Setelah aku menuntaskan petualangan yang melelahkan di Trowulan, akhirnya aku melanjutkan perjalananku ke destinasi yang kedua selama backpacking di Jatim, yaitu Malang. Banyak penderitaan yang kualami sepanjang perjalanan, tapi semuanya setimpal dengan pengalaman indah yang kualami selama di kota bunga itu. Dengan kota seindah dan senyaman itu, aku berpikir “Wah, pasti enak rasanya jadi Arek Malang!”
Dari terminal Mojokerto, aku sempatkan diri makan siang lalu naek bus ekonomi jurusan Surabaya. Di kota yang bernama Krian aku melihat sebuah pabrik besar Charoen Pokphand. Aku berpikir wah, perusahaan Thailand aja bisa bikin pabrik di sini. Kapan ya perusahaan kita bisa bikin pabrik di luar negeri?
Di terminal Purbaya aku langsung naik bus ekonomi AC jurusan Malang. Sialnya karena pas akhir pekan, bus yang kutumpangi penuh sesak. Alhasil aku nggak kebagian tempat duduk. Aku lalu bertanya pada seorang penumpang yang berhasil mendapatkan tempat duduk, “Naik darimana sih mas, kok bisa duduk?” soalnya setahuku stasiun Purbaya ini adalah stasiun pemberangkatan pertama. “Naik dari belakang terminal mas.” jawabnya. Oooo pantas, soalnya aku menunggu di dalam terminal. Perlu trik juga ternyata biar bisa dapat tempat yang nyaman.
Kalo menurut kalian berdiri sepanjang perjalanan belum cukup menyengsarakan, bayangin ini: jalan menuju Malang macet total, sehingga perjalanan dari Mojokerto hingga Malang memakan waktu 6 jam! Padahal secara teoritis hanya butuh waktu 3 jam. Untungnya sampai Pandaan aku mulai mendapatkan tempat duduk. Gara-gara ini juga, rencanaku semula untuk transit di Singosari untuk melihat-lihat candi Singosari jadi gagal.
Sepanjang perjalanan ke Malang sebenarnya banyak melewati tempat2 indah. (sayangnya keinginanku untuk melihat lumpur Lapindo gagal gara2 bus memilih lewat jalan tol Porong yang baru). Sepanjang perjalanan aku melihat keperkasaan Gunung Arjuna, Taman Safari (aku lupa nama kotanya), Kebun Raya Purwodadi (di sini suasananya mulai sejuk), dan kota tua Lawang. Nah, kota Lawang ini paling menarik perhatianku, sebab ada hotel Niagara yang bersejarah dan gedung tua tempat markas polisi militer yang lebih mirip villa. Juga ada banyak bangunan Belanda yang sayangnya tidak terawat.
Aku akhirnya sampai di Malang sekitar maghrib. Kata temenku yang akan kuinepin selama di Malang, sebaiknya aku nggak turun di terminal Arjosari tapi turun di depan Taspen supaya gampang dapat angkot. Dari Taspen aku naik angkot jurusan ADL menuju ke kost temenku di Dinoyo. Uniknya angkot di Malang dinamai dengan singkatan lokasi2 yang akan dilewati, beda ama di Solo yang biasanya pakai abjad (A, B, C, D) ama angka (01, 02, 07). Selain itu tarif jarak jauh dekat juga sama, Rp.2.500 aja.
Ternyata angkot yang kunaiki melewati Balai Kota Malang dan kawasan Ijen dengan katedralnya. Wah, lumayan buat persekot sebelum jalan2 besok pagi hehehe. Sayangnya saat itu sudah malam (tambah lagi di dalam angkot yang bergerak), jadi pemandangannya nggak begitu jelas. Semoga aja setelah matahari menyingsing besok, kota Malang akan bermurah hati untuk menampakkan pesonanya.
Bapak angkotnya ternyata baik banget. Aku langsung dikasih tahu begitu aku sampai di alamat yang aku tuju setelah aku cerita bahwa ini pertama kalinya aku ke Malang. Di kost temenku aku langsung mandi. Brrr…tubuhku langsung dipaksa menghadapi bengisnya air Malang yang superdingin. Aku ingat terakhir kali aku mandi dengan air sedingin ini pas aku OSPEK di Tawangmangu. Malamnya aku terpaksa makan dengan mie instan untuk menghangatkan tubuh karena itu satu-satunya makanan berkuah hangat yang bisa kutemukan. Hiks, padahal udah jauh2 ke Malang, kalo mie instan sih buat di rumah juga bisa. Namun aku lebih shock lagi ketika temenku sempat2nya pesan es teh di tengah udara malam kota Malang yang menggigil. Haiah, serius loeee???
Paginya aku berniat mengikuti misa jam 8 di Gereja Kayutangan. Aku langsung berangkat jam 7an soalnya kata temenku perjalanan ke gereja makan waktu ½ jam. Maklum Dinoyo terletak di daerah pinggiran, tapi suasananya rame banget kayak pusat kota sebab di sana ada banyak kampus seperti Universitas Gajayana, UMM, dan Unisma. Dengan naek angkot LDG (lagi-lagi sopir angkotnya baek, aku dikasih tau pas nyampe tempat tujuan) akhirnya aku sampai ke gereja Kayutangan.
Aku langsung terperangah begitu melihat gereja Kayutangan, soalnya sangat megah. Namun begitu masuk, aku langsung mengerti kenapa gereja secantik ini nggak berstatus Katedral, soalnya gereja ini kecil banget. Bahkan gerejaku di Solo aja ukurannya dua kali lipat gereja ini. Gereja yang indah ini ternyata diimbangi dengan kotbah Romo-nya yang dahsyat (mirip2 kotbah pendeta Kristen), sampai2 aku hampir menitikkan air mata.
Setelah selesai misa, akupun langsung mengeluarkan kameraku untuk foto2 (setelah gereja sepi tentunya hehehe). Ini adalah interior gereja.
Aku lalu iseng2 naik ke balkon gereja dan mendapati keindahan jendela kaca patri ini di tangga.
Dan ini rose window yang ada di balkon gereja.
Ternyata balkon ini difungsikan sebagai tempat paduan suara. Akupun turun kembali dan menemukan plakat berbahasa Belanda di bagian depan pintu masuk.
Ini adalah eksterior gereja. Terasa banget kan nuansa gotiknya?
Di depan gereja, ada bangunan tua yang ternyata toko Oen. Aku nggak mampir ke situ soalnya dengar2 harga es krim-nya nggak backpacker-friendly.
Setelah puas foto2, aku melihat sebuah jembatan penyeberangan dan mencoba memfoto gereja dari sana. Ini dia hasilnya.
Di depan gereja ternyata temanku sudah menunggu untuk mengantarku jalan2 melihat2 kota Malang. Tujuan pertama adalah gereja Imanuel dan masjid Jami yang karena saking besarnya, keduanya langsung terlihat begitu aku keluar gereja. Aku sempat kagum karena dua tempat ibadah itu letaknya sangat berdekatan, bahkan kedua menaranya tampak berdampingan. Benar2 sesuatu yang unik dan nggak bakal bisa kejadian kalo antarumat beragama di Malang nggak saling rukun satu sama lain.
Temanku lalu mengajakku ke Alun-alun. Denger kata alun2 tentu yang terbayang adalah lapangan luas berumput hijau, namun ternyata Alun2 Malang lebih mirip taman. Ada air mancurnya bahkan tampak burung2 merpati bak boulevard di Eropa.
Temenku kemudian mengajakku makan bakso bakar khas Malang di kawasan Ijen. Tapi karena perutku sudah keburu keroncongan dan letak Ijen agak jauh, akhirnya kami memutuskan makan bakso di kawasan Alun2. Wah, baksonya mantap, besar2 dan pangsitnya juga isinya daging. Sayangnya harganya agak mahal, sekitar 13 ribu per porsi (tapi sangat memuaskan buat pecinta bakso kayak aku hehehe). Temanku lalu mengajakku ke Tugu depan Balai Kota Malang. Untuk menuju ke sana, terlalu jauh kalo jalan kaki. Kamipun naik angkot AG dari samping gereja Imanuel ke BCA Kayutangan lalu berjalan ke arah kanan. Di sana kami mampir dulu ke sebuah kafe tempat temenku dulu bekerja, namanya House of Juminten.
Ternyata kafe ini cukup unik karena menawarkan suasana tradisional dan nama menunya lucu2. Untuk dhaharan (makanan) ada nasi goreng spongebob, sego katrok, sego angkringan, roti galau, dan lain-lain. Nama-nama untuk unjukan (minuman) lebih aneh lagi. Ada susu perawan (yang ternyata susu murni), susu tante, susu rondho kentir (janda gila, di menunya khusus buat penggila janda katanya hahaha), lahar merapi, dan lain-lain. Harganya berkisar 5.000 hingga 10.000.
Akupun memesan susu tante (yang ternyata es susu coklat) dan temanku memesan coklat hangat. Susu yang kupesan ini enak banget ternyata dan setelah diberi tahu resepnya sama temenku itu (yang pernah kerja di situ), aku langsung manggut2. Pantes aja enak, tapi kalian nggak akan kukasih tahu soalnya resep rahasia hahaha (tapi dijamin halal kok). Temenku itu juga punya hobi aneh, yaitu minum coklat ditambahi bubuk merica. Setelah kurasain, ternyata rasanya kayak coklat dikasih merica (ya iyalah), agak pedes2 gimana gitu.
Kami lalu melanjutkan perjalanan ke Tugu Malang. Di sana aku langsung ditunjukin spot keren buat ambil gambar, pake ancik2 bangku taman segala.
Dari Tugu, kami berjalan kembali ke arah Stasiun Malang untuk mencari tiket pulang. Namun sayangnya tiket kereta Matarmaja sudah terjual habis.
Kami lalu kembali naek angkot ADL dan sempat memotret Katedral Ijen sewaktu angkot masih berjalan. Ini dia gambarnya.
Akhirnya kuputuskan untuk pulang bersama temenku ke Solo (soalnya dia asli anak Solo juga) naek bus lagi. Kata temenku, nggak ada bus ekonomi jurusan Malang-Yogya/Solo, jadi kami terpaksa nyegat bus MIRA jurusan Surabaya-Yogya/Solo di Jombang. Sekitar jam 5 sore aku dan temenku segera ngacir ke terminal Landung Sari, soalnya terminal ini adalah tempat pemberangkatan angkot dan bus2 kecil. Oya aku juga baru tahu kalo ada angkot yang menuju Batu dari terminal ini. Wah, sip banget ya Malang ini. Jalur angkotnya enak, jalannya lebar2, lalu lintasnya rapi, cuma sayangnya traffic-nya rame banget, susah banget buat disebrangin. Jadi ngiri deh ama arek malang yang bisa tinggal di kota sekeren ini. Pengen ah kapan2 punya rumah di Malang hehehe.
Dari terminal ini, aku dan temanku naik bus terakhir menuju Jombang. Aku sempat kecewa soalnya pas kami naik bus, langit sudah mulai gelap. Padahal aku berencana menikmati pemandangan sepanjang perjalanan menuruni gunung. Namun kekecewaan itu langsung tergantikan karena selama perjalanan di Batu aku bisa melihat kelap-kelip lampu yang ada di kaki gunung. Bagus banget pokoknya.
Perjalanan melelahkan dari Malang ke Jombang memakan waktu 3 jam (dengan bus reyot non-AC seukuran bus kota, bayangin!). Saat kami hampir tiba di Jombang, aku tertarik ketika bus kami tersendat saat melewati jalanan yang penuh sesak dengan bus2 besar. Saat aku bertanya sama penumpang di sampingku, ternyata itu adalah pesantrennya Gus Dur.
Jam 9 kami turun di depan stasiun Jombang karena kata temanku jam segini terminal sudah tutup (maklum kota kecil, jangan disamain kayak terminal Yogya atau Solo yang buka 24 jam). Ternyata penderitaan kami belum selesai sampai di sini. Bus MIRA yang kami cegat ternyata penuh sesak sehingga kami terpaksa berdiri. Padahal aku dah lelah dan ngantuk banget pengen tidur! Saat aku berpikir things couldn’t get any worse than this (tidak mungkin ada yang bisa lebih buruk dari ini), di perjalanan aku mulai merasa mabuk darat! Sejak saat itu aku bersumpah itu adalah terakhir kalinya aku naik bus untuk perjalanan jarak jauh!!! Aku bener2 benci bus! Bahkan jika aku mati dan bereinkarnasi, reinkarnasiku itu juga akan membenci bus! Bahkan jika aku reinkarnasi jadi kucing, aku akan jadi kucing yang benci bus! Benci pokoknya!!!!!
Untungnya selama perjalanan aku mendapat pengalaman yang mengharukan. Di Kertosono aku bertemu dengan 3 jejaka yang berniat mendaftar kuliah di Yogya. Aku agak2 merasa lucu soalnya 3 anak ini baru lulus SMA dan masih polos2 banget. Biar nggak bosen, aku sengaja ngajak ngobrol mereka dan ternyata mereka nggak cuma ramah tapi juga baik hati. Begitu mereka dapet tempat duduk, mereka langsung nawarin aku berdempet2 ria 4 orang di kursi yang harusnya buat 3 orang. Padahal kami baru aja kenalan belum ada beberapa menit. Aku langsung terharu dan nyadar, inilah untungnya jadi orang ramah. Tak lupa aku memberi isyarat “Kasian deh lu” dengan liukan jari telunjukku pada temenku yang masih berdiri hehehe. Di Nganjuk bus kami berhenti di terminal dan bus mulai lengang. Mulailah para pedagang yang mengaku kaki lima padahal kakinya cuman dua masuk ke bus dan menjajakan dagangannya.
Sekitar jam 2 pagi akhirnya aku sampai di terminal Tirtonadi Solo setelah menghabiskan 8 jam perjalanan yang melelahkan dari Malang. Pastinya pengalaman backpacking kali ini nggak akan kulupain seumur hidupku karena selain ini perjalanan yang paling menyengsarakan, aku juga banyak mendapatkan pengalaman berharga sepanjang perjalanan. Well, aku bisa memetik sebuah pelajaran dari backpacking experience kali ini, hal itu pastilah bahwa pengalaman sepanjang perjalanan kadangkala jauh lebih berharga daripada pengalaman kita di tempat tujuan itu sendiri.
lam kenal mas brooo..
ReplyDeletekapan2 main tmpat saya di malang.
http://hatyaitrip2012.blogspot.com/
hai...salam kenal...namaku Merry...aku tinggal di lawang dan sering ke malang, tapi aku blm pernah ke House of Djuminten...baca tulisannya bikin pgn nyamperin...itu letak persisnya dmn ya?
ReplyDeleteWah, alamatnya sih nggak tau. seingatku dr dpn alun2 naik angkot ke BCA kayutangan, trus jalan ke arah balai kota. tmpatnya sblm balai kota. kl nggak salah ngelewatin jembatan juga. di sisi kiri jalan
Deleteyup bener kata mas dave,
Deletekalo dari balaikota / tugu, jalan kaki bisa. ke barat sekitar 200m. house of juminten kanan jalan stelah masjid a.yani dan jembatan :)
Bagus mas tulisannya,,,klo ke malang lagi jgn lupa mampir ke rumah saya ya...hehe
ReplyDeletewaahh sayang bgt, kota lawang cuma dilewati, padahal bagus bgt hoo :D
ReplyDeleteiya,,,padahal pengen sekali2 nginep di hotel niagara,,,siapa tau bisa foto penampakan hehehe
Deletewahhh, My city B)
ReplyDeleteyup, kota Malang keren banget mas... aku pertama kali ke sana langsung merasa betah, pengin datang lagi
ReplyDelete