Friday, July 3, 2020

10 MISTERI TERBESAR DALAM BIOLOGI: CHAPTER 2- MIMPI, HOMOSEKSUALITAS, HINGGA KEABADIAN


Yup, meong inipun menyimpan rahasia alam

Kembali ke 10 misteri terbesar di Biologi (nggak bosen kan belajar Biologi bentar?). Di episode sebelumnya kita sudah membahas konsep LUCA hingga Adam dan Eva menurut konsep Biologi, sampai alien pun nyasar di pembahasan kita. Nah, apalagi yang akan kita bahas? Well, it will getting more and more controversial!


7. APAKAH BINATANG BISA MEMPREDIKSI GEMPA?

Video di bawah ini, yang diambil menjelang gempa di Jepang, mengungkit pertanyaan lama, apakah benar hewan memiliki insting untuk meramalkan terjadinya gempa?



Semenjak tahun 373 SM, sejarawan Yunani kuno telah lama mencurigai bahwa hewan bisa memprediksi gempa bumi. Kala itu, para penduduk melaporkan bahwa hewan-hewan liar seperti tikus, ular, hingga tupai beramai-ramai meninggalkan kota Helice, tepat beberapa hari sebelum kota tersebut diguncang gempa. Masyarakat Jepang kuno juga mempercayai bahwa ketika akan terjadi gempa, maka ikan lele akan panik tak karuan. Hal ini makin dibuktikan pada tahun 1855 dan 1923 di Edo (sekarang Tokyo) dimana sebelum gempa, ikan-ikan lele terlihat berperilaku aneh dengan berenang ke permukaan kolam dan sungai.

Pada tahun 1975, pemerintah Tiongkok mengevakuasi kota Haicheng karena menyaksikan ular-ular (yang kala itu berhibernasi di tengah musim dingin di dalam tanah) berbondong-bondong keluar dari tempat persembunyiannya untuk kabur. Tak lama, wilayah tersebut diguncang gempa dengan magnitudo 7,3 Skala Ritcher. Setahun kemudian, pada 1976 gempa lain mengguncang kota Tangshan dan menewaskan nyaris 700 ribu orang. Pada saat itu sebenarnya sudah ada laporan aktivitas binatang yang aneh, namun sayangnya karena situasi politik yang memanas kala itu, peringatan itu diabaikan. Pada 2008, sebuah gempa lain di Mianyang juga diprediksi berkat migrasi kodok secara besar-besaran sebelum bencana itu terjadi.

Apa benar bahwa kochenk ini tak hanya ucul namun juga bisa memprediksi bencana?

Tak hanya itu. Peristiwa sama tercatat di Washington, Amerika Serikat pada 2011 dimana hewan-hewan di kebun binatang dilaporkan resah dan panik, terutama primata yang tiba-tiba memanjat pohon pada detik-detik sebelum gempa mengguncang dan lemur yang terus berteriak-teriak. Sebelumnya, pada tahun 1989, seorang ahli geologi bernama Jim Berkland berhasil memprediksi gempa di California setelah ia memperhatikan berita di koran bahwa banyak pemilik hewan peliharaan melaporkan kucing dan anjingnya banyak yang hilang, mungkin karena kabur untuk menghindari bencana tersebut.

Namun bukti yang menggunung itu masih saja belum membuat ilmuwan benar-benar percaya bahwa binatang bisa memprediksi gempa. Alasannya, mekanismenya hingga kini belum diketahui. Tak seperti gunung berapi yang mengeluarkan tanda sebelum meletus (semisal naiknya suhu tanah ataupun terdengarnya suara raungan yang keras), gempa bumi sama sekali tak mengeluarkan pertanda karena berlangsung sangat instan. Dan tak hanya itu, para ilmuwan juga takut mengeluarkan “false alarm” jika hanya menggantungkan observasinya pada perilaku hewan. Pasalnya, hewan bisa panik karena banyak hal, semisal melihat predator, sakit, stress, takut, dan sebagainya.

Namun benarkah insting dan indra hewan yang kuat bisa memprediksi adanya bencana? Penelitian lebih lanjut mengenai topik tersebut mungkin bisa menyelamatkan banyak nyawa.


8. MENGAPA KITA BERMIMPI?

Kalo mimpinya kek begini sih nggak, terima kasih!

Lho, gimana mimpi bisa menjadi misteri terbesar dalam Biologi? Well, karena kita sampai sekarang tak tahu bagaimana dan mengapa kita bisa bermimpi. Para ilmuwan sudah mengetahui bahwa mimpi umumnya terjadi pada tahap REM saat kita tidur. Tahap REM (Rapid Eye Movement) seperti namanya ditandai dengan aktivitas bola mata yang bergerak-gerak dengan cepat, walaupun mata kita tengah terpejam. Dalam tahap REM ini kita berada dalam kondisi “deep sleep” atau tidur dalam tingkatan paling nyenyak.

Terbangun tiba-tiba dalam kondisi REM ini dapat menyebabkan apa yang kita sebut dengan “sleep paralysis” atau “tindihan”. Otak kita bangun, namun tubuh kita belum, menyebabkan seluruh tubuh kita tak mampu digerakkan. Belum lagi kita sebenarnya masih dalam tahap “mimpi” sehingga bisa saja kita melihat halusinasi, seperti merasakan kehadiran orang lain di kamar kita. Tak hanya itu, karena pada tahap REM tubuh kita benar-benar beristirahat dan napaspun menjadi pelan, begitu kita terbangun mendadak, pernapasan kita belum kembali ke ritmenya semula sehingga kita merasa sesak napas hingga mengira ada yang tengah menekan dada kita.

Sayangnya, walaupun fenomena “mistis” seperti tindihan bisa dijelaskan oleh sains, kita sendiri belum tahu apa fungsi “mimpi” itu. Hewan-hewan lain, semisal kucing, juga bisa bermimpi. Tapi kenapa? Tak heran, karena kemisteriusannya, orang zaman dulu menganggap mimpi adalah “pertanda” dari alam gaib. Banyak pula faktor-faktor misteri dari sebuah mimpi, semisal beberapa orang melaporkan bahwa dalam mimpi, mereka mengalami “dilatasi waktu”, artinya mereka menghabiskan waktu yang lebih lama di dalam mimpi ketimbang lama tidur mereka yang sesungguhnya. Tak hanya itu, proses dimana seseorang mengaku tubuhnya seperti terlepas dari raganya dan berjalan-jalan pada saat ia tidur (proyeksi astral) juga masih bisa dijelaskan oleh sains. Ada sebuah video tentang seorang dokter yang ternyata bisa membuktikan bahwa pasiennya (ketika berada dalam operasi dan dibius) memiliki pengalaman lepas dari tubuh, bahkan bisa mengatakan detail-detail ruang operasi yang ia lihat selama dirinya menyaksikan para dokter mengoperasi tubuhnya.

Apakah semua itu bersifat paranormal ataukah ada penjelasan logisnya?

SUMBER: WIKIPEDIA 


9. BAGAIMANA ASAL-USUL HOMOSEXUAL?



Bulan Juni (katanya) diperingati sebagai Pride Month atau bulan yang khusus didedikasikan bagi kaum LGBT. Maka dari itu gue juga tertarik mencari tahu, apa sih penyebab homoseksualitas atau ketertarikan sesama jenis itu? Bisakah dijelaskan menggunakan Biologi?

Kaum agamis biasanya beranggapan bahwa homoseksualitas itu adalah pilihan. Namun hal ini disangkal, baik oleh psikolog maupun ahli biologi. Mereka percaya orientasi seks tersebut dibentuk karena interaksi rumit antara “nature” (tubuh) dan “nurture” (lingkungan) yang terjadi pada seseorang.

Pendapat awal yang berkembang adalah homoseksualitas disebabkan oleh gen. Konon, gen Xq28 yang terletak di kromosom X bertanggung jawab atas orientasi seks sesama jenis tersebut. Namun hal itu dengan mudah sebenarnya bisa disangkal. Pasalnya, gen haruslah diturunkan dari generasi ke generasi. Pasangan homoseksual, baik gay ataupun lesbian, seperti kita tahu, biasanya tidak menikah (ataupun jika diperbolehkan menikah, pastilah dengan sesama jenis). Lalu bagaimana gen itu bisa diturunkan kalo mereka tak bisa punya anak?

Fakta lain yang menyangkal keberadaan gen penyebab gay adalah pasangan kembar. Ada laporan yang menyebutkan bahwa pada saudara kembar, salah satunya bisa saja gay, sedangkan saudaranya normal. Padahal kita tahu bahwa anak kembar memiliki genetik yang sama persis. Lalu apa penyebabnya?

Coba kita telusuri lagi menggunakan contoh di atas. Dua anak kembar memiliki fisik sama persis karena gen mereka juga sama plek. Kita bahkan akan sukar membedakan keduanya. Namun ada satu ciri yang akan membedakan saudara kembar dengan kemiripan wajah 100% sekalipun. Jika kalian suka cerita kriminal, maka kalian pasti akan tahu apa itu.

Yap, sidik jari.



Bagaimana sidik jari bisa berbeda? Karena sidik jari tidak diturunkan melalui gen, namun disebabkan oleh peristiwa yang disebut “epigenetik”. Epigenetik adalah cabang genetika yang meneliti sifat-sifat yang diturunkan tanpa mengubah kode genetiknya. Simpelnya gini, kita ambil contoh sidik jari. Bagaimana kita bisa punya sidik jari? Sidik jari tidak terkode dalam genetik kita, melainkan karena tekanan air ketuban dalam rahim kita yang menekan jari kita saat bayi. Bayangin aja elu berendem di air selama sejam, pasti kulit di jari lu keriput? Nah, hampir sama lah prosesnya dengan janin dalam rahim yang selama 9 bulan “kelelep” dalam ketuban.

Namun sayang, menjelaskan homoseksualitas melalui sudut pandang epigenetik nggak akan sesederhana itu. Homoseksualitas, menurut para ahli Biologi, disebabkan oleh proses yang disebut “metilasi DNA”.

Metilasi DNA adalah proses biologis dimana gugus metil ditambahkan pada molekul DNA. Udah pusing? Nah gampangannya begini. Gen kita terkode dalam DNA. DNA adalah rangkaian basa nukelotida yang mengatur sifat-sifat lu, mulai dari warna mata, warna kulit, tinggi badan, IQ (mungkin), apa lu gampang kena diabetes nggak, dan lain-lain. DNA juga mengatur seksualitas melalui hormon. Semisal ketika remaja, tubuh lu akan mengeluarkan hormon seks (testosteron pada cowok dan estrogen pada cewek) yang menyebabkan pubertas. Itu juga diatur oleh DNA.

Bak memiliki tombol saklar, gen kita juga diatur agar bisa bekerja dengan normal

Nah, tingkah DNA sendiri juga harus diatur. DNA bisa diekspresikan ataupun tidak diekspresikan, mirip dengan tombol lampu on/off. Semisal jika DNA yang mengkodekan hormon seks tadi diekspresikan sebelum kita remaja, bisa ribet nantinya. Makanya ketika masih kanak-kanak, DNA tersebut di-off-kan. Barulah setelah kita menginjak remaja, DNA itu di-on-kan. Bagaimana caranya? Melalui metilasi DNA tadi.

DNA berbentuk seperti benang untaian yang amat panjang. Seberapa panjang? Well, jika kita luruskan untaiannya (DNA bentuknya double helix btw) maka panjangnya bisa mencapai 1,8 meter. Buset! Lebih ruwet lagi, untaian DNA sepanjang itu harus disimpan dalam sel yang ukuran keciiiiiiiiil banget. Lalu bagaimana cara menyimpannya?

Dilogika aja, jika kalian memiliki benang yang amat panjang, bagaimana kalian akan menyimpannya? Digulung kan? Nah, sama dengan DNA ini. Untaian DNA yang panjangnya hampir 2 meter digulung pada sebuah protein yang bernama histon. Menggulungnya pun nggak sembarangan. Agar bisa menempel pada histon, DNA tersebut diikat oleh gugus metil yang gue sebutkan tadi. Prosesnya disebut metilasi DNA.

Gambaran proses epigenetik yang mempengaruhi fenotip (sifat) dari manusia


Metilasi ini nggak hanya berfungsi agar DNA-nya nggak keluyuran kemana-mana kayak benang kusut, namun juga bisa berfungsi ganda sebagai switch on-off tadi. Bagaimana caranya (dari tadi gue nanya ini terus yak)? Ketika gugus metil mengikat sebuah segmen DNA dengan erat, maka gen dalam segmen DNA itu di-off-kan (anggap aja karena diiket kencang, dia nggak bisa ngapa-ngapain). Ketika DNA itu terikat dengan longgar, maka itu artinya gen dalam segmen DNA itu di-on-kan, dengan kata lain bisa diekspresikan.

Nah, di sinilah kaitannya dengan homoseksualitas. Ada beberapa gen yang berfungsi untuk mengatur preferensi seksual. Artinya ketika gen itu diekspresikan, maka yang terjadi adalah preferensi seks yang normal (disebut “heteroseksual), artinya cowok ya suka ama cewek, cewek ya suka ama cowok. Namun ketika gen itu malah terikat dengan erat, maka gen tersebut tidak bisa diekspresikan. Akibatnya preferensi seksualnya malah berubah.

Apa ada buktinya Bang? Setelah ilmuwan mengetahui efek epigenetik tersebut, mereka mencoba memprediksinya dengan meneliti pola metilasi pada DNA. Hasilnya, mereka bisa memprediksi dengan keakuratan 70% apakah seseorang gay atau tidak.

Penemuan ini mengubah pemahaman tentang homoseksualitas. Jika homoseksualitas bukanlah pilihan dan tak dipengaruhi oleh kondisi sosial, tentu saja itu berarti homoseksualitas adalah sesuatu yang tak bisa dihindari oleh penderitanya. Sebagai contoh, penyebab gay menurut Teori Epigenetik ini hampir sama dengan penyebab diabetes dan kanker.

Diabetes semisal, penyebabnya merupakan genetik. Artinya jika ada kerabat lu yang kena diabetes, berarti potensi lu kena diabetes juga ada. Namun itu bukan berarti ada gen diabetes. Semua gen itu baik. Jikapun kita kena penyakit menurun, biasanya itu karena kerusakan gen ataupun gen tidak berfungsi dengan baik. Seperti gue katakan tadi, tidak ada gen penyebab diabetes, yang ada adalah gen pencegah diabetes. Semisal contohnya gen yang mengatur pengeluaran insulin.

Ketika menilik Teori Epigenetik tadi, gen yang menghambat diabetes terikat dengan ketat oleh metilasi DNA sehingga tak bisa dikespresikan. Sehingga akibatnya, ketika kadar gula tubuh tinggi, insulin tak bisa dikeluarkan. Akibatnya orang tersebut akan kena diabetes. Mirip halnya dengan kanker. Tak ada gen penyebab kanker, yang ada adalah gen pencegah kanker. Ketika gen pencegah kanker tersebut terikat terlalu erat, maka akibatnya gen itu justru diswitch off ketika dibutuhkan (seperti Avatar). Akibatnya, ketika negara api menyerang kita makan makanan yang banyak mengandung bahan karsinogen (penyebab kanker) kitapun akan lebih beresiko terkena kanker.

Apakah dengan mengetahui bahwa kaum LGBT nggak bisa mengontrol orientasi seksual mereka akan membuat kehidupan mereka lebih baik? Hmmm ... bisa iya, bisa tidak. Bangsa Barat yang lebih mengutamakan sains ketimbang agama tentu saja akan menoleransi keberadaan kaum LGBT karena memang itu adalah sesuatu yang tak bisa dikontrol. Marah-marah ke mereka ya percuma, itu takkan bisa mengubah orientasi seksual mereka. Kalo mau marah-marah ya ama gugus metil DNA-nya aja.

Ini sedikit banyak ada benarnya juga sih. Menghina dan mendiskriminasikan kaum LGBT itu sama saja dengan menghampiri orang yang kena diabetes lalu memaki-maki dia, “Kok lu bisa kena diabetes sih, dasar goblok!!!” atau ketika lu bertemu dengan penderita kanker yang sedang duduk di kursi roda tiba-tiba malah lu jungkalin sambil lu maki-maki, “Makanya jangan kena kanker dasar bego!!!”.

Namun apa ada sisi negatifnya? Well, kalo LGBT makin marak katanya kiamat sudah dekat. No comment sih buat itu. Dan dari sisi non-religiusnya, penemuan di bidang epigenetik ini justru malah bisa “menghabisi” kaum LGBT. Lho kok bisa?

Penemuan terbaru di bidang sains ini bisa saja membawa dilema baru, seperti relakah orang tua memiliki anak gay?

Peneliti berpendapat bahwa peristiwa metilasi DNA yang menyebabkan perubahan orientasi seksual itu terjadi sejak di dalam kandungan. Entah apa ibu mengeluarkan hormon-hormon tertentu yang menyebabkan metilasi di DNA janinnya, mekanismenya belum dipahami sepenuhnya. Namun ada sebuah cerita lama yang beredar tentang seorang ibu yang pengeeeeeeen banget punya anak perempuan. Karena zaman itu belum ada teknologi USG, ia nggak bisa memastikan jenis kelamin anaknya, namun terus berharap dan meyakini anaknya perempuan. Begitu lahir, anaknya ternyata laki-laki. Namun begitu tumbuh, ternyata anak laki-lakinya ini menjadi feminim dan berperilaku seperti perempuan.

Nggak tahu apa ini ada kaitannya apa nggak, namun ini hanya sekedar cerita bahwa kondisi ibu (mungkin melalui hormon-hormon yang dikeluarkannya) bisa mempengaruhi kondisi janinnya. Lalu apa signifikansinya bagi kaum LGBT? Nah, jika benar proses “terbentuknya” homoseksualitas terjadi di janin dan para peneliti bisa memprediksinya melalui posisi metilasi dalam DNA-nya, maka bisa dong dokter menebak apakah bayi yang akan dilahirkan itu akan menjadi gay atau tidak?

Dan jika kehidupan bayi itu tergantung pada orang tuanya, apakah orang tuanya boleh memutuskan untuk mengaborsi bayi mereka apabila ketahuan mengidap homoseksualitas?



10. BISAKAH KITA HIDUP ABADI?

Pertanyaan terakhir dalam Biologi (dan mungkin yang terpenting), bisakah kita hidup abadi.

Kenapa kita harus mati? Tak hanya manusia, semua hewan dan tumbuhan pada akhirnya pun akan mati. Uniknya, secara biologis kita masih belum memahami mengapa kita harus menua dan akhirnya mati. Mungkin DNA kita tak sempurna hingga lama-kelamaan akhirnya rusak dan tak mampu bekerja lagi, sehingga lama-kelamaan kondisi tubuh kita akan melemah dan akhirnya wassalam.

Namun anehnya, tak semua makhluk bisa menua dan mati. Bahkan ada makhluk hidup yang secara teoritis, bisa hidup abadi. Lho kok bisa? Dan siapakah dia?

Oke, kita bahas dulu tentang manusia. Apakah ada manusia yang bisa hidup abadi? Well, sebenarnya ada. Tapi gue nggak bahas ganteng-ganteng vampir lho. Sosok manusia itu bernama Henrietta Lacks, atau paling tidak, bagian dari dirinya. Jadi ceritanya begini. Henrietta Lacks adalah wanita kulit hitam yang menderita kanker dan akhirnya meninggal pada tahun 1951. Setelah meninggal, para dokter mengambil sel-sel kankernya dan kemudian mengkulturnya (dengan kata lain, memeliharanya) dan sel-sel kanker itu hingga kini MASIH HIDUP! Bahkan, sel-sel parasit itu bahkan lebih berguna lho ketimbang kehidupan elu hehehe. Sel-sel kanker tersebut (dinamakan He-La, nggak ada hubungannya ama Thor tapi) dimanfaatkan untuk penemuan vaksin polio. Karena tetap hidup setelah 70 tahun kematian pemiliknya, bahkan mungkin akan terus hidup asalkan terus dipelihara, sel-sel kanker ini bisa dianggap bisa hidup selamanya.

Lalu kalo bukan vampir, apa sih makhluk yang gue sebutkan tadi bisa hidup selamanya. Sepanjang sejarah, hewan yang memecahkan rekor memiliki umur terlama adalah sejenis kerang dengan nama species Arctica islandica yang bisa hidup selama 500 tahun. Wow! Tapi jangan keburu berdecak kagum dulu. Ada yang hidupnya lebih lama, bahkan bisa hidup selamanya. Hewan apakah itu?



Hewan tersebut adalah sejenis ubur-ubur bernama spesies Turritopsis nutricula. Mengapa mereka dikatakan abadi? Well, pertama-tama gue informasikan dulu, ubur-ubur memiliki dua tahap dalam kehidupan. Tahap pertama adalah tahap muda, dimana ubur-ubur akan menempel di dasar lautan dan berbentuk polip. Tahap kedua adalah tahap dewasa (tahap yang biasa kita lihat di laut) dimana ia bisa berenang bebas untuk mencari pasangan. Tahap ini disebut tahap medusa.

Siklus hidup ubur-ubur

Nah, keistimewaan ubur-ubur ini adalah, begitu mencapai usia tua (dalam bentuk medusa), ia dapat kembali lagi ke usia muda (dengan berubah ke tahap polip) lalu mengulangi siklus hidupnya kembali. Dengan kata lain, jika mau, ubur-ubur ini bisa saja hidup selamanya.

Namun ini bukan berarti ubur-ubur jenis ini nggak bisa mati lho. Ubur-ubur ini bukannya terus punya kemampuan super. Jika saja ia terkena penyakit atau dimangsa makhluk lain, ya bisa saja dia mati.

Wah kalo kita sudah menemukan makhluk yang bisa hidup abadi, kenapa nggak diteliti aja ya? Siapa tahu kita bisa bikin serum “ekstrak keabadian” dari si ubur-ubur tadi (kayak jelly-nya Mister Krabs di Spongebob) atau gen-nya dipindahkan ke manusia biar bisa hidup selamanya. Entar kita bisa dong kayak vampir-vampir ganteng yang ada di TV hehehe.

Boro-boro jadi vampir ganteng. Yang ada kita malah jadi begini nih!



\
SUMBER: WIKIPEDIA 



12 comments:

  1. everything has an end, right?

    ReplyDelete
  2. Selain ikan lele, orang Jepang juga percaya kalau ikan oar (oarfish) dapat memprediksi gempa bahkan "membaca" keadaan di atmosfer. Tapi ada kaitannya dengan agama sih karena mereka menyebut oarfish dengan julukan "Ryūgū-no-tsukai", artinya "Messenger of the Dragon Palace", dan mereka menyampaikan akan datangnya gempa kepada manusia karena diberitahu oleh dewa naga (yang dianggap sebagai dewa air dan mengguncang bumi lewat kerak samudra) di kediamannya di istana naga bawah laut. Tidak ilmiah sama sekali, tetapi sangat menarik.

    Dan satu lagi, makhluk sudah ditakdirkan untuk mati. Kalaupun diberi umur seribu tahun untuk menyaksikan dunia hancur, pada akhirnya akan tercabut juga keabadianmu. Bukan berarti saya menolak usaha perpanjangan umur manusia sih. Sama saja dengan menolak sains dan ilmu pengetahuan.

    ReplyDelete
  3. Entah hidup abadi ataupun mati, dua-duanya sama-sama mengerikan.

    ReplyDelete
  4. Gw pribadi masih percaya gay tidak dipengaruhi genetik.
    Sebab, gw pernah saksiin sendiri, gimana seorang tetangga, sebut saja Budi. Menjadi gay karena sakit hati diputusin pacar. Padahal dulu dia, ehem "you know lah" bernafsu sekali dengan betina.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yg ngomong kan ilmuwan. Mungkin mereka kurang pintar kali, mikroskop nya ga dicuci dulu kali waktu meneliti gen nya. Lebih pintar kesaksian kmu

      Delete
    2. itu mah biseksual, beda ama homoseksual, mungkin kasusnya beda wkwkwk

      Delete
  5. Manusia abadi? w pernah lihat di Youtube Veritasium yg njelasin masa penuaan pada makhluk hidup. Dan ilmuwan mengetahui bahwa penuaan sendiri karena sel makhluk hidup lupa dgn tugasnya akibat kerusakan DNA (contoh: sel kulit telinga yg tidak tumbuh rambut, tumbuh rambut ketika menua). Dan ilmuwan sudah melakukan percobaan pada DNA yg sudah rabun/buta karena penuaan sehingga mampu melihat kembali. Jadi menurut w, keabadian manusia bisa dicapai kalo mampu merubah DNA pada seluruh tubuh manusia sehingga sel tubuh menjadi sel yg muda kembali

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah kalo mkalo memperbaiki dna jadi inget alat canggih yg ada di film elysium

      Delete
  6. Menurut w kayaknya kalau manusia hidup abadi malah bakalan jadi bencana buat bumi secara keseluruhan ya, misalnya overpopulation. Kalau ada kelahiran harus ada kematian.

    Kalau salah satunya diberhentiin apalagi kalau manusia muncul terus tapi gak ada yang ilang malah bakalan ngilangin keseimbangan. Ngerusak rantai makanan dll. Karena itu mungkin ilmuwan punya clue buat nyiptain manusia abadi. Tapi mereka gak mau nyebarin informasi ini ke publik. Takutnya ada yang bisa mengetahui caranya dan manusia abadi ada dimana2

    Malah mungkin emang udah ada cara untuk regenerasi tanpa batas tapi hanya boleh dilakukan orang2 Vip yang berduit banyak?

    ReplyDelete
  7. Yang gue bingung bang, jika benar tuhan membenci kaum gay, mengapa g spot nya laki laki kok ditaruh sama dia didalam bokong 😔

    ReplyDelete