Hello guys! Ini adalah sekelumit artikel bertema sejarah yang gue tulis di Karyakarsa. Jika kalian ingin membaca lebih banyak artikel seperti ini, ikuti saja link di bawah ini ya (atau masuk saja ke halaman utamanya lalu pilih “Karya”, lalu geser ke kanan dan pilih “History”.
https://karyakarsa.com/dave.cahyo/posts?tag=History
Sebagai produk minuman bersoda, Pepsi masih kalah tenar dibandingkan rival bebuyutannya, Coca Cola, Sprite, dan Fanta. Karena itulah, perusahaan Pepsi di Filipina melancarkan rencana yang bisa demi mendongkrak popularitas brandnya. Namun sayang, ide tersebut justru menjadi bumerang dan menyebabkan kekacauan di Filipina, bahkan berujung pada kerusuhan dan kematian lima orang.
Rencana itu adalah dengan mengadakan undian berhadiah miliaran.
Pepsi Number Fever
merupakan teknik pemasaran yang pernah dilakukan PepsiCo di Filipina. Pada
Februari 1992, perusahaan Pepsi Filipina mengumumkan bahwa mereka akan mencetak
nomor undian berkisar antara nomor 001 hingga 999 di bagian dalam tutup botol empat
merek minuman ringan produksi mereka, yakni Pepsi, 7-Up, Mountain Dew, dan
Mirinda. Nantinya, mereka akan mengundi nomor-nomor tersebut dan nomor yang
beruntung akan mendapat hadian berkisar antara 100 peso (sekitar 60 ribu
rupiah) hingga hadiah utama senilai 1 juta peso (hampir 620 juta rupiah). Total
hadiah yang disediakan Pepsi kala itu bernilai hingga 30 miliar rupiah.
Tentu saja, hal tersebut
membuat rakyat Filipina yang kala itu berada di bawah garis kemiskinan segera
berlomba-lomba membelinya dengan harapan, siapa tahu mereka akan menang hadiah
pertama dan menaikkan taraf kehidupan mereka. Hasilnya bisa dibilang sangat
sukses karena penjualan mereka naik 50% dan nilai saham mereka juga naik
drastis.
Nah karena kesuksesan
“gelombang pertama” promo ini yang harusnya berakhir pada tanggal 8 Mei 1992,
Pepsi rupanya tertarik untuk memperpanjang promo tersebut selama 5 bulan. Kita
sebut saja ini sebagai “gelombang kedua”. Di sinilah promo ini mulai bermasalah
hingga muncul korban jiwa.
Pada 25 Mei 1992, Pepsi
mengumumkan melalui tayangan yang disiarkan di stasiun TV ABS-CBN bahwa
pemenang grand prize gelombang kedua adalah 349. Namun di sini Pepsi membuat
kesalahan fatal yang membuat runyam seantero Filipina. Perlu kita tahu ya,
bahwa lomba atau undian semacam itu biasanya settingan. Dengan kata lain, nomor
pemenang tersebut sudah jauh-jauh hari ditentukan, bahkan sebelum nomor-nomor
di botol-botol Pepsi itu dicetak.
Jika pemenangnya adalah
nomor 349, maka Pepsi sudah lebih dulu hanya mencetak satu tutup botol dengan
angka 349, sehingga pemenangnya nanti juga hanya akan ada satu. Untuk
tutup-tutup botol lain, mereka bisa mencetak nomor random sebanyak mungkin
karena toh mereka tahu nomor tersebut takkan menang.
Kita kan tadi udah bahas
bahwa undian tersebut diperpanjang menjadi gelombang kedua. Nah pada gelombang
pertama, angka 349 tidak diharapkan menang, sehingga nomor tersebut dicetak
dengan jumlah banyak. Celakanya di gelombang kedua ini, pihak Pepsi lupa bahwa
masih botol-botol dengan angka 349 tersebut masih beredar di pasaran. Alhasil,
botol dengan angka 349 yang udah dicetak sebagai pemenang sah itu bercampur
dengan botol dengan angka 349 dari periode sebelumnya. Ada berapa banyak botol
dengan angka 349 dari periode pertama tersebut?
Celakanya, ada 800 ribu
tutup botol dengan angka yang memenangkan grand prize tersebut.
Para pemilik botol dengan
angka tersebut pun keburu girang karena mengira mereka akhirnya kini menjadi
jutawan. Ratusan ribu orang kemudian berbondong-bondong menuntut hadiah mereka
ke pihak Pepsi. Namun jelas, Pepsi tak mampu memenangkan mereka semua sebab
mereka harus siap menggelontorkan uang 32 miliar dolar hanya untuk membayar
mereka (FYI 1 miliar dolar itu setara dengan 15 triliun rupiah).
Akibatnya, Pepsi akhirnya
menawarkan “niat baik” untuk memberi hadiah sebanyak 500 peso (hampir 300 ribu rupiah) kepada para
“pemenang” tersebut karena takkan mampu memberi hadiah utama kepada mereka
semua. Bisa dibilang ini supaya adil deh biar semua korban kesalahpahaman ini
nggak kecewa-kecewa amat. Penawaran ini diterima dengan baik oleh sekitar
486.170 orang (buset banyak amat) dan kontan membuat Pepsi rugi bandar.
Pasalnya demi “ganti rugi” ini mereka harus menelan kerugian sebanyak 240 juta
peso (137 miliar rupiah). Padahal awalnya, nominal yang berani mereka
gelontorkan sebagai untuk promosi ini hanya 30 miliar rupiah.
Akan tetapi ada yang
lebih celaka ketimbang rugi miliaran rupiah, yakni masih adanya pihak yang
getol untuk memenangkan hadiah utama, bahkan rela menghalalkan berbagai cara.
Yap, memang masih ada sekitar 400 ribuan warga Filipina yang menolak hadiah
ganti rugi tersebut. Mereka marah karena merasa dipermainkan oleh Pepsi.
Akibatnya bisa dibilang teramat fatal.
Terjadilah demo
besar-besaran yang berujung pada kematian. Contohnya pada 13 Februari 1993,
seorang pendemo melemparkan bom ke arah truk Pepsi, menewaskan seorang guru dan
anak berusia 5 tahun. Pada bulan Mei 1993, demo ini masih berlanjut dan semakin
brutal ketika sebuah gudang Pepsi di Davao juga dilempari bom, menewaskan tiga
pegawai Pepsi. Sekitar 37 truk Pepsi juga menjadi sasaran amukan massa dengan
cara dibalik, dilempari batu, hingga dibakar. Kerusuhan ini membuat anggota
senat Filipina kala itu, Gloria Macapagal Arroyo, yang nantinya akan menjadi
presiden Filipina, merasa trenyuh.
Sekitar 22.000 orang yang
merasa menjadi korban iklan Pepsi balik menuntut mereka. Pemerintah Filipina
juga rupanya lebih mendukung rakyatnya ketimbang korporat raksasa seperti Pepsi.
Pada 1996, pengadilan memutuskan agar Pepsi membayar sekitar 10 ribu peso
(sekitar 6 juta rupiah) kepada para pihak yang menuntutnya. Sekilas sih enteng
ya buat perusahaan sekelas Pepsi buat bayar 6 juta per orang, tapi kalo dikali
ribuan orang ya tambah bokek dong mereka.
Namun rupanya tak
selamanya Pepsi dan ketamakannya (salah sendiri pakai dua periode segala)
menjadi “penjahat” di kasus ini. Buktinya pada 1993, Ig Nobel Prize (parodinya
penghargaan Nobel) dari Massachusetts
Institute of Technology's Journal of Irreproducible Results memberikan hadiah
Nobel Perdamaian kepada Pepsi. Lho kok bisa? Rupanya mereka terbukti berhasil
mempersatukan seluruh warga Filipina yang kala itu memiliki paham, keyakinan,
dan pandangan politik yang berbeda-beda. Wah, selamat ya?
No comments:
Post a Comment