Tuesday, July 30, 2019

10 ISU POLITIK DAN SOSIAL “TERSELUBUNG” DI FILM-FILM PG13


Film-film PG-13 (seperti yang biasa diproduksi oleh Disney) banyak dianggap sebagai film anak-anak, walaupun sebenarnya kategori yang lebih tepat adalah “semua umur”. Namun walaupun ditargetkan untuk seluruh keluarga, tak jarang film-film ini justru memuat masalah-masalah politik dan sosial yang sesungguhnya saat ini tengah dihadapi di dunia. Anak-anak yang menontonnya mungkin nggak mengerti, namun orang-orang dewasa pasti akan langsung menyadari apa saja “social commentary” yang ada di film itu. Memang sejak awal keberadaannya, film-film layar lebar tidak hanya diharapkan memberi hiburan semata, melainkan bertujuan memberi gambaran kehidupan nyata yang “membuka mata” terhadap para pemirsanya, termasuk mengangkat masalah-masalah yang mereka hadapi. Berikut ini 10 film bertema PG-13 yang ternyata mengangkat isu-isu berat dalam plotnya.



1. Zootopia


Di antara semua film kartun yang pernah gue tonton, harus gue akui bahwa “Zootopia” merupakan salah satu yang membuat gue shock karena isu sosial berat yang dipanggulnya. “Zootopia” menceritakan sebuah kota yang dihuni oleh binatang yang diresahkan oleh kasus-kasus menakutkan dimana para “predator” (alias hewan pemakan daging) tiba-tiba mengamuk, atau istilahnya menjadi “buas” (savage). Hal ini menimbulkan “prejudice” yang memyebabkan para hewan memprotes keberadaan para predator ini karena dianggap meresahkan dan membahayakan jiwa mereka.

Tidak susah memang melihat isu apa yang ingin diangkat film animasi ini, yakni rasisme dan terorisme. Kasus dimana para predator yang tiba-tiba menjadi “savage” ini menjadi perumpamaan sempurna bagi kasus terorisme. Naasnya, bukan hanya predator yang menjadi “buas” itu yang dipersalahkan, melainkan seluruh komunitas predator yang tidak tahu apa-apa dan selama ini hidup damai dengan mereka. Ketakutan akan “kebuasan” mereka membuat masyarakat umum kemudian mengucilkan dan mempersekusi mereka.

Pada klimaks cerita, sang protagonis cerita ini kemudian mengetahui bahwa penyebab para predator menjadi “buas” adalah sejenis bahan kimia dari tanaman bernama “night howler” . Bahkan, apabila “zat” tersebut diberikan pada hewan yang bukan termasuk predator, maka mereka akan berubah menjadi “savage” pula. Zat kimia dari “night howler” merupakan perumpamaan bagi “paham atau ideologi radikal”. Mereka yang tersusupi paham radikal, dari asal-usul manapun, pasti akan berbuat kekerasan, dan itu bukan karena kesalahan golongan mereka. Itulah pelajaran yang bisa dipetik dari “Zootopia”.

2. Astroboy


Mungkin tak banyak yang mengingat film adaptasi anime Jepang yang diproduksi oleh Amerika Serikat ini. Film ini memang tak terlalu mengangkat diskriminasi yang dialami kaum robot seperti pada anime aslinya, namun karakter President Stone di film ini jelas adalah karikatur mantan presiden AS, Goerge W. Bush. Di film ini karakter President Stone merupakan sosok antagonis yang demi meraup popularitas dan juga suara saat pemilihannya kembali sebagai presiden berniat melancarkan perang terhadap kaum robot. Ini jelas merupakan sindiran bagi Bush yang melancarkan perang terhadap Afghanistan dan Irak pasca Tragedi 9/11.

3. Maleficent


Untuk ukuran sebuah film anak-anak, “Maleficent” memang bisa dianggap terlalu kelam dan berat, apalagi ada satu adegannya yang jelas-jelas menggambarkan alegori tentang pemerkosaan. Alkisah, Maleficent yang semula sosok peri yang baik hati, dibius oleh kekasihnya untuk kemudian kedua sayapnya dipotong dan dicuri. Reaksi Angelina Jolie saat memerankan tokoh Maleficent dan menghayati adegan ini jelas-jelas merupakan reaksi seorang wanita setelah mengetahui harga dirinya telah direnggut dengan paksa.


Tak hanya itu, selepas kejadian itu, hati Maleficent berubah menjadi dingin dan penuh dendam, bahkan tega hendak menyakiti bayi sang “pemerkosanya” (yakni Putri Aurora) dengan melancarkan sebuah kutukan. Plot ini juga menjadi alegori bagi korban pemerkosaan, apakah mereka akan berubah menjadi manusia yang pembenci, ataukah memilih untuk tetap percaya pada cinta. Opsi kedua itulah yang kemudian dipilih Maleficent ketika hatinya akhirnya diluluhkan oleh Putri Aurora yang kemudian dianggapnya sebagai putrinya sendiri.

4. X-Men 2


Kesetaraan hak memang menjadi isu utama yang diangkat X-Men, bahkan sejak franchise ini masih menjelma dalam bentuk komik. X-Men menceritakan tentang para mutan yang kehadirannya dibenci oleh para manusia karena takut akan kekuatan mereka. Akibatnya, para mutan selalu mendapat diskriminasi. Muncullah dua kubu, yakni Profesor X yang berniat mendidik para mutan untuk mengendalikan kekuatannya dan menggunakannya untuk membantu dan menyelamatkan manusia, dengan harapan manusia bisa mengubah pikiran mereka terhadap para mutan. Ada pula kubu yang berseberangan, yakni Magneto yang ingin membalas dendam dengan cara mengumpulkan para mutan untuk menghancurkan manusia yang telah menindas mereka. Di kehidupan nyata, konon sosok Profesor X terinspirasi oleh Martin Luther King dan Magneto terinspirasi oleh Malcolm X. Keduanya sama-sama pejuang hak asasi bagi kaum kulit hitam, namun dengan cara yang amat berbeda.

Salah satu adegan paling diingat dari keseluruhan franchise ini adalah di sekuel keduanya, yakni “X2: United” pada saat salah satu mutan bernama Iceman (didampingi oleh Wolverine dan Rogue) mengaku kepada keluarganya bahwa ia berbeda dengan mereka dan bahwa ia adalah seorang mutan. Namun bukannya dukungan yang ia dapatkan, melainkan kesalahpahaman dan permusuhan. Apa yang dialami Iceman ini bisa menjadi alegori bagi “prejudice” yang senantiasa dihadapi oleh kaum minoritas.

5. Iron Man 3


“Iron Man 3” tak pelak adalah yang terbaik dari seluruh trilogi Iron Man. Tak hanya film ini menyadarkan gue akan betapa nyatanya sindrom “PTSD” seperti yang dialami Tony Stark, namun keberadaan sosok super-villain di film ini juga menyisipkan sebuah teori konspirasi. Sepanjang film ini kita diperkenalkan kepada sosok teroris menakutkan bernama Mandarin yang bertanggung jawab atas berbagai aksi terorisme dan kejahatan brutal. Namun kemudian plot twist muncul ketika terungkap bahwa Mandarin ini sesungguhnya hanya aktor bayaran yang digunakan untuk menutupi aksi kejahatan yang sebenarnya.

Jika kalian penggemar teori konspirasi, maka kalian tentunya dengan mudah mengaitkan Mandarin versi ini dengan Osama bin Laden. Publik mengenalnya sebagai otak dibalik Serangan 11 September. Namun ada pula yang meyakini bahwa dalang dari isu terorisme adalah pemerintah Amerika Serikat sendiri demi melancarkan berbagai kepentingan mereka dan Osama sebenarnya hanyalah tokoh “rekaan” sebagai kambing hitam untuk menutupi rencana mereka.

6. Thor: Ragnarok


Jika mengingat seri ketiga film sang dewa petir ini tentu yang audiens ingat adalah adegan-adegan humor yang mengocok perut. Namun dibalik kocaknya film ini, sesungguhnya tersimpan sebuah plot yang kelam yang juga sangat relevan dengan kondisi nyata dunia ini, yakni sejarah gelap suatu bangsa. Raja Odin yang dikenal Thor sebagai raja yang bijaksana sebenarnya adalah raja yang kejam dan bersama putrinya, Hela, ia menjajah dan membungihanguskan bangsa-bangsa yang tinggal di planet lain. 

Ini sebuah alegori bagi sejarah hitam negara-negara yang kini dikenal sebagai superpower. Amerika Serikat melakukan genosida terhadap kaum Indian untuk merebut tanah mereka. Begitu pula negara-negara maju di Eropa punya sejarah kelam dengan kolonialisme mereka yang menimbulkan penderitaan tak terperikan bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Bahkan bangsa kita pun memiliki sejarah kelam yang sampai sekarang tak mau kita akui.

7. Captain Marvel


Banyak pihak yang tak nyaman dengan image “SJW” yang melekat dalam diri Brie Larson, pemeran Captain Marvel di film ini. Namun superhero wanita besutan Marvel ini tak hanya mengusung kesetaraan gender dan agenda feminis saja, namun juga isu xenophobia. Bangsa Skrull di film ini awalnya diperkenalkan sebagai antagonis, sebuah bangsa yang menyebarkan ketakutan dan aksi terorisme berkat kemampuan mereka berubah wujud. Namun nyatanya, setelah diulik lebih lanjut, mereka sesungguhnya adalah korban. Mereka hanyalah pengungsi yang mencoba bertahan hidup setelah planet mereka dihancurkan oleh bangsa Kree.

Plot ini tak jauh dengan masalah faktual yang kita hadapi, terutama tentang para pengungsi. Xenophobia adalah ketakutan tak lazim akan orang-orang luar, termasuk warga keturunan asing dan juga pengungsi. Banyak yang beranggapan bahwa kaum pengungsi, terutama yang berasal dari Afrika Utara dan Timur Tengah adalah orang-orang yang radikal dan juga teroris. Stereotip sama juga dihadapi kaum pengungsi dari Amerika Latin yang datang ke Amerika Serikat. Padahal jika kita mau berempati dengan mereka, mereka sebenarnya adalah korban dari perang yang “diciptakan” atau paling tidak diabaikan oleh Dunia Barat.

Kita mungkin ada yang merasa bahwa isu ini cukup jauh dengan kita, terutama karena masalah ini seringnya dihadapi oleh negara-negara Eropa yang menjadi tujuan para pengungsi ini. Namun dari komen-komen di beberapa artikel di Line tentang para pengungsi yang kini berada di Bogor dan Kalideres, bahkan bangsa kita pun berpendapat sama tentang mereka, bahkan ikut menuntut mereka untuk "pulang ke negara asalnya".

8. Black Panther


Isu rasisme sudah jelas didengung-dengungkan di film superhero kulit hitam pertama ini. Namun selain isu tersebut, ternyata ada hal lain yang menjadi fokus film ini. Wakanda di film ini diceritakan sebagai sebuah negara dengan teknologi dan kebudayaan yang maju berkat pertambangan vibranium yang mereka miliki. Namun mereka memilih menutup diri dari dunia luar agar melindungi identitas dan teknologi yang mereka miliki. Tak hanya itu, mereka memilih menutup mata akan kondisi menggenaskan saudara mereka kaum kulit hitam yang terus mendapat persekusi dan diskriminasi di luar sana.

Plot ini seakan menjadi sindiran telak bagi negara-negara maju yang seakan-akan berdiam diri melihat penderitaan yang terjadi di dunia ini. Lebih spesifik lagi, film ini juga mengkritik negara-negara yang ogah menerima pengungsi, saudara sesama manusia mereka, yang sedang kesusahan, dengan dalih melindungi identitas dan warga mereka. Walau gue akui, keputusan untuk menerima pengungsi memang isu dan pilihan berat untuk diambil, serta tidak bisa dilihat dari satu sisi saja.

9. Captain America: Winter Soldier


No offence, film pertama Captan America menurut gue biasa-biasa saja, bahkan forgettable. Tapi sekuel-sekuelnya justru menurut gue menjadi film-film terbaik MCU. Berbeda dengan film superhero lain, kesan yang gue dapat dari menonton Winter Soldier adalah film-film spy semacam James Bond dan Jason Bourne, bahkan Mission Impossible. Tak heran, film aksi ini juga menyinggung pemerintah Amerika Serikat lewat isu politik yang disiratkan dalam salah satu adegannya.

Ketika berduaan dengan Black Widow (RIP Nathasha), Steve Rogers berhadapan dengan villain bernama Armin Zola yang jiwanya telah dipindahkan ke sebuah komputer. Di sana, Zola mengungkapkan rencana jahatnya untuk merebut “kebebasan” warga Amerika dengan merancang isu terorisme dengan Hydra sebagai dalangnya. Tujuannya satu, agar warga Amrik menjadi ketakutan dan rela menyerahkan kebebasan mereka, dengan cara membiarkan pemerintah memata-matai mereka lewat kamera dan juga internet. Isu ini benar-benar dihadapi oleh warga Amrik setelah Tragedi 11 September. Ketakutan akan terulangnya insiden tersebut memecah opini publik menjadi dua. Yang pertama rela menyerahkan privasi mereka kepada pemerintah untuk mencegah teroris beraksi di tengah mereka. Yang kedua tetap ogah merelakan privasi mereka, sebab ada kemungkinan pemerintah berubah menjadi “lalim” dan menyalahgunakan kekuasaan mereka tersebut.

10. Captain America: Civil War


Film ini gue anggap sebagai film terbaik MCU (titik!) karena tema sosial berat yang diangkatnya. Pertama adalah kritikan mereka kepada pemerintah mereka sendiri. Di sini dikisahkan para Avengers dalam mengejar musuhnya, menggunakan kekuatan mereka hingga melukai warga sipil. Plot ini bak tamparan bagi militer Amerika Serikat dimana invasi-invasi militer mereka, terutama di Timur Tengah, menyebabkan jatuhnya korban sipil tak berdosa yang tak sedikit.

Kedua, Avengers pasca kejadian itu terbelah menjadi dua kubu: team Iron Man dan team Captain America karena perbedaan ideologi yang mereka anut. Ironisnya, pendapat yang berseberangan itu membuat mereka bertempur melawan satu sama lain. Barulah pada film-film berikutnya, yakni “Infinity War” dan “Endgame” mereka bergabung kembali dan mengesampingkan perbedaan paham mereka, bahkan saling memaafkan kesalahan masa lalu mereka satu sama lain.

Kenapa tema ini gue anggap relevan? Karena peristiwa sama tengah terjadi di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat ada pendukung Donald Trump vs pendukung Hillary Clinton. Suporter Trump beraliran konservatif (Republikan), sedangkan simpatisan Hillary lebih menganut paham moderat (Demokrat). Di Indonesia sendiri, tentu kita tak asing dengan julukan “cebong” bagi pendukung Jokowi dan “kampret” bagi pendukung Prabowo. Tragisnya, perbedaan pendapat itu merembet hingga kemana-mana bahkan menimbulkan perpecahan.

Bukankah kita harus berkaca pada Team Iron Man dan Captain America, bahwa di atas semua perbedaan mereka, mereka tetap adalah Avengers? Tak selayaknya kita membiarkan perbedaan pendapat kita menjadi batu sandungan, melainkan kita harus mengesampingkan semua perbedaan itu dan bekerja sama demi satu tujuan, yakni keberhasilan dan kemajuan kita bersama sebagai satu bangsa.




Memang bukan 10 film di atas saja yang juga memuat isu sosial serius di dalam plot PG-13 mereka. “The Bug's Life” menyoroti tentang bullying, “Happy Feet” fokus pada dampak kerusakan lingkungan pada ekosistem, “Wall-E” mengisahkan akibat dari konsumerisme, ”Ralph Breaks The Internet” menyuguhkan secuil gambaran tentang dampak negatif dari internet, dan “Finding Dory” menilik tentang disabilitas dan penyakit mental.

Apapun temanya, gue setuju bahkan mendukung jika lebih banyak film anak-anak (eh maaf, semua umur) menyisipkan tema-tema politik seperti itu (asal tidak berat sebelah dan bukan berupa propaganda) agar anak-anak semenjak dini bisa memahami persoalan di sekitar mereka dan menanggapinya dengan bijak.









3 comments:

  1. Yang baru gue tonton cuma film ke 1,2 sm 3. Mungkin bakal nonton yg laennya juga, thanks rekomendasinya. Keep ur good work 👏

    ReplyDelete
  2. mantap bang, dan gw baru sadar sama hal-hal ini duh, mungkin karena gw cuma nonton doang kali yak tanpa merhatiin lebih dalem, hehe... setelah sekian lama gak nengokin blog ini akhrinya update juga

    ReplyDelete