Akhirnya impianku selama ini tercapai (walaupun baru secuil) yaitu menginjakkan kaki ke tanah Sumatra. Sebenarnya sih impianku sejak dulu adalah menggunakan jalur darat untuk menelusuri Lampung – Palembang – Bengkulu – Padang – Bukittinggi. Tentu selain ingin menikmati keindahan alam Sumatra yang belum terjamah manusia *lebay*, aku juga ingin melihat kehidupan orang2 Sumatra di kota2 tersebut. Puncaknya, aku ingin melihat Rumah Gadang yang “hidup dan bernapas” di habitat aslinya di tanah Minangkabau, bukan hanya sekedar panggung yang ditata di TMII. Namun sayangnya aku masih mengumpulkan keberanian (dan duit hehehe) untuk perjalanan itu dan baru sempat mencicilnya dengan mengunjungi Lampung. Walaupun sebentar, tapi ini adalah pengalaman backpacker yang paling keren yang pernah kualami sejauh ini.
NB: Semua harga di sini dicatat sebelum kenaikan BBM Juni 2013, jadi untuk harga update bisa dikira2 naik sekitar 20% dari harga yang tertera di sini. Semisal 20 ribu kemungkinan naik jadi 25 ribuan lah.
Sebelum menceritakan pengalamanku, terlebih dahulu aku harus “confess my sin” alias mengaku dosa pada kalian. Selama setengah tahun berada di Jakarta, aku belum pernah sekalipun sempat backpackeran. Can you imagine that? Gue admin blog berjudul Mengaku Backpacker dan gue nggak backpackeran selama SETENGAH TAON!!! Itu benar2 aib yang sangat memalukan bagiku. Makanya liburan sekolah kali ini kumanfaatkan benar2 untuk memuaskan hasrat backpackeran yang terpaksa harus kutahan gara2 jadwal kerjaan yang mahasibuk. Destinasi kali ini cukup menantang bagi anak Jawa yang manja sepertiku, yakni Lampung.
Perjalanan kuawali dari gerbang tol Kebon Jeruk dimana aku langsung naik bus jurusan Merak dengan tarif 20 ribu. Pokoknya sepanjang perjalanan aku sudah mengharapkan pemandangan yang eksotis, secara ini journey to Sumatra gitu lhooo. Ada sawah langsung aku bersorak dalam hati, “Wow sawahnya eksotik banget”
Ekspresi pembaca: “Sawah ekostik? Nih anak tinggal di mana sih?”
Sayangnya di perjalanan aku menghadapi pemandangan yang kurang mengenakkan, yaitu truk terbalik di tol *langsung mak glek*. Belum lagi saat itu aku lagi dengerin MP3:
“...saat aku tak lagi di sisimu, kutunggu kau di keabadian ...”
*langsung gue matiin*
Akupun menuntaskan perjalanan selama 3 jam melewati Serang dan Cilegon sebelum akhirnya sampai di Merak. Ternyata terminal dan pelabuhan Merak terintegrasi dengan baik. Setelah berjalan tak berapa lama, aku langsung sampai di pelabuhan Merak dan membeli tiket kapal feri seharga 12 ribu. Bahkan adegan bongkar muat penumpang di dek kapal pun menjadi pemandangan yang *eksotik* bagiku (maklum anak kampung).
Perjalanan dengan feri cukup cepat, cuma 2 jam. Karena aksi orgen tunggal di dek kelas ekonomi yang cukup mengganggu, akhirnya aku menghabiskan perjalanan dengan menatap laut. Aku bersorak *eksotik* lagi ketika aku melihat pulau Sumatra menanti di kejauhan.
Untunglah aku sudah berkenalan dengan teman dari BPI (Backpacker Indonesia, silakan gabung di situsnya di sini) yang bersedia menjadi host-ku selama di Lampung, namanya Ariyo. Selama perjalanan aku sibuk nanya2 dia soal rute, jadinya aku nggak buta2 amat. Dia juga mengingatkan agar hati2 ama kernet bis ama agen travel yang *agak* memaksa saat tiba di Pelabuhan Bakauheni. Saranku sih sok jaim aja dengan memakai earphone di telinga biar nggak diganggu (cukup ampuh kok) dan mending cari bis sendiri. Supaya tiba di kota Bandar Lampung, kita harus naik bus jurusan Rajabasa dengan tarif 17 ribu untuk non-AC dan 22 ribu untuk yang AC. Lama perjalanannya 3 jam. Oya aku juga sempat mengabadikan Menara Siger, landmark Lampung yang dengan mudah terlihat saat kapal merapat ke Bakauheni.
Selama perjalanan dengan bus aku sempat terpukau dengan keindahan laut yang terlihat dari kejauhan. Perjalanan ke Lampung melewati medan yang berbukit-bukit dan ketika mendekati kota Bandar Lampung, aku sengaja turun di gerbang Pantai Pasir Putih, sebuah objek wisata yang cukup terkenal bagi penduduk Lampung. Untungnya pantai ini dilewati oleh bis jurusan Bakauheni-Rajabasa sehingga sangat mudah mencapainya. Masuknya aku membayar tarif 5 ribu.
Namun perasaan tak enak langsung menghinggapiku ketika aku masuk. Kok rasanya kayak dejavu pas aku masuk ke Waduk Selorejo Malang ya? Dan ternyata benar. Keindahan pantai ini yang kerap digembar-gemborkan di berbagai blog dan situs ternyata mitos belaka. Pantai ini ternyata sangat kecil, belum lagi kondisinya kotor (malah mirip Ancol guys, ewwww). Namun perlu kuakui, pemandangan laut lepasnya memang cukup breathtaking dengan pegunungan yang berlapis-lapis di kejauhan.
Keliatan bagus ya? Except for this part yang nggak pernah ditampilkan oleh blog ataupun situs lain tentang pantai ini. Yup, reality sucks.
Even this naked mermaid didn’t turn me on (malah serem).
Setelah sempat dikecewakan dengan kondisi Pasir Putih (walau sekali lagi, pemandangan lepas pantainya sangat memukau), akupun berencana langsung ke Bandar Lampung. Dan ternyata lagi-lagi pemandangan lautan yang kudapat sepanjang perjalanan sangatlah memukau dan menakjubkan. Sayangnya perjalanan memasuki kota Bandar Lampung tak begitu nyaman, soalnya jalan utamanya benar2 rusak dan hancur lebur. Untungnya, jalan2 itu sebagian besar sudah dalam perbaikan (yang membikin jalanan macet parah). Yang paling serem tuh pas melewati bawah jembatan layang yang masih dalam pembangunan ini. Ada banyak kayu2 penopangnya, jadi deg2an
*INI-KALO-RUNTUH-GIMANAAAA????*
Nah, masih belum selesai lho guys. My journey in Lampung was just begun. Simak lanjutan petualanganku di kota Bandar Lampung ya ....
No comments:
Post a Comment