Sunday, July 8, 2012

FLASHPACKING: WHAT THE HELL IS THAT???

Flashpacking
Flashpacking, apaan tuh? Pertama kali aku dengar kata flashpacking di sebuah artikel di Kompasiana yang menceritakan seorang traveller yang naik pesawat PP Jakarta-Yogyakarta cuma untuk menikmati Candi Prambanan dalam waktu kurang dari sehari. OK, itu jelas bukan backpacker, secara harga tiket pesawat kan mahal, lebih ekonomis naek kereta. Pertama sih aku pikir kata “flash” berarti flashpacking itu melakukan perjalanan kilat (kayak lagunya Goerge Michael tuh, “Flash Love” hehehe). Eh, tapi ternyata dari pengakuan seorang flashpacker di sebuah blog, ternyata dia pernah menghabiskan 8 hari flashpacking di Eropa. Well, ternyata perbedaan backpacker ama flashpacker bukan terletak pada lamanya waktu, namun pada bugdetnya. Wikipedia mengatakan definisi flashpacker adalah backpacker with bigger budget.
Anehnya saat aku menilik2 pengertian serta perbedaan flashpacking dan backpacking, aku malah ngerasa kok aku ada di antara keduanya. Ada sih unsur2 flashpacking yang pernah kualamin, walaupun sebagian besar tetap backpacking type. Ini dia penjelasan mengenai flashpacking yang kuperoleh dari website Flashpacker Indonesia yang motto-nya “Flashpacking: travelling yang gue banget”
Menurut website itu tuh, flashpacker berbeda ama turis maupun backpacker. Kalo turis nggak mau repot dan nyerahin semua urusan ke travel agent (ya ampun, nyokap gue banget tuuuuuuuuh kayak pas ke Bali hehehe), flashpacker justru ngatur sendiri jadwal, itinerary, hingga budget perjalanannya. Tapi flashpacker beda ama backpacker juga loh. Bedanya kalo backpacker lebih budget oriented, maka flashpacker lebih experience and time oriented. Mereka nggak segan2 ngeluarin duit lebih banyak daripada backpacker untuk menikmati pengalaman yang nggak ada duanya (nyewa speedboat mahal biar bisa liat lumba2, no problemo) atau agar waktunya nggak terbuang percuma (kayak contoh di atas tadi, lebih suka naik pesawat daripada kereta untuk menghemat waktu). Kaum flashpacker juga lebih mengejar kenyamanan daripada harus hidup nge-gembel ala backpacker. Tapi kaum flashpacker juga nggak gila kemewahan lho. Nggak perlu nginep di hotel berbintang 5 kalo hotel bintang 2 udah cukup nyaman.
Oya satu lagi perbedaan lain, flashpacker selalu membawa gagdet mereka, mulai dari I-Pod, laptop, dan camcorder. Well, itu karena flashpacker lebih memilih hotel yang aman daripada sekali lagi, nge-gembel ala backpacker. Namun sayangnya, kaum flashpacker sering mendapat cibiran dari sodara jauhnya, kaum backpacker, karena mereka dianggap nggak mau bersusah-susah layaknya backpacker sejati. Walaupun sebenarnya nggak gitu banget sih. Website Flashpacking luar negeri menyarankan para flashpacker yang notabene selalu travelling dengan budget berlebih agar sedikit berbagi dengan sesama, terutama jika mereka berada di Asia.
Singkat kata, tipe orang yang cocok jadi flashpacker adalah pegawai mapan (nggak harus tajir lho). Mereka umumnya punya jatah liburan sebentar sehingga memanfaatkan waktu mereka sebaik2nya. Yah, walaupun itu berarti mengeluarkan bugdet lebih tinggi daripada backpacker. Dari sisi jiwa travelling, mereka sebenarnya nggak jauh beda ama sedulurnya, kaum backpacker. Seorang flashpacker berpedoman “Kenapa harus mahal kalo bisa murah, ngapain harus bayar kalo bisa gratis” (ya ampuuuuuuun, gue bangeeeeeeeeeeeeeeeet tuh, hehehe).
Terus gue termasuk backpacker apa flashpacker ya? Kesamaanku dengan flashpacker, aku cukup teliti dan rinci dalam menyusun itinerary dan bugdet (walaupun tentu dalam kenyataan kadang berbeda dengan yang dilakoni, tapi at least dah ada rencana yang matang). Mulai dari rute perjalanan, opsi transportasi, lama perjalanan, rincian biaya, Plan B jika Plan A gagal, dan lain-lain. Namun aku masih sangat mengutamakan sisi budget dengan tetap kusesuaikan dengan kebutuhan waktu dan pengalaman yang bisa kudapat (jadi sama2 bugdet, time, dan experience oriented secara seimbang, serasi, selaras, dan berkesinambungan, halah). Menurut profiler FBI (cailah, kebanyakan liat pilem), profilku juga sesuai dengan flashpacker, yaitu pegawai yang punya jatah libur dikit, walaupun penghasilanku sih sebenarnya nggak besar2 amat (namun Puji Tuhan masih bisa disisihin buat nabung dan travelling). Oya, aku juga nggak bisa travelling tanpa kamera digital dan MP3 walau nggak berani bawa laptop. Namun aku cuma bawa backpack satu di punggung tiap kali travelling layaknya backpacker normal, bikan koper kayak flashpacker. Jadi aku masuk mana dong?
Akhirnya aku menemukan artikel I Wanna Be Flashpacker yang menyatakan bahwa flashpacker berasal dari backpacker yang berevolusi ketika:
1. mereka bertambah tua (padahal aku masih merasa brondong)
2. mereka memiliki income yang semakin tinggi (padahal aku masih kere)
OK, aku seorang backpacker :-[
Sumber:

1 comment: