara sebuah review nggak bertanggung jawab yang pernah gue baca) yang menurut gue bagus. Inti dari film ini jangan pernah mencoba mengubah masa lalu, karena masa yang kini lu nikmatin (betapapun sengsaranya) sesungguhnya adalah yang terbaik. Sadis, brutal, dan juga amat dark (apalagi endingnya, ish), itulah alasan kenapa gue kasi skor tinggi untuk film ini, yakni 4,5 CD berdarah dari total 5 CD berdarah.

 


VOCE/DON'T LISTEN (2020)

I saved the best for last. Film Netflix ini memang cukup viral dan bikin gue penasaran. Apalagi setelah gue tahu film ini produksi Spanyol, karena film-film horor Spanyol biasa emang bagus-bagus. Film ini bercerita tentang sebuah keluarga yang pindah ke sebuah rumah baru yang harus mereka renovasi (flip) sebelum akhirnya mereka jual kembali dengan harga lebih tinggi. Namun sang anak dari keluarga tersebut mengaku mendengar suara-suara misterius yang akhirnya menuntunnya pada sebuah tragedi mengerikan.

Jika gue lagi-lagi harus membandingkan, gue mungkin akan menyebut film ini vibe-nya “Hereditary” meets “Conjuring” (walau menurut gue ada sih film lain yang lebih cocok mewakili vibe film ini yakni “Aterrados” atau “Terrified” sebuah film horor Argentina yang pernah gue bahas).

Film ini punya banyak banget kelebihan. Pertama, adegan pembukanya. Wow! Kedua, twist demi twist yang menurut gue “kejam” datang bartubi-tubi. Pace film ini juga menurut gue amat cepat. Kalo biasanya film-film lain di adegan pembukanya biasanya masih berupa perkenalan (semisal ngenalin keluarganya dulu, jalan-jalan di rumah, terus diperlihatkan kebahagiaan keluarganya), eh film ini di adegan-adegan awalnya langsung “dark” dan depresif. Jadi tanpa banyak cing cong, kita langsung disuguhi apa yang salah di keluarga itu. Bahkan ada adegan dimana di film-film lain mungkin bakalan ditaruh di klimaks atau ending film sebagai konklusi, eh malah dengan berani-beraninya ditaruh di bagian-bagian awal film.

Kemudian penyelidikan hingga mereka akhirnya mengetahui apa atau siapa yang bertanggung jawab atas segala peristiwa supranatural yang terjadi di film itu juga lumayan seru. Setannya pun menurut gue amat menakutkan adegan-adegan jumpscare-nya juga efektif. Akting para pemerannya juga menurut gue bagus banget (terutama orang tuanya). Dan satu lagi yang merupakan keunggulan film ini (menurut gue), yakni twist di endingnya. I cannot see it coming (padahal sudah diforeshadowing dengan apik).

Cuma satu sih yang agak mengganjal, yakni cerita ini menurut gue cuman “roller coaster ride” belaka. Oke sih emang seram, but that's it. Nggak ada pesan moral apapun. It's not like I need or want it, tapi hal itu membuat film ini isinya sekedar tentang hantu yang bunuhin orang-orang, that's it. “The Grudge” mirip-mirip sih ama film ini, bue at least they have iconic ghosts. Sementara film ini, walaupun gue akui kualitas produksinya amat bagusnya, takutnya sehabis keviralannya berakhir, malah jadi forgettable alias mudah dilupakan.

But still, I give this movie 4,5 out of 5 bloody underwear. Definitely worth a shot!



4 comments:

  1. Bang sering sering bikin review film dong, gue kalo denger ada film walaupun dibilang orang orang jelek tapi kalo bang dave bilang bagus langsung cus nonton

    ReplyDelete
  2. bang, review konspirasi Upin Ipin dong

    ReplyDelete
  3. BANG RIPIUW HOROR INDO DONG !!!

    ReplyDelete