Monday, August 5, 2019

10 ALASAN MENGAPA X-MEN UNIVERSE GAGAL (MENURUT GUE)



Mungkin pada tahun 90-an kalian masih berbentuk embrio ya, tapi di masa itu gue demen banget nonton film animasi X-Men. Bisa dibilang X-Men adalah superhero favorit gue. Gue malah masih asing ama Avengers. Satu-satunya Avengers yang gue tahu cuman Iron Man karena dulu hanya dia yang dibikin versi animasinya. Salah satu yang membuat gue kagum ama X-Men adalah kematangan ceritanya. Konsepnya dimana mutan dibenci karena kekuatannya menjadi perlambang sempurna bagi kondisi masyarakat kita, dimana banyak kaum minoritas yang dibenci hanya karena mereka berbeda.

Ketika film X-Men pertama kali diadaptasi ke layar lebar, bisa dibilang gue sama sekali nggak merasa girang. Kenapa? Well, gue yakin Hollywood bakal ngancurin image superhero masa kecil gue itu. Dan ternyata ketakutan gue terbukti. Dari semua film X-Men, hanya film “X2” yang menyinggung (itupun cuman satu adegan) ideologi asli dari komik dan animasinya. Yang lainnya, X-Men cuman dijadikan sapi perah studio saja. Oleh karena itu, franchise (bahkan udah bisa dibilang universe sebenarnya) kalah telak baik dari segi kualitas maupun kucuran profit dari Mavel Cinematic Universe. Ini dibuktikan dengan film terakhir mereka, “Dark Phoenix” yang gatot alias gagal total di pasaran.

Sebenarnya apa sih yang membuat X-Men Universe ini kurang diterima dengan baik dan masih tertinggal jauh dengan X-Men? Well di artikel ini, gue selaku fans setia X-Men sejak kecil bakal membahasnya satu demi satu.

1. Nggak Ada Visi yang Jelas



Berbeda dengan MCU yang punya visi yang jelas, X-Men malah bernasib seperti lagunya Armada “Mau dibawa kemana ...”. Yak, film-film X-Men besutan Fox emang nggak punya visi yang jelas. Nggak seperti MCU yang sejak awal memperkenalkan Thanos sebagai sang big boss yang harus mereka kalahkan sejak jauh-jauh hari, yakni di Phase 1. Ceritanya pun sudah ditata dengan rapi. Tiap film akan berujung pada film berikutnya, walaupun karakternya berbeda. Semisal “Avengers: Age of Ultron” membawa kita ke “Captain America: Civil War” yang selanjutnya membawa kita ke Wakanda melalui “Black Panther” yang menjadi lokasi pertempuran di “Avengers: Infinity War”.

Bahkan jika dibandingkan dengan universe milik Fox lainnya, yakni Spiderman, film-film X-Men lebih tak bervisi. Semisal di Spiderman-nya Andrew Garfield, sudah ada “tease” bahwa mereka akan membawa film ini ke Sinister Six. Sedang di X-Men, sepertinya sejak awal sutradaranya main aman dengan hanya membuat trilogi saja, yakni “X-Men”, “X2: United”, dan “Last Stand”. Kemudian setelah itu, untuk “mengulur-ulur” plot diperkenalkanlah versi muda dari para mutan. Ini mah sama aja kayak di sinetron tokoh utamanya udah mati terus tiba-tiba nongol kembarannya. Haduuuuh.

Konsep mempertemukan “mutan tua” dan “mutan muda” di “Days of Future Past” sebenarnya cukup keren, namun lagi-lagi konsep X-Men baru ini menemui kegagalan. Lebih bagus jika mereka membuat Apocalypse sebagai sang big boss seperti Thanos, namun di film “X-Men: Apocalypse” karakternya malah seperti nggak bernyawa. Padahal banyak komik-komik X-Men dengan jalan cerita keren yang bisa diadaptasi menjadi jalur cerita yang keren, semisal “House of M”, “God Loves, Man Kills”, dan yang paling bikin gue ngiler, “Avengers vs X-Men”. Tapi malahan, mereka malah terlalu berkonsentrasi pada “Phoenix Saga”, bahkan membuatnya sampai dua kali!

2. Nggak Ada Theme Song yang Keren



Avengers memperkenalkan theme song mereka yang selalu muncul di adegan-adegan keren, sementara X-Men sendiri nggak punya identitas alias theme song yang bisa mereka andalkan. Hal ini amat disayangkan, karena sebenarnya hal ini bisa dengan mudah diatasi. Serial animasi X-Men yang muncul pada tahun 1990-an sebenarnya sudah memiliki theme song legendaris yang sangat dikenali oleh para fans setianya. Sayang, entah kenapa, theme song keren ini nggak pernah diangkat ke layar lebar.

3. Kostum Nggak Akurat



Ada kalanya memang kostum para superhero di komik tidak ditiru 100% di versi filmnya, sebab toh tetap saja komik aslinya diperuntukkan bagi anak-anak dan kostumnya pasti terlihat cheesy karena warna-warnanya terlalu ceria. Namun dalam hal kostum, tetap saja X-Men kalah dibanding Avengers (yang sebenarnya melakukan langkah serupa dengan tidak mengadaptasi kostumnya benar-benar mirip). Kostum mereka dominan hitam, yang harusnya keren, tapi malah bosenin. Semua anggota X-Men di filmnya juga digambarkan memiliki kostum yang sama sebagai seragam. Namun di versi komik, mereka sebenarnya punya kostum sendiri-sendiri untuk memperlihatkan kepribadian mereka. Bayangin aja deh kalo Avengers punya seragam di seluruh filmnya, nggak cuma di “Endgame”, pasti bosenin banget.

4. Ceritanya Terlalu Berfokus pada Wolverine



Wolverine emang member X-Men paling keren, apalagi setelah perannya yang “bad-ass” bener-bener dihayati oleh Hugh Jackman. Namun di X-Men versi aslinya, Wolverine hanyalah anggota X-Men, sama seperti Storm, Rogue, dll. Di versi filmnya, Wolverine seakan-akan diagungkan, bahkan sudah memiliki beberapa film spin-off-nya sendiri, semisal “The Wolverine”, “X-Men Origin”, dan “Logan”. Hal ini mungkin disebabkan Fox ingin meraup untung sebanyak-banyaknya setelah melihat Wolverine yang diperankan Hugh Jackman ternyata menjadi tokoh paling dicintai oleh para pemirsanya. Dan sosok Wolverine yang naik rank di versi filmnya ini menyebabkan satu hal yakni ...

5. Cyclops Kurang Porsi Sebagai Pemimpin X-Men



Di X-Men versi asli, justru Cyclops-lah tokoh dominan karena dialah pemimpin para X-Men. Namun di versi filmnya, walau dua kali tokoh Cyclops diadaptasi oleh dua aktor berbeda, tetap saja dia nggak “segarang” versi aslinya. Di versi filmnya, ia cuman jadi tokoh pembantu doang dan jiwa kepemimpinannya sama sekali nggak terlihat. FYI, di alur komik “Avengers vs X-Men” tokoh Cyclops ini sempat “menghajar” Captain America. Well, if there's anyone who can kick that American Ass, it would be Cyclops!

6. Karakterisasi Storm Amat Dangkal



Tokoh kunci lain di X-Men versi asli yang diremehin di filmnya adalah Storm alias Ororo Munroe. Di komik dan animasi X-Men dia termasuk tokoh sentral. Namun lagi-lagi di filmnya, dia minim dialog, apalagi karakterisasi, dan kehadirannya hanya dibutuhkan buat nyambar petir doang. Padahal Storm di versi komiknya termasuk Omega Level Mutant alias mutan yang kekuatannya tak terhingga, menyaingi Magneto. Sosoknya sebenarnya bisa dengan mudah diperdalam, apalagi dia adalah sosok berkulit hitam yang pastinya memiliki banyak konflik (karena karakter mutan yang didiskriminasi di X-Men sebenarnya ditulis sebagai alegori diskriminasi terhadap kaum kulit hitam). Ditambah lagi, dia diperanin ama aktris peraih Oscar, Halle Berry. Tapi sayang, kualitas aktingnya yang tentunya nggak diragukan itu malah disia-siakan dengan penokohan yang tipis.

7. Rogue Digambarkan Lemah



Salah satu yang bikin gue kesel di trilogi awal X-Men adalah bagaimana mereka menggambarkan Rogue. Rogue di sini digambarin sebagai cewek remaja labil yang terkesan lemah dan harus dilindungi, padahal di versi aslinya, Rogue ini amat kuat dan “bad-ass”, baik di segi kekuatan mutannya maupun mentalnya. Bahkan karakternya cenderung tomboy. Sayang di sini dia malah kebagian peran “damsel in distress” yang melulu kudu diselamatin Wolverine.

8. Nggak Ada Gambit

Ini adalah salah satu hal nggak masuk akal yang dilakukan Fox, yakni nggak menyertakan Gambit sebagai tim X-Men. Padahal, Gambit adalah salah satu karakter paling populer dan cukup sentral di tim X-Men. Hal ini mungkin disebabkan karena Fox pada saat itu berambisi membuat film solo Gambit. Ambisi ini dimulai dengan memperkenalkan Gambit sekilas di “X Men Origin: Wolverine”. Namun di sini para fans kecewa karena alih-alih menggunakan senjata khasnya, yakni kartu, ia malah memakai tongkat. Belum lagi penampilannya hanya secuplik. Langkah “menyimpan” Gambit ini terbukti sebagai kesalahan telak sebab film “X Men: Origin” gagal di pasaran. Daripada terlalu bernafsu dini membuat sekuel atau spin-off, seharusnya Fox berkonsentrasi dulu membuat satu film yang benar-benar bagus, barulah melanjutkan dari sana.

9. Terlalu Mengagungkan Mystique



Ini adalah salah satu bukti bahwa alih-alih mengadaptasi komik X-Men yang udah punya basis fans sendiri, Fox justru ingin meraup untung sebanyak-banyaknya dengan ideologi “aji mumpung” tanpa sedikitpun setia pada alur asli komiknya. Gue membicarakan tentang Jennifer Lawrence yang memerankan Mystique. Demi memuaskan fans “millenial”-nya, Fox membuat karakter Mystique menjadi protagonis (padahal di seri komiknya ia adalah antagonis), bahkan menjadikannya pemimpin X-Men. Hal ini tentu untuk memanfaatkan pamor Jennifer Lawrence yang kala itu memang di puncak popularitasannya setelah sukses berperan di “Hunger Games”. Lagi-lagi langkah ini mengecewakan para fans komiknya.

10. Alur Cerita Berantakan dan Nggak Masuk Akal



Ini adalah salah satu alasan utama mengapa franchise X-Men nggak akan sesukses MCU, karena mereka nggak mengagungkan detail. Ada banyak plot hole dan hal yang nggak masuk akal di sepanjang universenya. Semisal trilogi awal X-Men menceritakan Profesor X menemukan Jean Grey saat dia sudah lumpuh di kursi roda, namun di X-Men versi muda, justru sebelumnya. Di “Apocalypse” diperlihatkan Jean Grey sudah mendapatkan kekuatan Phoenix dalam dirinya, namun di “Dark Phoenix” yang plotnya jelas terjadi setelah “Apocalypse” (karena Storm udah bergabung dengan mereka), ia justru baru mendapatkan kekuatannya di luar angkasa. Belum lagi di ending “Days of Future Past”, Jean Grey digambarkan masih hidup dan bertemu dengan Wolverine. Namun di ending “Dark Phoenix” dia malah mengorbankan dirinya.

Itu baru sekelumit saja. Terlihat sekali bahwa penulis naskahnya ceroboh dan tidak konsisten karena tak memperhatikan detail plotnya (tapi ini bisa dipahami karena pemimpin proyeknya selalu berpindah-pindah dan berbeda-beda di tiap film). Tetap saja, kesalahan-kesalahan kecil seperti ini amat menganggu dan menjadikan kontuinitas universe X-Men menjadi terasa janggal.

Lagi-lagi kesalahan ini berakar pada masalah intinya, yakni tak adanya visi mau dibawa kisah X-Men ini. Gue pernah membaca salah satu kritikus menyarankan bahwa seharusnya pihak Fox mengakhiri seluruh X-Men saga dengan film “Logan”, hal itu akan lebih masuk di akal. Apalagi critical acclaim yang didapatkan oleh film “Logan” seharusnya bisa menjadi “Endgame” yang benar-benar tepat untuk menutup keseluruhan kisah X-Men.

Fox sendiri sebenarnya udah melakukan beberapa hal yang benar untuk franchise X-Men ini (nggak cuman ngritik ya gue). Semisal mereka dengan tepat meng-casting Michael Fassbender sebagai Magneto, gue nggak bisa bayangin aktor lain yang bisa lebih bagus meranin karakter itu ketimbang dia. Selain itu, adegan-adegan Quicksilver juga sangat memorable. Tapi tetap saja, gue bersyukur X-Men sudah berpindah dari FOX dan menjadi bagian MCU. Cuman, jika MCU benar menggarap X-Men, gue berharap mereka tetap menjaga tone gelap dan serius di X-Men versi asli (karena X-Men mengangkat isu serius, yakni diskriminasi) dan nggak malah membuatnya dengan tone humor seperti di Avengers (kalo buat Fantastic Four nggak apa-apa lah, malah aneh kalo serius).

Selain itu gue juga berharap, Phase-Phase berikutnya, MCU bakal mengeksplor para mutan dengan konsep yang setia dengan komiknya. Wolverine garang tapi tetap sekunder jika dibandingin Cyclops. Mungkin mereka bakal mendalami kisah cinta Storm dan Black Panther serta Rogue dan Gambit. Mungkin Wanda akan bertemu dengan ayahnya, Magneto, dan mengucapkan tagline legendarisnya, “No more mutants!”. Dan semoga pula Phase-Phase selanjutnya berujung pada pertempuran X-Men versus Avengers yang pastinya gue nanti-nanti!





9 comments:

  1. Kalo menurut gue sih universe X-men ini gagal ya karena kurang berhasil aja gitu

    ReplyDelete
    Replies
    1. bang... coba bikin artikel soal pendapat bang Dave soal DCEU yg mulai berbenah diri setelah film2nya bikin kesel semua

      Delete
  2. kalo dipikir2 lama banget ya film ini tapi gagal agak nyesek hehe,cuma kalo versi jean grey dan dark phoenix yg jadi beda itu mgkn karena tercipta multiverse?btw gw juga dulu kadang liat X man animasi tp ga terlalu tertarik duluuuu malah tertarik banget sama animasi spiderman nmalah pernah ngikutik komik spiderman yg diterbitkan misurind n berharap agar spiderman versi MJ nya michelle jones ga dirusak sama MCU dan gw seneng indikasi spiderman akan dijadikan leader avenger yg baru agak tersirat HEHEHEH

    ReplyDelete
  3. Yah kalau filmnya cuma dilihat sebagai film tunggal sih gak masalah cuma kalau di sebut universe sih ribet.karena memang alurnya tidak beraturan
    Semisal xmen sampai the last stand aja
    Aku cukup menikmati versi reboot yang first class dan day of future past.

    ReplyDelete
  4. Kayaknya ini karena mereka nggak pakai jasa produser yang bagus, terus mereka ingin mempertahankan alur cerita X-Men yang emang sejak awal udah jelek

    ReplyDelete
  5. Gara-gara fox, gw malah tiap denger kata X-Men ingetnya ke Wolverine. Gw pas kecil malah ngira tokoh utama di setiap film X-Men itu Wolverine ��

    ReplyDelete
  6. Kerasa sih. Aku ga ngikutin rutin alur MCU ataupun X-men, cuma nonton beberapa filmnya doang. Tapi kalau MCU nonton "bolong2" pun aku tetep ngerti garis besar tokoh & ceritanya gimana. Kalau X-men aku ga pernah ngerti dia ceritanya tuh gimana. Aku paling bingung sama timeline kemunculan tokoh2nya kayak yg bang dave bilang, contohnya si Jean itu. Aku paling inget di salah satu film dia dibilangnya udah mati karena ngorbanin diri, tapi kok di film selanjutnya masih ada. Waktu ketemu Jean pertama kali juga profesor X nya udah tua, tapi di film selanjutnya ketemunya waktu masih muda. (Btw aku ga baca komik maupun nonton animasi kedua universe itu)

    ReplyDelete