Tuesday, June 1, 2021

MENGENAL QANON: SITUS TEORI KONSPIRASI PARA PENGIKUT TRUMP


Logo Q-Anon

Mungkin beberapa kalian masih ingat akan peristiwa menghebohkan yang terjadi awal tahun 2021 ini dimana Capitol Building di Washington DC, ibu kota Amerika Serikat, diserbu dan diduduki oleh para pendukung Donald Trump. Hal tersebut merupakan berita besar nan menghebohkan di AS sana karena Gedung Capitol merupakan gedung MPR-nya AS dan menjadi pusat pemerintahan negara Paman Sam tersebut. Bahkan, terakhir kali Gedung Capitol diserang seperti itu adalah 1814 oleh pasukan Inggris.

Namun yang lebih menarik adalah apa yang menyulut penyerangan tersebut, yakni sebuah situs teori konspirasi para pendukung Trump yang disebut dengan QAnon. Apa itu QAnon? Para pendukung QAnon meyakini bahwa Amerika (dan seluruh dunia) sebenarnya dikuasai oleh sebuah organisasi misterius (disebut “cabal”) yang memuja setan, kanibalistik, serta mengorganisir sebuah ring perdagangan manusia yang mencakup penculikan dan penjualan anak-anak kecil untuk memuaskan nafsu seks para pedofil. Dengan kata lain, para elite pemerintah sesungguhnya adalah pengikut sekte pemuja setan dan juga pedofil kelas kakap. Uniknya, Qanon meyakini bahwa Donald Trump adalah “juru selamat” mereka dan berniat membasmi cabal sesat tersebut. Menurut mereka, usaha Donald Trump ini dihalang-halangi hingga iapun kalah dalam pemilihan umum Amerika tahun lalu.

Benarkah teori konspirasi ini? Lalu yang ingin lebih gue soroti dalam artikel ini, bagaimana dampak teori konspirasi ini terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (walah kayak pertanyaan PKn aja hehehe)? Kita akan simak pembahasannya dalam Dark Case kali ini.

THE ORIGIN OF “Q”

Q-Anon diduga sebagai dalang penyerbuan gedung Capitol oleh kaum pendukung Trump

QAnon merupakan sebutan bagi para pendukung teori konspirasi yang secara definisi politik bisa digolongkan ke dalam “sayap kanan” atau golongan religius, berlawanan dengan “sayap kiri” atau paham Komunis yang menolak Ketuhanan. Tak heran, para pendukung Trump kebanyakan adalah golongan Kristen konservatif (bahkan kadang bisa dibilang radikal) yang dalam perpoltiikan di AS sendiri diwadahi dalam partai politik bernama Republikan yang juga mengusung Trump sebagai presiden mereka. Lawan dari kaum Republikan (karena di AS hanya ada dua parpol besar, beda dengan di Indonesia yang jumlahnya puluhan) adalah kaum Demokrat yang menjunjung tinggi paham liberal yang moderat, contohnya membela hak kaum LGBT bahkan hak aborsi. Namun kaum Demokrat juga menjunjung tinggi pluralisme dan amat mendukung para imigran yang masuk ke AS, sedangkan Republikan umumnya dikenal cukup “rasis” dan ingin menjaga “kemurnian” budaya AS dengan menolak masuknya imigran. Karena paham yang bak dua sisi mata uang yang saling bertentangan inilah, kedua golongan tersebut, yakni Republikan dan Demokrat, saling bermusuhan satu sama lain.

Ada satu lagi ciri kaum Republikan, yakni mereka amat memegang teguh hak mereka untuk dengan bebas memiliki dan menggunakan senjata api (disebut “second amandement”). Padahal isu tersebut sering dikaitkan dengan betapa seringnya kejadian penembakan massal terjadi di wilayah AS, sebagai contoh kasus Columbine yang pernah gueangkat. Aneh memang, walaupun AS merupakan negara maju (developed country), namun tingkat kriminalitas di negara tersebut masihlah amat tinggi menyerupai demografi sebuah negara berkembang (developing country). Padahal hakikatnya, sebuah negara maju tak hanya digdaya dalam masalah perekonomian semata, namun juga dalam menjaga keamanan dan keselamatan warganya. Karena ini pulalah, tingkat kriminalitas di negara-negara maju (semisal di Eropa dan beberapa negara maju di Asia) biasanya amatlah rendah, bahkan nyaris nol, bertolak belakang dengan kenyataan yang dihadapi di AS.

Nah, inilah asal muasal mengapa golongan sayap kanan ini amat mempercayai teori konspirasi, sebab kaum Demokrat seringkali berusaha membatasi hak memegang senjata tersebut dengan dalih untuk menurunkan angka penembakan massal yang amat memprihatinkan. Namun kaum Republikan (yang amat menjunjung tinggi hak mereka) sama sekali tak mau mengalah, bahkan percaya bahwa pemerintah sengaja mengangkat isu itu untuk “memperlemah” mereka. Sebab mereka berpendapat apabila kepemilikan senjata api dilarang, maka mereka takkan lagi memiliki senjata untuk melawan apabila mereka nanti “ditindas” oleh pemerintah.

Maka tidaklah mengherankan, di kalangan sayap kanan sendiri, sering beredar rumor bahwa kasus-kasus penembakan massal di AS sesungguhnya tak benar-benar terjadi dan hanya “panggung sandiwara” yang dirancang pemerintah agar bisa memiliki alasan untuk mencabut hak mereka memiliki senjata, sehingga nantinya akan memperlemah dan membuat mereka makin rentan untuk dikuasai. Karena alasan inilah, teori konspirasi semacam “crisis actor” (yang juga pernah gue bahas) berkembang amat cepat di kalangan sayap kanan, bahkan diterima sebagai suatu kebenaran.

Namun kini muncul pertanyaan, menurut klaim itu, pemerintah adalah “kaum jahat” yang ingin menguasai para warganya, namun niat itu terhalang karena pemerintah masih takut pada warganya yang memiliki senjata, sehingga berusaha merampas hak mereka memiliki senjata api. Nah kini pertanyaannya, mengapa?

Para pendukung Q-Anon memuja mantan presiden mereka Donald Trump sebagai sang "messiah" alias "sang juru selamat"

Pada Oktober 2017, sebuah akun yang menyebut dirinya “Q” memposting sederet tuduhan berupa teori konspirasi yang amat menghebohkan di sebuah situs mirip Kaskus bernama 4chan. 4Chan adalah sebuah “buletin” digital dimana semua orang bisa memposting pesan atau artikel secara anonim. Karena sang Q ini berstatus anonim, maka iapun disebut sebagai “QAnon”. Q  mengaku sebagai pejabat tinggi AS yang memiliki apa yang disebut “Q clearance”, sebuah status sekuriti tinggi yang membuatnya mampu mengetahui dan mengakses rahasia-rahasia negara. Lalu teori konspirasi apakah yang ia lontarkan?

Ia menuduh pemerintah AS sesungguhnya dijalankan oleh sebuah sekte sesat (disebut “cabal”) yang memiliki kekuasaan amat tinggi, namun bermoral luar biasa bejat. Mereka sesungguhnya adalah pedofil yang menjalankan ring perdagangan anak kecil berskala internasional demi memuaskan nafsu biadab mereka. Tak hanya itu, para anggota cabal ini memuja setan dan juga kanibal.

Para pendukung QAnon ini percaya bahwa presiden junjungan mereka, Donald Trump mengetahui keberadaan cabal ini dan berniat menghancurkan mereka. Hari dimana Donald Trump hendak menyerang dan mengekspos kaum cabal ini mereka sebut sebagai “the day of reckoning” atau “Storm”. Mereka juga menuduh bahwa para politikus dari kaum Demokrat, para petinggi pemerintah serta aktor dan sutradara Hollywood termasuk ke dalam cabal sesat ini. Tapi tentu saja bagi mereka, politikus dari partai mereka, yakni Partai Republik merupakan orang-orang suci yang tak terkait dengan sekte ini, walaupun mereka juga petinggi negara dan bagian dari pemerintah. Mereka juga menuduh bahwa Barrack Obama (mantan presiden dari kubu Demokrat), Hillary Clinton (lawan Trump dalam pemilihan presiden yang lalu), dan George Soros (miliuner yang diduga membacking dana bagi para anggota cabal ini) merencanakan kudeta terhadap Trump.

Mereka juga menuduh bahwa bukan hanya AS saja yang dikuasai cabal ini, namun juga pemerintah di seluruh dunia, yang sesungguhnya adalah kaum pedofil yang mengontrol segalanya, termasuk media. Oleh sebab inilah, ciri khas dari para pengikut QAnon ini adalah mereka biasanya tak percaya dengan berita. Mereka sudah telanjur dicuci otak agar percaya bahwa semua berita yang ada di televisi hanyalah kebohongan media semata (yang tadi, dikuasai oleh cabal). Maka masuk akal jika mereka melihat penayangan sebuah berita tentang penembakan massal di sekolah semisal, lalu berdalih bahwa hal tersebut tidaklah nyata dan dusta belaka karena memiliki tujuan politik. Tak hanya itu, ketika wabah Coronavirus melanda dunia, para pengikut QAnon juga hanya menganggapnya sebagai hoax semata agar pemerintah bisa mengekang kebebasan mereka.

Lebih lanjut lagi, mereka percaya bahwa Trump adalah sang “juru selamat” yang akan menciptakan sebuah utopia penuh kedamaian dengan cara menghancurkan para cabal. Itulah sebabnya, para pengikut QAnon amat memuja Trump, bahkan dibutakan oleh kesetiaan mereka, rela menyerbu Gedung Capitol. Mereka percaya bahwa kekalahan Trump di Pemilu 2020 lalu merupakan bukti nyata bahwa cabal berusaha menggagalkan “Storm” tersebut dengan cara merekayasa hasil pemilu demi menggulingkan Trump dari kursi kepresidenan.


Q – THE FATHER OF CONSPIRACY THEORIES

Kasus kematian Seth Rich seringkali dihubungkan dengan teori konspirasi Q-Anon

Nah apakah QAnon menawarkan bukti atas semua teori konspirasinya itu atau semua hanyalah berlandaskan omong kosong belaka? Para pendukung QAnon menyatakan bahwa mereka memiliki bukti kuat. Salah satunya adalah Anthony Weiner, seorang petinggi Demokrat yang (entah kebetulan atau tidak) memang terbukti sebagai seorang pedofil. Pada 2017, Anthony terbukti melakukan “sexting” terhadap gadis di bawah umur berusia 15 tahun, padahal ia sendiri sudah berusia 50an tahun. Akibat perilaku cabulnya itu, Anthony dihukum 21 bulan penjara dan karir politiknya pun tamat.

Setahun sebelumnya, pada 2016, sebuah akun twitter menyebut bahwa Anthony (yang seorang Yahudi) bekerja sama dengan NYPD (departemen kepolisian New York, kota dimana Anthony pernah beberapa kali mencalonkan sebagai walikota) menjalankan sebuah organisasi pedofilia. Namun perlu diingat bahwa akun twitter ini juga kerap mengeluarkan hujatan kebencian berbau anti-Yahudi dan juga white supremacist (paham yang percaya bahwa ras kulit putih lebih tinggi ketimbang ras kulit berwarna yang mereka anggap derajatnya lebih rendah).

Tak hanya itu, para pendukung QAnon juga percaya akan sebuah teori konspirasi bernama “Pizzagate” yang berisi bahwa sebuah kedai pizza di Washington DC bernama “Comet Ping Pong”, sesungguhnya adalah markas para pedofil dimana di lokasi tersebut mereka kerap berkumpul dan mengadakan ritual pemujaan setan. QAnon juga aktif menyebarkan teori konspirasi dibalik kematian Seth Rich. Nah, siapakah Seth Rich ini?

Seth Rich adalah pegawai Democratic National Committee (DNC) yang masih berusia 27 tahun. Pada 10 Juli 2016, Seth ditemukan tewas tertembak dan kematiannya disimpulkan polisi sebagai aksi perampokan biasa. Namun QAnon berpendapat lain bahwa Seth sengaja dibunuh oleh petinggi Demokrat karena mengetahui rahasia di dalam partai tersebut dan berniat mengumbarnya ke khalayak umum. Apalagi kematiannya kala itu hanya berselang beberapa bulan sebelum pemilihan presiden pada 2016. Tak hanya itu, bahkan Fox News, kanal berita yang terkenal sebagai pendukung fanatik Trump, juga ikut aktif menyebarkan teori konspirasi itu. Keluarga Seth sendiri mengaku merasa jyjy kematian anak mereka yang tragis justru digunakan sebagai kendaraan politik oleh orang-orang tak bertanggung jawab.

Naasnya, platform YouTube juga digunakan para pendukung Q-Anon untuk menyebarkan paham mereka

Celakanya, kini teori-teori konspirasi ala QAnon menguar tanpa batas, bahkan meluap keluar dari situs 4chan sendiri, dimana ia berawal. Tiga pendukung QAnon bernama Paul Furber, Coleman Rogers, and Tracy Diaz (salah satunya adalah Youtubers) berniat menyebarkan teori-teori QAnon yang menurut mereka “memukau nalar, mengguncang iman” itu ke khalayak yang lebih luas. Mereka menyebarkannya melalui berbagai situs media sosial seperti Twitter, Reddit, hingga YouTube. Bahkan Coleman Rogers dan istrinya, Christina Urso meluncurkan “Patriots' Soapbox” sebuah kanal livestream YouTube yang khusus didekasikan pada QAnon, dimana ujung-ujungnya mereka kemudian meminta donasi dari para pemirsanya (ya ampun pengen nyekek). Q sendiri memutuskan untuk pindah dari situs 4chan ke situs 8chan karena merasa “dimata-matai” di sana. Namun pada 2019, situs 8chan ditutup pemerintah karena terbukti terlibat dengan kasus penembakan massal di El Paso, Texas.

Celakanya, pada Maret dan Juni 2020 di tengah pandemi Coronavirus, para pengikut QAnon di sosial media justru tumbuh pesat bak jamur di musim penghujan. Di Instagram dan Twitter, jumlah pengikut mereka naik 2 kali lipat. Bahkan di Facebook, jumlah pengikut mereka naik sampai 3 kali lipat. Tentu saja hal ini didorong oleh kekecewaan banyak pihak dengan aksi lockdown pemerintah sehingga merekapun “membuka hati” terhadap berbagai teori konspirasi yang meng-antagoniskan pemerintah. Tak hanya itu, bak virus pembawa malapetaka, QAnon kini menyebar hingga ke Eropa, mulai dari Belanda hingga negara-negara Balkan di Eropa Timur, bahkan memiliki pengikut setia sampai ke Jerman. Bahkan sekitar 200 ribu pengikut QAnon di YouTube, Facebook, dan Telegram di Jerman menginginkan Trump untuk mengembalikan kejayaan Third Reich (WTF?).

QAnon juga mulai “menginfeksi” Kanada dan Inggris, bahkan 1 dari 4 penduduk negeri Ratu Elizabeth itu menyatakan bahwa mereka percaya akan teori konspirasi yang dilontarkan QAnon. Padahal, peneliti asal University of Southern California, yakni Professor Emilio Ferrara membuktikan bahwa 25% dari akun media sosial yang menyebarkan hastag dan retweet berbau QAnon itu sesungguhnya adalah bot!

Bahkan teori konspirasi yang disebarkan para pengikut QAnon lama-kelamaan makin aneh, semisal: Putri Diana sengaja dibunuh karena ia berusaha menghentikan peristiwa 11 September, kanselir Jerman Angela Merkel adalah cucu dari Adolf Hitler, keluarga  Rothschild sesungguhnya adalah sekte pemuja setan (teori lama sih ini), dan yang tak mengejutkan, mereka menyebut semua tragedi penembakan massal di Amerika sesungguhnya didalangi oleh cabal.

Pada 2020, teori terbaru mereka menyebutkan bahwa para elit Hollywood memanen “adenochrome” yakni adrenalin yang diekstrak dari darah anak-anak untuk dibuat menjadi sejenis zat psikoaktif (narkoba). Yang lebih keterlaluan, para penganut QAnon menganjurkan meminum bleach atau pemutih pakaian sebagai “obat ajaib” yang bisa menyembuhkan Covid-19 (WTF???). Karena kehebohan yang ditimbulkan QAnon, terutama serangan mereka ke Gedung Capitol dan hoax-hoax meresahkan yang mereka sebarkan, pihak Twitter, Facebook, dan Reddit kini melarang pergerakan QAnon dalam situs media sosial mereka.


TERRORIST OR PATRIOT?

Foto di atas problematik karena menunjukkan seorang polisi anggota SWAT (sebelah kiri) yang mengawal mantan wakil presiden AS Mike Pence tengah mengenakan emblem bordiran dengan lambang Q-Anon. Sang polisi kemudian diberhentikan, namun tentu amat mengkhawatirkan apabila teori konspirasi ini sudah masuk ke dalam pihak berwajib hingga militer AS

Uniknya, walaupun awalnya QAnon menuduh pemerintah AS sebagai sekte cabal yang sesat, banyak ahli yang berpendapat bahwa QAnon sendiri sesungguhnya adalah sekte. Seperti layaknya sebuah sekte, QAnon merekrut anggota-anggotanya (dari media sosial) yang akhirnya membuat mereka terisolasi dari keluarga mereka karena paham mereka yang bisa dibilang radikal. Ya, paham QAnon ternyata juga menyakiti anggota keluarga dari para penganutnya, sebab seringkali para pengikut QAnon yang sudah telanjur tercuci otak akan membenci anggota keluarganya yang menampik kebenaran teori-teori konspirasi yang dilontarkan QAnon tersebut. Karena perpecahan yang ditimbulkan oleh QAnon ini, Reddit sampai menyediakan support group bagi para keluarga yang “kehilangan” anggotanya karena tercuci otak oleh paham sesat QAnon. Bahkan semenjak wabah Coronavirus merajalela, anggota grup ini melonjak drastis dari hanya 3.500 partisipan pada bulan Juni 2020 menjadi 28.000 pada bulan Oktober tahun yang sama.

Sayangnya, sifat keterisolasian dari para penganut QAnon dari keluarga mereka ini malah justru memperburuk keadaan, sebab kini satu-satunya cara mereka untuk mengatasi rasa kesepian adalah dengan bersosialisasi dengan sesama penganut QAnon, sehingga merekapun makin tenggelam dalam teori-teori konspirasi yang membutakan nalar mereka.

Keberadaan sekte (apapun itu) dianggap amat berbahaya di Amerika, sebab sudah banyak bukti dimana sekte-sekte yang awalnya adem ayem, lama-lama berubah mengancam jiwa banyak orang. Contohnya sudah banyak, semisal sekte apokaliptik pemuja UFO bernama Heaven’s Gate (dimana seluruh anggotanya melakukan bunuh diri massal pada 1997), Keluarga Manson (akan gue bahas di episode berikutnya), hingga Aum Shinrikyo yang menyebarkan gas beracun di stasiun kereta bawah tanah Tokyo. Sudah terbukti bahwa sekte-sekte yang awalnya terlihat “tak berdosa” pada akhirnya melancarkan aksi pembunuhan (atau bunuh diri) massal. Tak heran banyak pihak takut bahwa sekte QAnon pada akhirnya akan berujung sama, yakni pada tragedi nan menggenaskan.

Pizzagate adalah teori konspirasi yang menyebut kedai pizza ini sebagai markas cabal pemuja setan

Terlebih lagi, bukti-bukti sudah menumpuk bahwa para penganut QAnon tak segan-segan melakukan kekerasan demi memaksakan pendapat mereka. Tercatat pada 2016, seorang pria bernama Edgar Maddison Welch yang percaya akan teori konspirasi “Pizzagate” melancarkan tembakan ke kedai pizza “Comet Ping Pong“ karena mengira lokasi itu adalah markas rahasia ring perdagangan anak kecil. Para 2018, seorang pendukung fanatik QAnon bernama Matthew Phillip Wright memblokade Hoover Dam dengan persenjataan berat, sebuah aksi yang sebenarnya bisa dikategorikan sebagai terorisme. Pada tahun yang sama, seorang pria California tertangkap basah mengendarai mobil yang dipersenjatai dengan bom untuk meledakkan Gedung Capitol negara bagian Illinois di kota Springfield karena dianggap sebagai “monumen cabal dan kuil pemuja setan”. Bahkan, aksi para pendukung QAnon terbukti berujung pada pembunuhan ketika Anthony Comello, lagi-lagi suporter fanatik sekte tersebut, menghabisi nyawa bos mafia bernama Frank Cali karena percaya bahwa aksinya ini nanti akan dibela dan dilindungi oleh Trump, junjungannya.

Jika ini masih kurang, pada 2020 seorang wanita bernama Jessica Prim membawa pisau dengan tujuan untuk “melenyapkan” lawan Trump di pilpres kala itu, Joe Biden, dan juga hendak menyusup ke rumah sakit terapung milik Angkatan Laut AS di atas kapal US Comfort. Ia kala itu percaya bahwa kapal itu digunakan untuk mengangkut anak-anak yang akan diperjualbelikan oleh ring pedofil. Padahal kenyataannya, kapal itu sengaja merapat untuk membantu perawatan para korban Coronavirus. Dan yang terbaru, jelas, pada 6 Januari 2021, para suporter Trump menyerbu Gedung Capitol, dipimpin oleh seorang pria yang mengenakan tanduk bison. Pria itu bernama Jake Angeli yang memiliki nickname sebagai “QAnon Shaman”, bahkan membawa tulisan “Q sent me” yang berarti “Q yang mengirimku”.

Karena aksi-aksi inilah, pada 2019 FBI, badan penyelidik top Amerika Serikat, menerbitkan memo yang mengecam dan menahbiskan gerakan QAnon sebagai aksi terorisme.

Namun siapakah Q ini sesungguhnya, yang pertama kali memicu wabah QAnon dan mengaku sebagai petinggi AS ini? Hingga kini sosoknya masih diselubungi kabut misteri. Namun pihak FBI sendiri menyebut bahwa sang “Q” yang misterius sesungguhnya bukan hanya satu orang saja, melainkan sebuah organisasi yang tentu, berniat buruk dan berusaha memecah belah rakyat Amerika. Bahkan, Twitter mendapati penemuan mengejutkan bahwa semenjak 2017, ada akun-akun Twitter asal Rusia yang dengan rajin menyebarkan dan memviralkan paham QAnon, sehingga muncul pendapat bahwa QAnon sesungguhnya merupakan gerakan luar negeri yang berniat menghancurkan Amerika dari dalam.

Namun tentu tak mudah untuk membatasi pergerakan QAnon ini, bahkan para petinggi negara yang menolak keberadaan QAnon bisa dengan mudah dituduh sebagai pengikut cabal pemuja setan sehingga malah menjadi bukti “kebenaran” teori konspirasi mereka. Hal ini terbukti ketika pada 2020, seorang anggota kongres dari partai Demokrat bernama Tom Malinowski  mengutuk gerakan QAnon ini, namun malah balik dituduh melindungi para pedofil dan mendapat ancaman pembunuhan.

Jake Angeli atau sang "Q-anon shaman" adalah pendukung fanatik teori Q-Anon, namun ia bukanlah sang Q, pencetusnya

Bagaimana dengan Trump sendiri? Apakah Trump juga terlibat dengan gerakan QAnon ini? Menurut analisis berbagai media, akun twitter Trump sudah 216 kali me-retweet teori konspirasi yang disebarkan oleh 129 akun twitter yang memiliki keterkaitan dengan QAnon. Pada wawancaranya pada 19 Agustus 2020, ketika ditanyai tentang QAnon, Trump (yang kala itu masih menjabat presiden) mengatakan bahwa “Saya tak tahu banyak tentang gerakan itu, namun saya hanya tahu bahwa mereka sangat menyukai saya, yang jelas sangat saya hargai. Namun saya tak tahu banyak tentang gerakan itu”.  Ketika FBI mendeklarasikan bahwa QAnon memiliki potensi untuk menjadi teroris, Trump malah menampiknya dan menyebut para pendukung QAnon sebagai “orang-orang yang sangat mencintai negara kita”; dengan kata lain, “patriot”.

Siapakah sang Q ini, kita mungkin takkan pernah tahu. Namun yang jelas, di luar semua kebohongan yang ia sebarkan Q jelas adalah sosok yang sangat berpengaruh. Bahkan majalah tenar sekelas “Time” pada 2018 meletakkan Q ke dalam jajaran 25 Orang Paling Berpengaruh di Internet.

Lalu bagaimanakah pendapat kalian tentang kepercayaan QAnon ini? Tentu, banyak teori konspirasi yang mereka sebarkan adalah hoax, tapi bagaimana dengan kasus Jeffrey Eipstein yang beberapa kali gue angkat? Bukankah Jeffrey Eipstein memang memiliki ring perdagangan gadis di bawah umur untuk melayani nafsu seks para pedofil dan diduga memiliki klien-klien penting yang memiliki kedudukan tinggi dalam pemerintahan? Berarti QAnon memang ada benarnya dong?

Nah, tapi perlu diperhatikan, walaupun ini mungkin benar, kalian mesti ingat-ingat bahwa hubungan Donald Trump dan Jeffrey Epstein sendiri amatlah erat, bahkan bisa jadi bersahabat karib sejak lama. Bahkan jika benar Trump memang berniat menghabisi para cabal ini, mengapa tak ia lakukan sejak lama saat ia memegang tampuk kekuasaan sebagai orang nomor satu di Amerika? Pertanyaan yang seharusnya ditanyakan oleh para penganut QAnon terhadap diri mereka sendiri.

Perkembangan yang lebih menghebohkan pun terjadi awal tahun ini. Klaim bahwa pejabat pemerintah terlibat ring perdagangan seks di bawah umur terbukti benar, tapi jauh berkebalikan dengan klaim QAnon, pelakunya justru dari kaum mereka sendiri. Pada Maret 2021, surat kabar “The New York Times” melaporkan bahwa  Matt Gaetz, anggota kongres Florida dari partai Republikan terlibat dalam trafficking gadis belia yang diperjualbelikan sebagai budak seks. Gadis itu baru berusia 17 tahun.

 

THE DUNNING-KRUEGER EFFECT

Bendera Q-Anon yang berkibar ini menjadi saksi bisu akan semakin meluasnya pendukung teori konspirasi tersebut. Namun mengapa banyak orang seolah percaya akan teori yang jelas tak masuk akal tersebut?

Nah, mengapa QAnon, yang walaupun isinya tak terdengar masuk akal (like drinking bleach, really?) malah justru mendapat banyak pendukung? Well, gue akan memperkenalkan kalian pada suatu istilah psikologi yang bernama Efek Dunning-kruger yang isinya mungkin akan eye opening buat kalian.

Efek Dunning-Kruger menyebutkan bahwa orang yang tidak kompeten biasanya tidak akan menyadari ketidakkompetenan mereka. Hal ini didasarkan pada sebuah logika sederhana dimana: “jika kamu tidak kompeten, maka kamu takkan tahu kalau kamu tidak kompeten, karena skill (kemampuan) yang diperlukan untuk mengetahui apakah kamu kompeten atau tidak adalah suatu bentuk kompetensi sendiri.”.

Efek Dunning-Kruger ini dijelaskan melalui dua paper yang diterbitkan David Dunning dan Justin Kruger, dua psikolog asal Amerika, yakni "Unskilled and Unaware of It: How Difficulties in Recognizing One's Own Incompetence Lead to Inflated Self-Assessments" (Tidak Kompeten Dan Tidak Menyadarinya: Bagaimana Kesulitan Dalam Mengenali Ketidak-Kompetenan Seseorang Berujung Pada Terlalu Tinggi Menilai Diri Sendiri”. yang di-follow up dengan paper lain berjudul: "Why People Fail to Recognize Their Own Incompetence (Mengapa Orang-Orang Gagal Mengenali Ketidak-Kompetenan Mereka) dan

Kala itu mengambil contoh dari sebuah kasus perampokan konyol yang terjadi pada 1995 dimana dua orang perampok mempercayai bahwa jika mereka mengolesi wajah mereka dengan jus lemon maka mereka akan jadi tidak terlihat. Jadi yap, mereka benar-benar melakukannya dan tentu saja akhirnya tertangkap polisi. Hal itu mereka percayai karena lemon jus kala itu digunakan untuk tinta tak terlihat (invisible ink), padahal bukan seperti itu cara kerjanya.

Nah, kita bisa simpulkan kedua perampok itu begitu bodohnya percaya pada hoax karena mereka tidak kompeten. Kenapa mereka bisa mempercayainya? Karena kemampuan membedakan sesuatu apakah itu hoax atau bukan (atau at least mengecek kebenarannya dengan riset ataupun mencoba dengan teknik trial and error) adalah suatu bentuk kompetensi yang tak mereka punyai. Parahnya lagi, karena mereka tak memiliki kompetensi tadi, mereka juga tak “aware” bahwa pemahaman mereka salah dan mengira bahwa mereka benar; suatu bentuk efek Dunning-Kruger tadi.

Grafik yang menunjukkan jumlah  berita hoax yang disebarkan Donald Trump per bulannya. Mirisnya, pendukungnya percaya bulat-bulat tanpa mengklarifikasi kebenarannya
 

Hal ini bisa kita amati pula pada orang-orang yang biasanya mudah termakan hoax. Semisal ada yang koar-koar di media sosial kalau Coronavirus itu hoax atau bisa mudah disembuhkan dengan minuman herbal seperti jus lemon semisal. Pertama, mereka nggak bisa bedain mana yang hoax dan mana yang bukan. Ya kali kalo Corona bisa sembuh segampang minum jus lemon, kenapa dunia bisa heboh banget ampe lockdown dan ratusan ribu orang meninggal? Kedua, Efek Dunning-Kruger tak hanya menyebabkan orang-orang tadi gagal melihat kesalahan mereka, namun menganggap diri mereka paling jago (terlalu tinggi dalam menilai kemampuan mereka sendiri). Semisal, apabila ditegur oleh orang-orang yang lebih kompeten (dokter semisal), mereka akan marah malah ngeyel sambil bilang, “Ah kamu tau apa! Aku lho yang paling bener!”. Contoh lain efek ini juga bisa kita lihat pada pendukung fanatik “Flat Erath” atau “Bumi Datar”.

Fenomena ini tentu bisa menjelaskan mengapa orang-orang yang mudah termakan hoax itu sampai sebegitu ngeyelnya, walaupun mungkin kebenaran sudah di depan mata. Sangat sulit memang meyakinkan orang-orang seperti ini, sebab menurut Dunning dan Kruger juga, hanya ada satu solusi untuk orang-orang seperti ini: yakni menyuruh mereka terjun ke dalam masalah itu langsung. Semisal, ada seseorang yang over estimate kemampuannya dan melihat sebuah puzzle (yang acak-acakan) lalu beranggapan “Ah, ini mah gampang. Bisa kuselesaiin dalam 5 menit!”. Lalu begitu ia diminta untuk benar-benar diminta untuk mengerjakannya, barulah ia kepayahan dan sadar, bahwa ia terlalu meng-over estimate dirinya dan puzzle itu sesungguhnya baru bisa selesai selama 5 jam, semisal. Celakanya, bila mereka sudah terendam dalam teori konspirasi yang serius (tentang Corona semisal) akan susah tentu saja membuat mereka menyadarinya (masa disuruh maju ke garda terdepan ngurusin korban virus kan nggak mungkin).

Salah satu contoh miris adalah kasus pemboman di kota Nashville, Amerika Serikat pada Natal 2020 lalu. Kala itu seorang pria bernama Anthony Quinn Warner meledakkan dirinya bersama mobil yang ia tumpangi. Anthony memang melakukan aksi bunuh diri, namun lokasi yang ia ledakkan berada di depan gedung AT&T yang merupakan perusahaan komunikasi yang menyediakan layanan 5G. Anthony juga dikenal sebagai pecinta fanatik teori konspirasi sehingga ada yang menyimpulkan bahwa aksinya ini didorong atas kepercayaannya akan berita hoaks bahwa sinyal 5G menyebarkan Coronavirus. Parahnya, Anthony sendiri mungkin memiliki penyakit kejiwaan (at least depresi, karena ia memutuskan bunuh diri) yang jelas makin diperparah dengan teori-teori konspirasi yang didengarnya.

Negara kita mungkin tak separah Amerika yang memiliki gerakan QAnon, tapi tak bisa ditampik, sudah ada tim buzzer yang berusaha memperkeruh kondisi politik dan juga mengadu domba bangsa kita, jadi kita harus senantiasa waspada and do our job, which is not spreading hoax!

SUMBER: WIKIPEDIA


A VERY SPECIAL THANKS TO:
Maulii Za 
Aulia Pratama Putri 
별처럼 다 우리 빛나  
Sinyo Kulik 
PJ Metlit  
Merry Lim  
Ananda Nur Fathur Rohman Prast  
Adhitya Sucipto  
Ciepha Ummi 

SPECIAL THANKS FOR ALL MY SUPPORTER LAST APRIL: 
Utami, Popy Saputri . Jelita Jasmine . Adhitya Sucipto , Rahadian Pratama Putra , Marwah , Elliot Beilschmidt , Ilmiyatun Ainul Qolbi , Fitriani , Aly Fikri , Albian Ocot , Jeremy Yoppi , Steven Alexandro . Junwesdy Sinaga , Johanna Zj , Ahmad Ikhsan , Singgih Nugraha , Rahadian Pratama Putra , Radinda , Kinare Amarill , Maulii Za , Rara , Sharnila Ilha , Victria Tan , Ali Hutapea,  . Keny Leon , Rose , Marcella F . Tieya Aulia , Marwah , Dana Xylin , Paramita , Amelia Suci Wulandari , Rivandy , Syahfitri , Dyah Ayu Andita Kumala , Fitriani , Ilmiyatun Ainul Qolbi , dan Riani Azhafa 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10 comments:

  1. Bang apakah mungkin gitu yah yang jadi dalang nya juga sebeneranya partai demokrat juga yang bikin istilahnya agen ganda gitu buat bikin stigma emang pendukung trump itu kolot,rasis,sama perusuh.ini opini ane aja yah bang

    ReplyDelete
  2. Ternyata negara semaju dan secanggih amerika tidak lepas dari radikal ya, bahkan keknya lebih parah dari di indo 🤔

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amerika mah parah total. Teknologinya aja yang maju, pemerintahan ama akhlak mah juara dari belakang.
      Coba deh buka2 situs kaya reddit, askmanager, notalwaysright, ato situs2 semacemnya dan baca komennya.
      Banyak yg orang Amerika dan kalo baca komen mereka, kayaknya Indonesia masih lebih oke. Paling nggak, sebobrok2nya orang Indonesia, kita masih ramah dan santun

      Delete
  3. Kadrun nya Amerika nih...

    Sama2 dungunya, wkwkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. At least "kadrun" sini masih banyak yang kritis. Ini sih udah tahap mengkhawatirkan, rusuhnya juga udah edan itu kemarin di Capitol, lagi wabah lagi.

      Delete
  4. Kaskus? Nickname nya Juandry kan? Hehehehe

    ReplyDelete
  5. Eneg gue sama Donald Trump yang kelakuannya kagak ada bagus-bagusnya ditiru dan lebih eneg lagi sama fanatiknya.

    Sekadar kasih tau aja, politik sayap kiri di Amerika bukan murni komunis. Golongan kiri itu gak selalu komunis, progresif juga masuk golongan kiri. Karena konsep progresif yang ingin mengubah tatanan pemerintahan dan berbeda dari konservatif (sayap kanan). Lagipula sejauh ini gaada partai komunis yang berhasil di Amerikaーpaling banter ada penganut sosialis.

    ReplyDelete
  6. Bleach=untuk memutihkan, putih=suci, sehingga Bleach=untuk menyucikan (dari Corona?)... Hmmmm Leh uga nih logikanya 🗿

    ReplyDelete
  7. Jangan mudah percaya artikel di 4chan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo gue sih jangan percaya trump aja wkwkwk

      Delete