Hallo readers! Masih tentang acara2 jalan ke Lampung, kali ini aku akan menceritakan petualangan hari kedua di Journey to Sumatra (atau lebih tepatnya 1/25 journey to Sumatra, soalnya cuma ampe Lampung aja hehehe). Kalo hari pertama aku mengunjungi Pantai Pasir Putih dan Lampung Fair, hari kedua aku berniat menikmati keindahan pantai Clara dan Pulau Pahawang.
Setelah pantai Pasir Putih yang nggak terlalu worth it untuk dikunjungi (kecuali untuk panorama lepas pantainya yang gue pikir cukup amazing), aku sudah tak sanggup untuk kecewa lagi *cailah*. Kan udah jauh2 ampe Sumatra segala. Sebenarnya sih aku bukan pengagum pantai atau gunung dan yang lainnya. Kalo aku backpackeran biasanya aku mengincar keindahan candi, gereja Belanda tua, atau bangunan2 kuno lainnya (maklum pengagum arsitektur).
Bahkan aku pernah curhat ama Ariyo, temen yang menampungku selama di Lampung kalo aku 3 kali menolak ajakan anak2 BPI (Backpacker Indonesia). Pertama ke Bromo dengan alasan *ngapaen-ke-gunung*, terus ke Pulau Sempu dengan alasan *males-kemping*, dan terakhir ke Dieng soalnya *suhunya-minus-di-bawah-nol*. Yap, jika ada yang ngajak aku backpackeran ala lintas alam, naek gunung, atau yang lebih parah: kemping, jawabanku selalu sama.
*mending mati*
Tapi kali ini gara2 stress dengan kerjaanku di Jakarta (bahkan aku pindah kerja sepulang dari Lampung), aku bener2 butuh pelepasan. Aku kepengen banget ngeliat pantai, makanya aku memutuskan untuk escape ke Lampung aja (soalnya kalo ke Bali mah nggak ada dana hehehe). Awalnya sih aku berniat mengunjungi Pantai Pasir Putih ama Pantai Mutun. Tapi atas saran Ariyo akhirnya di detik2 terakhir *cailah* akhirnya aku mengubah destinasiku ke Pulau Pahawang. Ada dua cara untuk mencapai Pulau Pahawang, yaitu lewat Ketapang atau lewat Pantai Clara.
NB: ada juga kota di tenggara Lampung yang namanya Ketapang juga, tapi bukan Ketapang itu yang dimaksud, itu mah jauh banget. Ketapang disini cuma dermaga kecil kok tak jauh dari kota Bandar Lampung.
Pagi2 temenku Ariyo mengantarku ke kawasan Teluk Betung. Di sana sudah menunggu angkutan umum yang berbentuk truk pick up yang bagian belakangnya sudah dimodif untuk mengangkut penumpang. Begini bentuknya.
Nah, angkutan ini rencananya akan membawaku ke Pantai Clara dalam dua jam. Tapi buat saran aja, kalo bisa duduklah di samping pak sopir yang sedang bekerja. Selain bisa nanya2 ama pak sopir, sekalian juga bisa ngeliat pemandangan di luar. Tapi sialnya gara2 ketauan tau kalo aku ini turis dari Jakarta, aku diberi tarif yang mahal, yaitu 10 ribu (padahal kata warga lokal cuma 5 ribu). Di jalan aku sempat shot juga kondisi pedesaan di Sumatra, like this.
Mirip2 ama di Jawa ya? Kebetulan banget ternyata perjalanan ke pantai Clara melewati Ketapang juga. Aku iseng2 turun di sini untuk menanyakan kapal ke Pahawang. Denger ada kapal reguler menuju ke pulau dengan tarif 20 ribu. Ternyata kapal yang dimaksud bukan seperti model2 feri yang tiap jam berangkat, melainkan hanya untuk mengantar para penduduk pulau ke pasar yang ada di daratan. Jadi kapalnya berangkat pagi dari Pahawang dan kembali ke pulau siangnya. Saat itu kalo aku berangkat naik kapal itu bisa, cuma pulangnya harus besok paginya. Kacau juga nih, apalagi pemilik kapal2 di sini nawarin harga yang gila2an buat nganter ke Pulau Pahawang, yaitu 400 ribu PP! Ini dia suasana di Ketapang.
Dengan langkah gontai, akhirnya aku menuju ke Pulau Clara, siapa tahu aku lebih beruntung di sana. Tapi masih aja aku bisa menikmati pemandangan yang breathtaking di sini. Ini dia pemandangan di jalan tepi pantai di Lampung. Ya ampun, cuma jalan di suatu tempat antah berantah aja sekeren ini ya.
Aku lalu naek angkot yang sama jenisnya dengan yang tadi dengan tarif 2 ribu menuju Pantai Clara. Namun ternyata di tengah jalan aku menyadari sebenarnya aku nggak perlu naek angkot. Cukup berjalan beberapa meter kita akan sampai di garis pantai. Ternyata Pantai Clara sangatlah panjang dan lokasinya tak jauh dari Ketapang tadi.
Begitu sampai di gerbangnya, ternyata aku tidak ditarik tarif masuk sama yang jaga. Wah baek banget ya. Aku lalu memanfaatkan kebaikan bapaknya yang jaga buat nanya2 hehehe. Aku dijelasin sama bapaknya kalo ada dua pulau yang bisa dikunjungi yaitu Pulau Pelagian ama Pahawang. Pulau Pelagian letaknya lebih dekat sehingga harganya lebih murah, tapi katanya tempatnya tak seindah Pahawang.
Setelah puas mengorek-orek informasi dari bapaknya yang jaga gerbang masuk, akupun tak membuang2 waktu lagi untuk segera menikmati keindahan pantai Clara. Pantai Clara ternyata nggak mengecewakan, bagus banget, seindah namanya lah hahaha. Agak sempit sih pantainya, tapi yang penting masih bersih. Bener2 sesuai dengan apa yang aku harapkan saat aku memutuskan backpackeran ke Lampung. Oya warna hijau turqoise yang terlihat di foto2 ini disebabkan air pantai yang dangkal. Bagian laut lepasnya berwarna kebiruan karena lebih dalam.
Di pantai itu ada dermaga kecil dan aku iseng2 bertanya dengan seorang pemilik kapal yang namanya Pak Usman, siapa tahu ada penumpang yang mau ke Pulau Pahawang juga dan bisa share kapal. Namun setelah lama menunggu ternyata pantainya masih sepi2 aja. Tips aja, kalo mau ke Pulau Pahawang mending rame2. Atau kalo sendirian, datang Sabtu-Minggu aja pas pantainya rame. Akhirnya Pak Usman (yang juga udah desperate kali gara2 seharian nggak ada penumpang) menawariku harga promo, yaitu *hanya* 150 ribu ke Pulau Pahawang. Akhirnya setelah berpikir bentar, akupun menyanggupinya.
NB: Oya ini nomernya Pak Usman: 085368203774 kalo semisal kalian pengen contact dia pas berkunjung ke Lampung. Orangnya baek banget kok. Tapi kalo nawar harga jangan keterlaluan ya, kasihan bapaknya wong cilik.
Ternyata perjalanan ke Pulau Pahawang cukup lama, mungkin sekitar 30 menit (nggak tau juga pasnya berapa, soalnya aku ampe sempat ketiduran di kapal). Maklum lah, pulaunya cukup jauh juga. Sesampainya di sana, aku sempat ...
*hening*
Di sini aku nggak tahu mesti seneng apa kecewa. Overall, pantainya nggak diragukan lagi emang cantik. Lebih bagus daripada pantai Clara lah kemana-mana. Tapi ternyata pantainya tuh kecil banget. Aku pikir aku bakal bisa eksplore pulau ini, tapi ternyata cuma sejengkal aja yang bisa dikunjungi. Soalnya pantai ini ceritanya dimiliki oleh seorang bule (ada cottagenya juga) jadi nggak bisa sembarangan. Oya yang unik lain soal Pahawang ini adalah kita bisa ngeliat terumbu2 karang yang masih asri, cuma sialnya saat itu laut pas pasang naik jadi terumbu karangnya nggak gitu keliatan.
Sempet sih ada yang bilang pantainya bersih, tapi aku melihat ada sebotol kratingdaeng berserakan di pantai. Yah, namanya juga pantai ini mulai banyak pengunjungnya, gini nih resikonya. Aku jadi bingung kalo disuruh nentuin apakah 150 K itu worth it buat pergi ke Pahawang. Sebenarnya sih ke Clara aja cukup kalo kita cuma pengen menikmati suasana pantai. Kalo pengen “something more” nggak ada salahnya berpetualang ke Pahawang.
Namun justru yang berkesan bagiku bukan Pulau Pahawang-nya, namun panorama yang kudapat sepanjang perjalanan naek kapal. Di salah satu sudut pantai aku melihat barisan pegunungan yang indah, bener2 wauuuuuuuu banget keindahannya. Dan aku nggak bakal bisa ngeliat itu semua kalo aku nggak naek kapal ke laut lepas. Emang bener kata orang,
“It’s not about the destination, it’s about the journey.”
Aku menghabiskan hampir seharian di Pantai Clara ini dan akupun diturunkan Pak Usman di perkampungan nelayan di Ketapang. Di sana aku menunggu angkot pick up lagi dan di perjalanan aku sempat terkesima dengan Pantai Mutun yang terlihat di kejauhan. Sial, tadi kok berangkatnya kelewatan ya? Ternyata di depan gerbang pantai Mutun (di dekat tempat pelelangan ikan Lempasing), ada kuburan Cina yang tampaknya sudah tua sekali. Tampak nisan2 bergaya khas Cina berderet-deret di atas bukit.
Wow keren, sebenarnya aku pengen turun buat foto2, tapi sayangnya aku takut nyampainya ke kota Bandar Lampung keburu kesorean. Yah, mungkin pas aku Lampung lagi (beneran, aku masih pengen backpackeran ke Lampung lagi abis ini hehehe) aku bakal mengunjungi Pantai Mutun ama kuburan Cina yang oldies ini. Sayangnya, oleh pak sopir, identitas asliku sebagai turis Jakarta kembali terbongkar (gara2 akunya sendiri banyak cing cong) dan aku diberi tarif mahal, sekitar 7,5 K (padahal aslinya cuma 5 K).
Sesampainya di Teluk Betung, akupun mendapat keberuntungan lain, yaitu menemukan sebuah toko suvenir khas Lampung di sana. Aku membeli dua gantungan kunci seharga 10 ribu dan 5 ribu. Ada juga kaos dan kain songket di sana.
Setelah muter2 kota Bandar Lampung dengan bus trans Lampung jurusan Rajabasa (ada haltenya di Bank UOB), akupun turun di Mall Lampung karena temanku Ariyo sudah menanti di sana. Berakhir sudah perjalanan selama dua hari di Lampung.
BONUS: WAY HOME TO JAKARTA
Esok paginya, aku pulang ke Jakarta dengan rute yang sama: Bus dari Rajabasa ke Bakauheni – naek ferry dari Bakauheni ke Merak – naek bus Merak ke Kampung Rambutan. Pagi2 aku udah uji nyali karena temanku menurunkanku di terminal Rajabasa hahaha. Gilaaaaak….gue nongkrong di terminal Rajabasa yang terkenal dengan preman2nya itu cuuuy (pengen banget uodate status saat itu, sayangnya internetnya lemot). Untungnya pagi itu masih sepi dan aku nggak digangguin preman. Ini sekilas terminal Rajabasa yang sangat megah itu.
Sialnya, bus jurusan Rajabasa yang kunaiki sekitar pukul 7 baru berangkat sekitar jam 8 gara2 nunggu penumpang. Buset deh nunggu sejam. Apalagi selama nunggu penumpang, pak sopir nyetel lagu2 lama yang boring banget (zaman 70an gitu lah lagunya) dan dilanjutkan dengan lagu2 Melayu ala band2 alay. Sumpah bosen banget, ampe sempat ketiduran. Pas bangun, si bapak sopir kayaknya mau ganti lagu2 yang diputernya di DVD player. Dalam hati aku tertawa,
“Come on, what can be possibly worse than that?”
*alias* Apa sih yang bisa lebih buruk dari lagu2 lama dan lagu2 band Melayu alay?
Dan bapaknya nyetel lagu2 Sheila on 7.
Aaaaargh...sumpah aku udah kepengen mecahin jendela dan lompat dari bus kalo aja busnya nggak segera berangkat pas itu juga. Dari awal perjalanan emang tidak lancar. Bayangin aja, aku berangkat dari Bandar Lampung jam 8 pagi dan baru tiba di kostku di Tangerang jam 9 malam! Buseeeet dah, kuhabiskan 12 jam hanya untuk perjalanan pulang ke Jakarta. Lucunya sepanjang perjalanan dari Merak-Jakarta aku melihat bus seringkali menaikkan dan menurunkan penumpang di tengah2 jalan tol. Udah melanggar hukum, berbahaya lagi (bayangin aja kalo mereka kesambar mobil dengan kecepatan tinggi). Tapi tau lah yang namanya orang Indonesia.
Kesimpulannya, perjalananku ke Sumatra ini benar2 keren dan banyak banget pengalaman yang kudapat selama perjalanan (pengalaman naek feri juga, baru kali ini seumur2 hahaha). Kadang2 aku mikir, aku tuh backpackeran bukan demi tujuan wisatanya, melainkan untuk menikmati perjalanannya.
Well, after all, Sumatra is really something!
Agak ribet baca laporan perjalanan ini yah gan...
ReplyDeleteRibet gmn bro?
Deletegan 150 rbu naik kapal itu pulang pergi? klo ane ber5 itu 150 bagi 5 dong? atau 150 per org gan? makasih sblumnya gan..
ReplyDeletetarifnya tuh per kapal jadi terserah mau diisi berapa orang (tapi ya ada kapasitas maksimumnya), PP lah. tp perlu diingat postingan ini tuh dibuat setahun yg lalu lho, pas BBM blm naek lagi. logikanya sih harganya pasti naek jg
Deletecoba ke pantai mutun gan, trus nyebrang ke pulau tangkil.. disana bisa naek kapal kecil pp perorangan. atao kl mau liat pantai yg lebih oke lg, cobain deh ke kiluan. tp yaaa.. saran gue sih kudu pake kendaraan pribadi krn jlnnya uda kaya pada gali sumur spanjang jalan gan, tp begitu nyampe kiluan.......terbayar deh capek pegel kesel nya selama perjalanan kesananya.. saran gue kl mau ke kiluan, mendingan subuh (kl bawa kendaraan pribadi) soalnya kl mpe sana jam6an bisa naek kapal kecil ke (agak) tengah2 laut utk (kl beruntung) liat rombongan lumba2 liar berenang persis di sebelah kapal yg kita naekin itu gan.. bisa dipegang/ngelus punggung lumba2nya langsung lo gan..
ReplyDeletebang, berarti next destination nya lu musti ke Kiluan Bang, sumpah. ada lumba lumba disana :)
ReplyDeletegua sih sebenarnya nggak terlalu tertarik ama pantai. kalo backpackeran gue lebih milih ke tempat yg ada bangunan bersejarahnya (gereja, candi dll). pas journey ini aja gua ke pantai soalnya pengen menginjakkan kaki ke sumatra
Deletekalo gitu ke semarang., banyak bangunan indah bro. salam ransel
DeleteNice inpoh gan, ane belum pernah ke pulau pahawang. padahal ane tinggal di lampung. Tapi keknya harga harga nya dah jauh bgt dari sekarang ya gan?
ReplyDeleteBang Dave, backpacker-an lagi dong, seru lho ceritanya
ReplyDelete