Hallo guys, kali ini gue kembali dengan update kasus-kasus yang pernah gue bahas di “Bedah Kasus”. Udah lama ya gue nggak bikin update-an seperti ini. Tapi baru-baru ini gue dapet berita terbaru dari kasus-kasus seru yang pernah gue bahas di sini, antara lain kasusnya Chris Watts, sang “family annihilator”, Billy McFarland, otak di balik Fyre Festival yang gatot abis, Jeffrey Epstein (tahu lah siapa dia), dan Reynhard Sinaga (wooooow kalo yang ini gue yakin pasti kalian tunggu-tunggu update-an terbarunya hehehe).
Jadi tunggu apa lagi, buat kalian para fans “Bedah Kasus” (mungkin ada fansnya Reynhard juga), silakan disimak update-annya kali ini!
CHRIS WATTS
Chris
Watts lagi Chris Watts lagi. Kalo diitung-itung ini udah ke-4 kalinya
gue mengupdate kasusnya Chris Watts. Lah kok banyak Bang? Yang pasti,
ini karena dia ganteng banyak perkembangan tak
terduga dari kasus ini, selain karena kasusnya sendiri menarik dan
mengundang tanda tanya banyak pihak. Terakhir gue mengupdate tentang buku yang dirilis salah satu sahabat pena Chris yang
mengisahkan sepak terjang kejahatannya dan membeberkan fakta-fakta
yang sebelumnya tak diketahui publik. Namun kini, gue nggak akan
mengulik sisi kriminal dari kasus ini. Update yang akan gue bahas
justru merasuk ke sisi supranatural kasus ini. Lho kok bisa?
Jika kalian penggemar Netflix, maka pasti kalian sudah mendengar bahwa layanan streaming raksasa tersebut baru saja merilis film dokumenter terbaru tentang kasus Chris Watts. Tak ayal, film dokumenter yang berjudul “The American Murder: Family Next Door” yang dirilis 30 September 2020 lalu langsung menduduki posisi puncak acara yang paling dilihat di Netflix. Ini menunjukkan walaupun sudah 2 tahun berlalu (kasus Chris terjadi pada tahun 2018), namun animo masyarakat tentang kasus ini masihlah tinggi.
Pertama akan gue kupas sedikit mengenai kasus ini. Pada 13 Agustus 2018, Chris Watts tega membunuh istrinya yang sedang mengandung serta kedua anak perempuannya (Bella dan Celeste, masing-masing berusia 4 dan 3 tahun). Kekejaman Chris kala itu tentu saja mengejutkan seantero Amerika, sebab tentu, ayah mana yang tega membunuh buah hatinya sendiri. Yang tak kalah mengejutkan, kasus sadis ini ternyata dipicu oleh perselingkuhan Chris dengan rekan kerjanya yang cantik dan sexy, yakni Nichol Kissinger.
Sejak awal, kasus yang menimpa keluarga Chris ini memang dibalut aura supranatural yang misterius. Gue berani mengatakan demikian karena gue sudah mengupasnya di salah satu update-an gue tentang kasus ini, yakni munculnya sebuah video misterius yang seolah dikirim Shannan, mendiang istrinya, dari alam baka. Tak jauh berbeda dengan saat ini, ketika film dokumenter tentang Chris Watts dirilis Netflix dan ditonton oleh jutaan pasang mata, para penonton yang jeli rupanya mengaku bahwa mereka melihat sesuatu yang aneh dari salah satu adegan film tersebut, yakni penampakan arwah putri Chris Watts.
Perlu diketahui bahwa film dokumenter ini dibesut dengan gaya “found footage” dengan mengumpulkan video-video yang berkaitan dengan kasus tersebut. Hal tersebut tidaklah sulit, sebab seperti kita ketahui, zaman ini adalah zaman modern dimana segala sesuatu yang didokumentasikan akan mudah kita temukan di dunia internet. Video-video yang dimaksud adalah video-video yang diunggah Shannan ke akun facebooknya, video CCTV, hingga video dari body cam (kamera yang dipasang di tubuh polisi) kala mereka menyelidiki kasus tersebut. Nah, adegan yang “dipertanyakan” kali ini berasal dari video body cam salah satu polisi yang kala itu menjadi responden pertama dan datang ke rumah Chris ketika kejahatannya mulai terendus.
Pagi setelah Shannan dan keluarganya terbunuh, salah satu teman kerja Shannan, sekaligus sahabatnya, merasa cemas ketika ia tak masuk kerja. Sebelumnya wanita itu memang sempat menceritakan prahara rumah tangganya dengan suaminya, Chris, kepada sahabatnya itu. Merasakan firasat buruk, teman Shannan tersebut segera menelepon polisi untuk mengecek keberadaan Shannan. Polisi-pun segera datang ke rumah Chris Watts, mengejutkan pria itu karena ia tak menyangka kejahatannya akan terbongkar secepat ini.
Berusaha ngeles, Chris mengatakan bahwa istrinya Shannan, kabur membawa kedua putrinya. Namun polisi tentu saja tak percaya semudah itu dan memeriksa semua ruangan yang ada di rumah itu. Tentu saja mereka tak menemukan apapun sebab semalam sebelumnya, Chris sudah menyingkirkan mayat istri dan anak-anaknya ke sebuah tangki minyak tempatnya bekerja. Namun di sinilah masalahnya. Di video body cam salah satu polisi, pemirsa Netflix menangkap sesuatu yang aneh. Di salah satu kamar, terlihat pergerakan bayangan yang menandakan ada seseorang (atau sesuatu) berada di sana. Pasalnya, di sana tak ada seorangpun selain para polisi serta Chris dan teman Shannan yang melapor ke polisi tersebut.
Karena bayangan tersebut berada di kamar kedua anak perempuan Chris, maka tak salah jika mereka menduga bahwa sosok itu sesungguhnya adalah hantu salah satu anak Chris yang saat itu telah wafat dibunuh oleh ayah mereka sendiri.
Apakah benar sosok yang terlihat dalam film dokumenter itu adalah hantu salah satu anak Chris Watts yang tak sadar bahwa dirinya telah meninggal dan masih asyik bermain di kamarnya? Ataukah ada penjelasan logis yang bisa menerangkan peristiwa ini secara masuk akal? Gue-pun masih menunggu jawabannya.
SUMBER: CAFE MOM
BILLY MCFARLAND
Jika nama Billy McFarland masih asing di telinga kalian, maka mungkin ini akan menyegarkan ingatan kalian: Fyre Festival. Yak, Billy adalah dalang dibalik Fyre Festival, sebuah festival musik pada 2017 lalu yang digadang-gadang akan menjadi pesta supermewah di abad ini, namun pada kenyataannya justru berakhir naas dan mengakibatkan ratusan millenials terdampar di sebuah pulau antah berantah.
Walaupun kejahatannya menipu ratusan millenials itu tergolong kocak, namun tak ayal bisnis penipuan Billy tetaplah haram, bahkan dianggap serius oleh FBI. Akibatnya kini ia mendekam di penjara Elkton Federal Correctional Facility di Ohio karena dijatuhi hukuman 6 tahun penjara. Tak hanya itu, tuntutan hukum secara perdata juga telah menggunung sehingga ia berhutang sekitar 26 juta dolar (366 miliar rupiah!) untuk membayar ganti rugi pada korban-korbannya, hutang yang hingga kini belum ia lunasi.
Namun siapa sangka, terperangkap di balik jeruji ternyata tak menghentikan Billy untuk mendulang rezeki. Di akun instagramnya (yang digarap oleh segelintir anak buahnya yang masih setia), Billy memamerkan proyek terbarunya, yakni podcast yang akan mengisahkan bencana Fyre Festival dari sudut pandangnya. Keberadaan podcast ini memiliki dua keuntungan bagi Billy. Pertama, podcast besutannya ini diharapkannya mampu membersihkan namanya sekaligus menjadi penyeimbang akan dua film dokumenter tentang Fyre Festival (satu dari Netflix, satu dari Hulu) yang memojokkannya sebagai tokoh antagonis. Kedua, tentu saja podcast ini diharap menjadi sumber pemasukan baru bagi Billy dimana uang segar yang mengalir tersebut akan dipakainya untuk membayar hutang-hutangnya.
Namun kalian mungkin berpikir, jika Billy saja dipenjara, bagaimana caranya membuat podcast. Rupanya Billy bekerja sama dengan seorang podcaster kawakan bernama Jordan Harbinger. Materi podcast itu diperolehnya dari hasil wawancara yang dilakukan Jordan melalui hubungan telepon dengan Billy yang ada di balik jeruji besi. Di podcast yang diberi judul “Fyre Dumpster” tersebut, Billy menggelontorkan beberapa cerita di balik Fyre Festival yang tak pernah diketahui publik. Tentu saja, karena podcast itu dibesut dari sudut pandang Billy, isinyapun berupa pembelaan.
Sebagai contoh, Fyre Festival banyak dikecam karena menjanjikan villa yang glamor sebagai tempat bermalam para tamunya. Namun alih-alih kemewahan, para tamu yang tiba justru disuguhi dengan tenda bencana alam dengan kondisi yang bisa dibilang memprihatinkan. Billy membela diri dengan mengungkapkan bahwa sesungguhnya panitia telah menyewa 200 villa sebagai tempat menginap para tamunya. Akan tetapi sayang, tepat pada hari-H, seseorang mencuri kotak berisi kunci-kunci villa tersebut. Tak hanya itu, bukti berupa dokumen Excel yang menunjukkan alamat tiap villa dan siapa saja yang akan bermalam di sana juga dicuri.
Namun lagi-lagi, kesialan menimpa Billy. Berita tentang podcast-nya ini malah membuat pihak penjara dimana kini Billy disekap menjadi marah dan menjebloskan Billy ke sel isolasi. Sel isolasi merupakan sel yang diperuntukkan bagi narapidana yang melanggar peraturan penjara. Namun aturan apa yang membuat Billy dijebloskan ke tempat seperti itu? Rupanya bukan konten maupun wawancara Billy yang melanggar aturan penjara, melainkan foto-foto yang ia ambil untuk promosinya. Pasalnya, di akun instagramnya Billy justru memampangkan fotonya bergaya bak model bersama para narapidana lain.
Seperti kita tahu, aturan di penjara amatlah ketat. Seorang napi tentu tak sebegitu mudahnya bisa asyik berfoto di dalamnya. Mereka tentu diperbolehkan untuk mengabadikan momen mereka dengan keluarga apabila ada sanak keluarga yang berkunjung. Namun itupun hanya boleh dilakukan di booth yang sudah ditentukan oleh pihak penjara dan tanpa kehadiran napi lain. Sedangkan foto-foto Billy bersama napi lain di dalam penjara tersebut bisa dipastikan diambil secara ilegal. Mungkin saja Billy (atau napi lain) menyelundupkan handphone ke dalam penjara, yang jelas merupakan pelanggaran yang berat.
Maunya untung, malah buntung. Walaupun gue sendiri sebenarnya kagum akan kemampuan enterpreneur Billy yang bisa dibilang amat kreatif dan inovatif. Di dalam penjara saja ia bisa berpikir untuk membuat sebuah podcast. Tapi ya itu, Billy is still Billy, jago banget ngadalin orang wkwkwk.
JEFFREY EPSTEIN
Walaupun sudah ditemukan “bunuh diri” pada 2019 lalu, tetap saja kasus yang menimpa pria berdarah Yahudi ini masih bergema hingga sekarang. Jika pada update sebelumnya gue menyinggung tentang Ghislaine Maxwell, komplotan sekaligus tangan kanan Jeffrey yang tertangkap, maka jangan panik dulu. Update kali ini nggak akan menceritakan tentang Ghislaine yang bunuh diri juga kok, melainkan tentang sebuah kasus kriminal lain yang dikait-kaitkan dengan sang pedofil tersebut.
Pertama kita refresh dulu siapa Jeffrey Epstein ini. Jeffrey berkecimpung di dunia haram prostitusi dimana tak tanggung-tanggung, ia memperjualbelikan gadis-gadis di bawah umur sebagai jasa pemuas nafsu pria-pria hidung belang yang ternyata memiliki kedudukan dan status tinggi. Tercatat, Jeffrey sendiri dekat dengan pemimpin-pemimpin dunia seperti Pangeran Andrew dari Kerajaan Inggris (paman dari Pangeran Harry dan William) hingga Bill Clinton dan Donald Trump, mantan presiden negara adidaya AS. Namun, sebelum kejahatan Jeffrey bisa terbongkar sepenuhnya, dia ditemukan tewas terbunuh di dalam sel penjara. Mengingat klien-kliennya yang merupakan orang terpandang dan berduit, tak heran banyak yang curiga bahwa Jeffrey sesungguhnya dibungkam mulutnya dengan cara dibunuh, lalu dibuat seolah-olah bunuh diri.
Teori konspirasi tersebut makin berkobar bak disiram bensin ketika sebuah tragedi terbaru mengemuka. Pada 19 Juli 2020 lalu, seorang pria bernama Roy Den Hollander menyamar menjadi kurir jasa pengiriman FedEx kemudian menembak membabi buta di kediaman seorang hakim bernama Esther Salas di New Jersey, Amerika Serikat. Beruntung, Esther selamat, namun putranya, Daniel, yang kala itu membukakan pintu, tewas seketika. Suami Esther, Mark, yang juga berkecimpung di dunia hukum sebagai pengacara, juga tertembak, namun selamat. Tragisnya, mereka bertiga berkumpul di rumah kala itu untuk merayakan ulang tahun Daniel yang ke-20.
Uang menjadi pemain utama dalam skandal yang menimpa Jeffrey Epstein |
Roy memang pernah terlibat perselisihan dengan Esther di masa lalu. Namun tak sedikit pula yang menduga bukan itu motifnya berusaha membunuh hakim wanita itu. Pasalnya, Esther sendiri merupakan salah satu hakim dalam kasus yang menyeret nama Jeffrey Epstein. Tercatat, hanya beberapa hari sebelumnya, Esther dilimpahi kasus yang melibatkan Deutsche Bank, salah satu bank tempat Jeffrey menyimpan uang hasil bisnis kotornya. Deutsche Bank sebagai bank berkelas seharusnya memonitor pergerakan uang Jeffrey yang mencurigakan. Pasalnya, uang yang ditabungkan Jeffrey di bank tersebut tidaklah sedikit, apalagi bisnis prostitusinya melibatkan klien-klien ternama berpenghasilan tinggi.
Menurut aturan perbankan yang ada, aliran uang dengan nominal tinggi tersebut haruslah diaudit agar jelas darimana asalnya, agar terbukti bukan berasal dari bisnis haram semacam pencucian uang. Namun kala itu, entah karena kelalaian ataukah disengaja, Deutsche Bank justru menutup mata dan berpangku tangan. Padahal, pada tahun 2008 Jeffrey pernah mendekam di penjara dengan tuduhan prostitusi sehingga secara logika dengan statusnya sebagai mantan napi, seharusnya bank tersebut menaruh curiga akan aktivitas perbankannya (bisnis prostitusi Jeffrey masih berjalan mulus hingga 10 tahun kemudian saat ia ditangkap kedua kalinya).
Entah kebetulan atau tidak, setelah menangani kasus tersebut, tiba-tiba tragedi tersebut berkecamuk di keluarga Esther, sang hakim. Tak heran, ada yang berpendapat bahwa Roy, sang penembak, sesungguhnya terlibat dalam konspirasi tersebut dan dibayar (atau malah diancam) untuk melakukan aksi kejinya membunuh sang hakim, sebelum ia sempat membongkar semua kejahatan Jeffrey. Nah, kalo gitu kita tanya aja Bang sama Roy apa alasannya berusaha membunuh Esther atau siapa yang menyuruhnya, pasti kan beres masalahnya?
Well, nggak segampang itu, karena selepas peristiwa itu, Roy ditemukan tewas bunuh diri.
Yeah, bunuh diri lagi bunuh diri lagi. Semoga aja ya kasus ini segera terungkap sebelum sang saksi mata kunci, yakni Ghislaine, juga keburu “bunuh diri”.
SUMBER: AL JAZEERA, ROLLING STONE
REYHARD SINAGA
Naaaah,
ini nih kalian pasti sudah nggak sabar menunggu kabar terbaru dari
idola kalian ini hehehehe. Nggak terasa sudah 3 tahun berlalu
semenjak kasus Reynhard Sinaga menimbulkan kehebohan, nggak hanya di
Indonesia, namun juga di Inggris sana. Kayaknya baru kemaren deh gue
baca-baca artikel berita dengan judul clickbait di Line Today
berita-berita di platform berita terpercaya seperti Kompas dan BBC
Indonesia yang mengisahkan sepak terjangnya. Nah, kini kehebohan apa
lagi yang ditimbulkan oleh pria yang sudah “mengharumkan” nama
Indonesia di kancah internasional ini?
Pertama gue akan ulik dulu kasus ini, siapa tahu ada yang amnesia. Pada 2017 silam, Reynhard Sinaga ditangkap kepolisian Inggris karena terbukti telah memperkosa ratusan pria di Manchester, Inggris, terbukti dengan koleksi video yang ia rekam saat ia melakukan aksi biadab itu. Bahkan koleksinya kala itu mencapai 3,29 terabyte (FYI, 3 TB saja cukup untuk memuat 2.000 film dengan format AVI atau MP4, sedangkan jika ingin film berkualitas HD, 3 TB bisa memuat 60 film berformat blue ray. Ini apaan sih?). Modus operandinya juga bisa dibilang amatlah lihay.
Pertama, raja gay Depok ini akan mencari mangsa pria-pria yang tengah mabuk, kemudian mengundang mereka ke flat (istilah Inggris untuk apartemen) untuk mengecas hape, beristirahat, ataupun sekedar minum. Di sana, Reynhard akan berpura-pura menjadi teman mereka dan menawari mereka minum. Namun celakanya, siapa sangka Reynhard rupanya adalah teman yang suka menusuk dari belakang. Begitu ia mencekoki korbannya dengan GHB (sejenis obat bius yang sering disalahgunakan untuk “drug rape”) hingga tak sadarkan diri, maka iapun segera melancarkan aksi tak terpujinya. Tercatat, sekitar 195 kaum Adam menjadi korban perbuatan bengisnya, sementara hanya 48 yang mau mengungkapkan dirinya ke pengadilan dan menjadi saksi akan kejahatannya. Yang lebih gila lagi, Reynhard kerap memamerkan ke teman-temannya di Grup Whatsapp tentang keberhasilannya “menaklukkan” pria-pria bule berdarah Inggris tersebut.
Tak heran, karena kejahatan yang sukar dinalar dengan akal sehat tersebut, pria yang satu almamater dengan Hanna Annisa ini mendapat ganjaran yang berat. Pada awal tahun ini, yakni 30 Januari 2020, pengadilan Inggris memvonisnya dengan hukuman seumur hidup. Perlu diketahui, karena Inggris sudah tak lagi menerapkan hukuman mati, maka hukuman ini adalah yang terberat dalam sistem legal negara monarki tersebut. Uniknya, ini adalah kali pertama hukuman berat ini dijatuhkan pada kasus selain pembunuhan.
Mungkin kalian bertanya, kenapa kok kasusnya memerlukan waktu yang cukup lama, yakni hampir 3 tahun, untuk dituntaskan? Well, kasus Reynhard sendiri cukup rumit. Tentu saja tak mudah bagi para korbannya, yang kebanyakan kaum heteroseksual atau penyuka lawan jenis, untuk maju dan mengaku bahwa mereka merupakan korban perkosaan sesama pria. Mereka tentulah dirundung rasa malu. Selain itu, para juri juga mengalami dilema dalam memutuskan perkara tersebut. Pasalnya, mereka harus mereview semua barang bukti, termasuk 800 video dalam koleksi Reynhard (dimana satu video ada yang berdurasi sampai 8 jam!). Tentunya tak mudah bagi para juri tersebut, yang kebanyakan merupakan anggota masyarakat yang terhormat untuk menyaksikan rekaman olah syahwat yang menguras stamina tersebut. Bahkan dilaporkan, setelah menyaksikan video-video gay bergenre “interracial” tersebut, para juri mengaku mengalami trauma sehingga memerlukan konseling dari psikolog. Tentu saja menilik hal ini, persidangan Reynhard bukanlah perkara mudah.
Video berdurasi 19 detik saja bisa membuat heboh, apalagi video berdurasi 800 jam ! |
Namun tak hanya berita tentang vonis itu saja yang menarik untuk diperbincangkan. Menurut berita terkini, BBC akan merilis film dokumenter tentang sepak terjang sang “pemerkosa berantai” yang diberi judul “Predator: The Conviction” (judulnya keren btw). Sayangnya, belum ada kabar pasti kapan film tersebut akan disebarluaskan ke publik. Proses produksinya pun mungkin terhambat akibat pandemi Coronavirus yang tengah berkecamuk ini. Tapi saran aja sih, kalo butuh artis Indonesia untuk reka adegan Reynhard, BBC bisa menghubungi Atta Halilintar, sang sensasi YouTube Indonesia, mirip kok!
Oke, sekarang beranjak ke hal yang lebih serius. Ternyata ada sisi yang lebih “dark” dan mengkhawatirkan dari perilaku Reynhard ini. Jika ditelusuri lebih lanjut, menurut pengakuan polisi Reynhard ternyata gemar mengumpulkan “suvenir” dari para korbannya. Reynhard kerap mengambil kartu identitas korbannya seperti kartu SIM dan paspor, kartu ATM, hingga jam tangan korban. Tak jarang, Reynhard juga menscreenshot lama profil Facebook korbannya (beruntung, perilakunya ini membuat polisi mudah mengidentifikasi korban-korbannya).
Mengapa gue menyebut perilaku ini mengkhawatirkan? Sebab modus operandinya ini amatlah mirip dengan para pembunuh berantai yang biasanya suka mengambil “trofi” dari para korbannya sebagai pengingat bukti “keberhasilan” mereka. Dennis Rider, seorang pembunuh berantai yang dikenal dengan nama BTK, dikenal suka mengkoleksi kartu SIM dari para korbannya. Pembunuh-pembunuh lain terkenal lebih sadis, antara lain Jeffrey Dahmer dan Ted Bundy yang doyan mengkoleksi bagian tubuh korbannya (terutama kepala) dan mengawetkannya. Tak hanya itu, Ed Gein (pembunuh berantai yang menginspirasi film “Psycho” dan “Silence of The Lambs”) gemar mengoleksi kulit wajah korbannya untuk dijadikannya topeng. Tak heran, karena tindak-tanduknya yang mirip profil pembunuh berantai, Reynhard-pun dihukum seberat-beratnya. Namun hal ini membuat gue bertanya-tanya, seandainya tidak tertangkap, apakah Reynhard lama-lama akan tergoda meningkatkan kejahatannya menjadi seorang pembunuh berantai?
SUMBER: THE GUARDIAN, TYLA
Ngakak mulu pas bagian reynhard anjir 🤣🤣
ReplyDeleteYg Chris watts, hantu anak kecil yg dimaksud adalah anak ibu2 yg lagi telponan itu (di jelasin disalah satu video di channel youtube Nuke's Top 5) mereka semuruan.
ReplyDeleteReinhard dan si gledek sepertinya cocok kalo melakukan kolaborasi 😂😂😂😂
ReplyDeleteYang billy itu kocak banget, sempat2nya dia photoshoot di penjara 😂😂😂😂😂
ReplyDelete