Tuesday, June 25, 2013

MEREGUK SENJA DI ANCOL (SUNSET = COOL, ANCOL = SUCKS)

 

Photo-0138

Kali ini aku akan menceritakan pengalaman *nggak berkesanku* pas maen ke Ancol. Sejak aku pertama kali datang ke Jakarta, tak terbersit sedikitpun keinginan untuk berkunjung ke Ancol (kecuali buat liat Sea World, yang ampe sekarang belom kesampaian). Udah masuknya bayar, jelek lagi pantainya, not worth it banget. Tapi karena pas libur kenaikan Isa Almasih kemaren aku ama temanku satu kantor diajak jalan2 sama bosku, aku nggak bisa nolak. Lagian mana nolak jalan2 keliling Jakarta pake mobil hehehe. Akhirnya kami kesana dan perkiraanku tak jauh meleset. Cuma yang lumayan bagus adalah kami bisa menikmati senja di sana.

Dalam hanya hitungan menit, rombongan kami yang baik mobil pribadi akhirnya sampai di Ancol. Cepet banget pikirku, soalnya lewat tol dalam kota. Coba pake busway, mesti nyampe sejam lebih lah. Di dalam kami sempet muter2, lewat depan Dufan. Tapi karena kami datang udah agak sore, kata bosku percuma aja masuk, nggak bakal dapet apa2. Aku sih belum pernah masuk, tapi kata bosku di dalam masih antre panjaaaang banget buat naek satu wahana. Waktunya abis di ngantre doang.

Karena hari itu pas hari libur, pastinya Ancol penuh sesak sampai kami kesulitan cari tempat parkir. Akhirnya kami parkir dekat mall *ada mall deket pantai, cuma Indonesia nih yang punya*. Jadi heran kalo ingat perkataan salah satu pejabat yang justru bangga karena Jakarta adalah kota dengan mall terbanyak di dunia. Bukannya harusnya malu? Soalnya negara maju kayak Prancis aja membatasi jumlah mall-nya agar nggak mematikan perekonomian rakyatnya. Dan inilah pemandangan di pantai Ancol. Not so impressing.

Photo-0126

Bagusan pantai2 di Yogya lah kemana2. Aku sih belum pernah ke Parangtritis, tapi aku dan temen2 kuliah dulu pernah touring ke pantai bernama Nampu di Gunung Kidul. Pantainya secluded alias terpencil banget, soalnya akses jalan di sana juga parah banget keadaannya, masih jalan desa gitu. Masukpun dulu tak ditarik biaya soalnya belum dikelola secara resmi. Cuma kebetulan karena salah satu temenku rumahnya daerah2 situ juga, makanya dia tau pantai itu.

Tapi sumpah, berjam2 perjalanan super-melelahkan naek motor dari Solo benar2 worth it. Pantainya benar2 indah dan biru banget. Pasirnya juga bagus banget, aku ingat dulu aku bawa pulang pasir pantainya ama ngumpulin kerang bareng temen2 di sana. Pantainya juga sepi, berasa punya pantai pribadi hehehe. Pantai Jakarta mah nggak ada apa2nya. Duh, jadi kangen. Cuma jeleknya pantai Laut Selatan itu ombaknya ganas banget, jadi nggak begitu aman nyebur2 ke air gitu.

Lalu kami beranjak ke lokasi lain untuk mencari es kelapa muda sambil curhat soal perusahaan. Lalu kami makan2 dan menikmati senja di lokasi ini. Pernah liat di sinetron kayaknya, ada batu2 karangnya gitu. Sayangnya, mataharinya tenggelam pas di perumahan kumuh penduduk gitu. Coba kalo pas ke laut, pasti lebih romantis.

Photo-0132

Photo-0135

Photo-0137

Oya, omong2 pedagang di sana *walaupun harga makanannya mahal2* jujur2 lho ternyata. Kunci mobil bos-ku ketinggalan eh sama pemilik warungnya dijagain terus dibalikin *****ya ampun, hareeeeee geneeeeee di Jakarta????******

Kita sih sebagai warga biasa mungkin nggak terlalu give a damn ya soal pantai ini, mau sejelek apapun tetep aja cuma ini satu2nya objek wisata pantai di Jakarta. Tapi yang agak miris adalah para nelayannya. Coba bayangin kalo kalian tinggal di pantai terpolusi dan sejelek ini. Aku pernah dengar dulu pasar ikan di Sunda Kelapa yang berumur ratusan tahun sudah ditutup gara2 tingkat polusi air lautnya sudah sangat mengkhawatirkan. Duh...duh...kota Jakarta yang penghasilannya milyaran dari pajak masa sih nggak bisa menjaga pantainya sendiri.

Kalo mau dibandingin ama pantai2 di luar negeri *atau kalo mau deket, bandingin ama Bali aja lah*, kondisi pantai di Jakarta ini tentu sangat terpuruk. Padahal masuknya aja bayar lho, heran. Bos-ku cerita, kalo di Bali bangunan nggak boleh dibangun terlalu dekat dengan pantai, harus di sisi lain, agar semua orang bisa menikmati keindahan pantai *gratis pula masuknya*. Di sini malah dikavling2 dibuat apartemen.

Aku juga pernah liat sebuah liputan di Manila tentang pantai *yang sekilas sih mirip2 Ancol, ada temboknya gitu* namun bisa dinikmati para warga kota dengan gratis saat sore hari. Bahkan di pinggir pantai banyak penjual2 balut (makanan khas Filipina, itu tuh embrio bebek yang dimasak) berdagang di sana. Duuuuh gile itu Filipine, masa Indonesia kalah? Coba ya kalo di Jakarta juga kayak gitu. Warga yang mau menikmati matahari terbenam sama keluarga tinggal datang ke pantai, duduk2 sambil makan siomay. Wah, must be feels like paradise. Aku sempet salut dengan usulan Jokowi agar Ancol digratiskan aja. Tapi tentu, hal itu ditentang kaum kapitalis karena akan sangat merugikan mereka.

Well, lepas dari semua itu, memang Jakarta butuh lebih banyak tempat nongkrong yang lebih ramah pada warganya, bukan hanya mall saja. Anehnya, tempat kayak gini justru kutemui di 7-eleven (nggak nyambung khan?). Soalnya abis dari Ancol, bos-ku sempat mengajak mampir dulu minum kopi di 7-Eleven. Baru kali ini sih ke 7-eleven (biasanya mah ke Alfamart apa Indomaret). Ternyata keunggulan tempat ini tak hanya menawarkan supermarket, tapi juga menyediakan kursi dan meja kayak kafe untuk bercengekerama. Wah kayak di luar negeri nih. Cuma sayangnya yang kudengar tempat ini terlalu bebas menjual minuman beralkohol. Pernah baca sih di blog kalo anak SMP-pun kalo mau beli bir di sini dilayani. Meja yang mau kududuki juga ada bekas botol dan kaleng bir. I’’m pretty sure the previous owners of this table were really really drunk...

Photo-0139

Yah, tetep lah yang kuharapkan dari Jakarta bukan hanya sekedar tempat hang out, tapi lahan terbuka hijau yang juga bisa mendidik generasi muda untuk lebih mencintai alam. Atau bisa juga dengan melestarikan kawasan bersejarah di Jakarta yang terpencar dimana2 untuk mendidik generasi muda tentang sejarah juga. Moga2 uneg2ku didengar ya hehehe.

No comments:

Post a Comment