Thursday, July 2, 2020

BIG BANG TRILOGY: CHAPTER 2 – KISAH KEMANUNGGALAN DAN PENCIPTAAN


Big Bang bak sebuah fajar bagi alam semesta. Namun seperti apakah "fajar" perdana di seluruh jagad raya tersebut?


Nah, jika kalian membayangkan proses Penciptaan, apakah yang kalian bayangkan? Dalam Kitab Suci disebutkan Tuhan menciptakan dunia dalam 7 hari. Apakah 7 hari itu berarti ribuan bahkan jutaan (atau bahkan miliaran) tahun? Ataukah beberapa detik? Karena kita tahu jelas (bahkan tanpa bukti sekalipun) bahwa waktu yang dirasakan Tuhan takkan sama dengan yang dialami makhluk fana seperti kita.

Melalui Fisika, kita bisa tahu bahwa jawabannya bisa keduanya.


THE ORIGIN OF EVERYTHING


Perlu diingat bahwa semua yang akan gue ceritakan ini baru sebatas spekulasi dan perhitungan ilmiah. Manusia belum bisa (dan mungkin takkan bisa) mengamati Big Bang yang sesungguhnya. Jadi marilah kita menilik pertanyaan pertama, apa itu “Big Bang”?

Kita kembali ke pemikiran Georges Lemaître ketika pertama kali mencetuskan Teori Big Bang. Kala itu Edwin Hubble sudah membuktikan bahwa alam semesta kita terus mengembang dari masa ke masa. Jika proses itu dibalik, apa yang akan terjadi? Bisakah kalian membayangkannya?

Yup benar, alam semesta akan menyusut. Jadi misalkan saja kita bisa memutar kembali waktu sehingga alam semesta yang mahaluas ini menyusut dan menyusut hingga ukurannya bisa kita pahami. Semisal, alam semesta ini menyusut hingga sebesar galaksi kita Bima Sakti. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran Tata Surya kita (anggap saja diameternya adalah jarak Pluto ke Matahari). Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran Matahari. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran Bumi. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran bola basket. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran kelereng. Kemudian ia menyusut lagi hingga seukuran sebutir pasir.

Bayangkan ukuran alam semesta yang maha-luas ini dulunya hanya sebesar butiran pasir di jam pasir ini


Hingga terakhir, bayangkan alam semesta seukuran sebutir partikel sub-atomik yang menyerupai sebuah “titik”. Itulah ukuran alam semesta pada awal Penciptaan.

Georges Lemaître menyebut titik tersebut sebagai “Cosmic Egg” dimana dari “telur” tersebut-lah menetas seluruh jagad raya. Namun karena pemikiran Georges yang masih dibekali mistisisme, para ilmuwan mencoba memberi pendekatan lebih saintifik pada “telur kosmos” ini dan memberinya nama lain.

Alam semesta yang sebesar butiran partikel itu (dibayangkan oleh para ilmuwan sebagai bola mahakecil yang memiliki ukuran hampir 0, namun tidak sampai mencapai 0 mutlak) disebut sebagai SINGULARITY. Di seri artikel ini, gue akan menyebutnya dengan istilah bikinan gue sendiri: “Kemanunggalan”.

Bagaimana Kemanunggalan itu bisa ada di situ, sejak kapan dia ada di situ, dan siapa yang menciptakannya, kita tak tahu. Yang bisa kita prediksi adalah apa yang terjadi setelah Kemanunggalan itu mengalami Big Bang.

Sebelum Big Bang, Kemanunggalan itu berukuran amat kecil, namun amat berat dan amat panas. Bayangkan saja, Kemanunggalan yang sekecil titik itu memiliki suhu sepanas seluruh bintang yang ada di jagad raya ini digabung. Beratnya juga merupakan berat seluruh benda langit yang ada di alam semesta ini dikombinasikan.

Hingga suatu saat, entah kenapa, Kemanunggalan itu memutuskan untuk “meledak”. Ukurannya tiba-tiba membesar dengan teramat cepat dan alam semesta inipun tercipta. Namun bagaimana prosesnya? Untuk mempermudahnya, ilmuwan membagi Big Bang menjadi berbagai tahap yang disebut “epos”.

Timeline alam semesta ini mulai dari ada hingga masa kini. Namun epos-epos yang akan gue ceritakan ini takkan terlihat karena terjadi dalam hitungnya seper-semilyar detik, terlalu sejenak bila dibandingkan waktu milyaran tahun yang dirangkum timeline di atas


Epos Planck

Epos pertama adalah “Epos Planck” yang terjadi pada detik ke-0 Penciptaan hingga detik ke 10-43 (yap, itu artinya 0,00000000000000000000000000000000000000000043 detik). Pada fase ini, keempat force fundamental tadi (gravitasi, elektromagnet, weak force, dan strong force) semuanya masih bergabung menjadi satu (gue sebut saja “maha-gaya”). Hukum Fisika yang kita kenal saat ini (mulai dari hukum gravitasi, hukum kekekalan energi/termodinamika, hingga mekanika kuantum) belumlah berlaku.

Pada tahap ini, diduga alam semesta masihlah “embrio” alias baru seukuran 10-35 meter (0,0000000000000000000000000000000043 centimeter) namun dengan suhu maha-panas mencapai 1023 derajat Celcius (atau 100.000.000.000.000.000.000.000 derajat Celcius, padahal suhu permukaan Matahari saja sekitar 6.000 derajat Celcius).

Epos Grand Unification

Pada detik ke 10-43 hingga detik ke 10-37, terjadilah Epos Penyatuan Akbar (Grand Unification) dimana force gravitasi akhirnya terlahir.

Epos Cosmic Inflation

Dimulai dari detik ke 10-37 barulah alam semesta mengembang dengan kecepatan luar biasa, yakni dengan kecepatan cahaya. Tahap ini disebut sebagai “Cosmic Inflation” dan suhunya pun menurun dengan cepat. Diduga Dunia Kuantum lahir pada detik ini sebab terbitlah “Asas Ketidakpastian Heisenberg”, salah satu hukum alam pertama yang lahir ke jagad anyar ini.

Epos Electroweak

Sekitar detik ke 10-36 perubahan lain terjadi dimana pada tahap ini, strong force terlahir. Epos ini dinamakan “Electroweak” sebab hanya tertinggal dua force yang masih menyatu, yakni elektromagnet dan weak force.

Epos Inflationary

Proses inflasi kosmis berhenti sekitar antara detik ke 10-33 hingga 10-32. Pada kala itu, alam semesta sudah mengembang hingga 1078 kali lebih besar. Seberapa besar itu? Well, dalam waktu hanya sekitar 0,0001 detik, alam semesta sudah mengembang dari ukuran 1 nanometer (sekitar setengah partikel DNA) menjadi 10,6 tahun cahaya (100 triliun kilometer) atau sekitar 20 ribu kali ukuran Tata Surya kita! Namun pada tahap ini, secara misterius proses inflasi tiba-tiba memelan.

Epos Quark

Massa dan suhu alam semesta terus menurun dan pada detik ke 10-12, gaya elektromagnetik dan weak force akhirnya lahir. Masa ini disebut “Epos Quark”. Sebabnya jelas. Partikel pertama, yakni quark, lepton, dan gluon tercipta pada tahap ini. Di sini pulalah lahir anti-materi yang menyebabkan quark dan anti-quark serta lepton dan para anti-lepton saling memusnahkan. Tentu ini menyebabkan jumlah partikel di alam semesta menjadi nol dong, karena materi yang tercipta akan bertemu dengan anti-materi dengan jumlah yang sama dan akan saling menghancurkan?

Nah, di sinilah keajaiban terjadi.

Entah mengapa, sebuah proses misterius yang disebut “Baryogenesis” terjadi, menyebabkan jumlah quark dan lepton menjadi jauh lebih banyak ketimbang anti-quark dan anti-lepton. Jika “mukjizat” ini tidak terjadi, bisa dibayangkan alam semesta kita bakalan kosong melompong karena tak ada satupun materi di dalamnya.

Sebuah bintang seperti ini belumlah tercipta hingga jutaan tahun semenjak Big Bang, namun bahan-bahannya, termasuk foton dan partikel sub-atomic lainnya, sudah ada semenjak detik pertama Penciptaan


Epos Hadron

Setelah 10-6 detik, quark dan gluon bergabung untuk membentuk proton dan neutron pertama. Proses ini disebut “Epos Hadron” dan pada tahap ini pula, elektron dan anti-materinya, yakni positron bertemu dan saling memusnahkan. Hasil dari proses yang disebut “Annihilation” ini menghasilkan foton, partikel cahaya pertama. Bisa dibilang, pada seper-sekian detik inilah cahaya tercipta. Partikel misterius bernama neutrino (yang hingga kini belum diketahui fungsinya) juga akhirnya muncul.

Ingat, semua proses menakjubkan itu, dimana seluruh force yang mengatur alam semesta dan semua butiran partikel yang akhirnya mengisi dan membentuk segenap jagad raya, bahkan cahaya pertama, semuanya tercipta dalam jangka waktu kurang dari 0,000001 detik setelah Big Bang terjadi.

Lalu apa yang terjadi 1 detik setelah Big Bang terjadi? Sesuatu yang sangat misterius dan kelam terjadi. Jika sebelum detik pertama Big Bang cahaya terlahir suci, maka pada 1 detik setelah Big Bang, kegelapan-pun tercipta. Pada tahap ini ilmuwan berteori bahwa Lubang Hitam Purba (Primordial Black Hole) mulai terlahir untuk meneror jagad raya.

Epos Lepton dan Epos Photon

Setelah detik pertama berlalu hingga 10 detik berikutnya, berlangsunglah Epos Lepton. Namun di sinilah masa dimana epos-epos yang berlangsung amat cepat akhirnya berakhir. Epos berikutnya, yakni Epos Photon berlangsung amat lama, yakni antara detik ke-10 hingga 370 ribu tahun berikutnya. Tak hanya berlangsung hingga ribuan abad, namun keanehan lain dari fase ini adalah karena dikuasai foton, jagad raya justru menjadi “transparan”. Pada masa ini juga radiasi CMB tercipta dan menjadi bukti valid tak terbantahkan bahwa Big Bang benar-benar terjadi.

Beberapa menit (sekitar 2-20 menit) setelah Penciptaan, barulah elemen-elemen pertama di jagad ini terbentuk, yakni Deuterium (isotop dari Hidrogen) dan Helium. Proses ini disebut “Nucleosynthesis” atau “penciptaan inti”. Selanjutnya, unsur-unsur lain juga mulai mengejawantah, seperti Berylium, Boron, Karbon, Nitrogen, dan Oksigen, walaupun masih amat langka pada waktu itu.

Dark Ages

Antara 370 ribu tahun hingga 1 miliar tahun setelah Penciptaan, alam semesta mengalami apa yang disebut “Dark Ages” atau “Masa Kegelapan”. Ironis memang, sebab pada masa sebelumnya, alam semesta dikuasai oleh foton yang merupakan partikel cahaya. Namun hal ini mudah dilogika. Pada masa itu, hanya ada dua jenis foton, yakni berupa CMB dan foton yang dilepaskan atom Hidrogen dalam bentuk “21 Centimeter Radiation” (udah mirip kayak judul anime aja). Partikel-partikel cahaya yang amat kecil itu amatlah tidak signifikan bila dibandingkan dengan luasnya jagad raya kala itu (ingat, jagad raya terus mengalami pengembangan sejak Big bang dirintis, sehingga ukurannya-pun semakin membesar). Maka tak heran, hanya ada kehampaan, kesunyian, dan kekelaman pekat yang menelan jagad raya pada era kegelapan itu.

Uniknya, seorang kosmolog bernama Abraham Loeb berhipotesis bahwa pada masa ini, kehidupan di jagad raya mungkin sudah dimulai. Di tahap sebelumnya sudah terbentuk karbon dan kebetulan juga pada tahap ini, air semestinya sudah terbentuk karena suhu alam semesta kala itu cukup kondusif, yakni antara 0-100 derajat Celcius. Walaupun belum ada bintang dan planet, tapi mungkin saja terbentuk “kantung-kantung kehidupan” dimana makhluk hidup mulai muncul. Ingat, ini terjadi antara 10-17 miliar tahun yang lalu dan kehidupan di Bumi baru diperkirakan ada sekitar 3,5 miliar tahun lalu). Sehingga ada kemungkinan, kehidupan perdana itu mungkin menjadi nenek moyang kehidupan di seluruh alam semesta.

Epos Reionisasi

Dark Ages tentu resmi berakhir setelah bintang pertama terlahir di jagad raya ini, diikuti munculnya galaksi. Setelah 1 miliar tahun, alam semesta pun terlihat seperti sekarang ini dan seperti takdirnya, terus mengembang semenjak Big Bang. Namun di sini terletak satu misteri yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan. Kecepatan mengembangnya alam semesta (Hubble Expansion) awalnya berlangsung konstan (tetap). Hingga sesuatu terjadi ketika jagad raya berumur 9,8 miliar tahun (sebagai catatan, jagad kita sekarang berumur 13,8 miliar tahun). Kecepatan Hubble Expansion kala itu tiba-tiba saja bertambah.

Penyebabnya hingga kini tak jelas. Para ilmuwan hanya menduga bahwa pada masa itu, sesuatu terjadi hingga alam semesta ini tiba-tiba didominasi oleh suatu force misterius (force kelima) yang dijuluki sebagai “Dark Energy” atau “energi kegelapan”. Apa yang menyebabkannya atau bahkan pertanyaan paling dasar, apa itu sesungguhnya “Dark Energy” itu, belum ada yang tahu pasti.


KEMANUNGGALAN ADALAH KITA?

Saatnya merenung guys

Gue ingat salah satu kisah science fiction yang pernah gue baca (lupa judulnya) dimana para tokoh utamanya datang ke sebuah lokasi yang disebut “cauldron” dimana penciptaan alam semesta dilakukan. Nah muncul pertanyaan kala gue membaca kisah itu, apa mungkin kita pergi dimana Big Bang pernah terjadi (semisal pusat alam semesta), mungkin untuk berziarah ke tempat suci tersebut? Well, jika kalian ingin berziarah, kalian bisa melakukannya di dalam hati kalian. Sebab jika kalian memperhatikan penjelasan gue dari awal, kalian pasti memahami bahwa kita-lah Big Bang itu.

Big Bang diawali dengan Singularitas (Kemanunggalan). Setelah Kemanunggalan itu mengembang, tentu saja bisa disimpulkan seluruh alam semesta ini-lah Kemanunggalan itu. Jika sebuah balon ditiup hingga besar, ukurannya jelas berbeda dan kita mungkin tak mengenali bentuknya lagi, namun tetap, itu adalah balon yang sama. Semua bintang, planet, bahkan Bulan dan Bumi kita, hingga semua partikel yang ada di dalam tubuh kita, semuanya berasal dari satu Kemanunggalan yang sama dan adalah Kemanunggalan itu sendiri.

Jika benar Kemanunggalan adalah sebuah partikel dan partikel (menurut Teori Kuantum) memiliki kesadaran, maka tak aneh jika seluruh alam semesta ini memiliki Kesadaran Tunggal dan kita, bersama dengan semua makhluk yang ada, hidup maupun tak hidup, segala partikel yang ada di jagad raya, semua berbagi kesadaran sang Kemanunggalan itu, karena kita-lah Kemanunggalan itu.

Tapi sebelum kita beralih terlalu metafisik, gue ingin menceritakan juga salah satu keanehan di jagad raya ini, yakni Lubang Hitam.


DARKNESS; THE BASTARD SON

Walaupun tak begitu jelas (dan kurang seksi ketimbang ilustrasi imajinatif-nya di film "Interstellar". foto Lubang Hitam seperti ini akan membawa kita semakin dekat pada Kebenaran

Lubang Hitam, semenjak pertama kali ditemukan oleh para astronom, merupakan objek yang memukau imajinasi karena jutaan misteri yang disimpannya. Bahkan misteri yang dirahasiakan Lubang Hitam mungkin saja berkaitan dengan keberadaan kita.

Pertama gue ceritakan dulu apa Lubang Hitam itu. Semua Lubang Hitam berasal dari bintang yang meledak (terkecuali Lubang Hitam Primordial yang gue sendiri nggak tahu datang darimana). Semua bintang pastilah memiliki umur. Seterang apapun sebuah bintang, pada akhirnya bahan bakar hidrogen yang berada dalam intinya akan habis. Jika usianya telah tamat, maka bintang tersebut akan meledak menjadi supernova dan yang tertinggal hanyalah gravitasinya.

Jika kalian menilik dengan logika, maka pernyataan gue di atas akan kedengaran aneh. Gravitasi tertinggal? Bukannya gravitasi itu gaya? Jika kita menilik Hukum Newton, aksi timbul karena reaksi. Begitu pula gaya. Semisal kita mendorong dinding, maka kita memberikan gaya dorong kepada dinding itu. Tak masuk akal jika kita berhenti mendorong lalu pergi, namun gaya dorong itu masih ada hingga lama-lama dinding itu akhirnya rubuh. Jika kita pergi, gaya dorongnya harusnya juga hilang. Sama halnya jika bintangnya hancur, harusnya gravitasinya juga ikut lenyap dong?

Nah di sinilah anehnya! Fisika Modern, seperti gue kisahkan di bab sebelumnya, percaya bahwa gaya (ups lupa, ayo kita balik lagi ke istilah yang lebih seksi, yakni “force”) sesungguhnya disebabkan (atau lebih tepatnya “dibawa”) oleh partikel. Force elektromagnet dibawa oleh foton, weak force dibawa boson W dan Z, serta strong force dibawa gluon. Gravitasi, sebagai force terakhir, seharusnya juga dibawa oleh partikel (hipotetis) bernama graviton, yang hingga kini belum bisa dipastikan kebenarannya.

Jika sebuah bintang musnah, maka gravitasi dalam bintang tersebut akan tertinggal dan runtuh (kolaps) karena beratnya sendiri, sehingga membentuk sebuah Lubang Hitam. Nah, disinilah menariknya. Force gravitasi tersebut akan runtuh hingga seukuran sebuah partikel, dengan kata lain, membentuk Singularitas atau Kemanunggalan baru.

Yap, Lubang Hitam bisa kita namakan sebagai “anak haram” sang alam semesta, sebab dengan kekuatan destruktifnya yang luar biasa, sesungguhnya ia sama seperti prekurosr Big Bang sendiri, yakni sebuah Kemanunggalan.

Walaupun dianggap "monster", namun keberadaan Lubang Hitam amatlah mempesona para astronom akan "Kebenaran" yang tersimpan di dalamnya

Nah, jika kalian pernah menonton “Interstellar”, film jenius besutan Christopher Nolan, kalian mungkin masih ingat seluruh kisah film itu berpusat pada sebuah Lubang Hitam. Demi menyelamatkan umat manusia dan menemukan teknologi anti-gravitasi, sang tokoh utama rela masuk ke dalam sebuah Lubang Hitam. Hal ini amatlah relevan dengan fakta sains yang digelontorkan para ilmuwan.

Kemanunggalan, seperti yang seharusnya kalian sadari kini, mungkin merupakan objek paling sakti di jagad raya ini. Jika kita mengamatinya, maka mungkin kita akan bisa memecahkan semua misteri di alam semesta ini. Kemanunggalan dalam Lubang Hitam semisal, amat berkaitan erat dengan gravitasi sehingga jika kita mengamatinya, mungkin kita bisa menemukan graviton dan memanipulasinya untuk teknologi anti-gravitasi. Bagi yang mempertanyakan asal-usul alam semesta atau bahkan siapakah Tuhan itu, bisa saja pertanyaan itu dijawab pula oleh Sang Kemanunggalan.

Namun di sini masalahnya. Roger Penrose pada 1969 menyatakan hipotesis “Cosmic Censorship” yang berbunyi bahwa pengetahuan mengenai Kemanunggalan amatlah suci dan terlarang hingga alam semesta (kosmos) akan sengaja menyembunyikannya dari makhluk fana seperti kita. Caranya teramat jelas. Kemanunggalan sebuah Lubang Hitam terlindung oleh sebuah wilayah yang disebut “Event Horizon”. Segala sesuatu yang melewati batas Event Horizon akan terhisap masuk ke dalam Lubang Hitam dan takkan pernah bisa keluar. Sehingga pengetahuan apapun yang ia dapatkan ketika ia bertemu dengan Kemanunggalan takkan pernah bisa ia sampaikan kepada manusia lain. Dengan kata lain, Lubang Hitam sengaja “menyensor” dirinya sendiri.

Ilustrasi sebuah "naked singularity" apabila memang benar ada di alam semesta ini

Beberapa ahli Teori Kuantum berpendapat bahwa di alam semesta ini mungkin saja terdapat “naked singularity” atau “Kemanunggalan telanjang”. Apa artinya? Artinya Kemanunggalan ini bisa saja tidak disensor alias tidak berupa Lubang Hitam ganas yang akan memangsa semua yang berani mendekatinya. Keberadaannya diprediksi oleh teori “Loop Quantum Gravity” dan berhasil dibuktikan secara matematis oleh Demetrios Christodoulou. Hingga kini, banyak pula yang meragukan keberadaan Kemanunggalan telanjang tersebut. Namun jika benar ada dan kita bisa mengamatinya tanpa berkorban nyawa seperti pergi ke Lubang Hitam, bayangkan pengetahuan macam apa yang bisa kita dapatkan.

Jika kalian bertemu suatu saat dengan Kemanunggalan itu (mungkin saja ia punya kesadaran hingga bisa menjawab pertanyaan kita, atau jika tidak bisa berkomunikasi dengannya, paling tidak kita bisa “mengekstrak” informasi darinya), apakah yang akan kalian tanyakan.

Well, gue akan menanyakan pertanyaan menggelitik. Apa yang terjadi sebelum Big Bang?



3 comments:

  1. Kalo gw bisa bertanya, Pertanyaan gw cuma satu, alam semesta ada batasnya apa enggak? Kalo ada, apa yg ada diluar batas alam semesta?

    ReplyDelete
  2. Puas bgt gila...

    Hipotesa gw, kesadaran kita emang berasal dari kesadaran satu partikel di dalam tubuh kita, sedangkan otak hanyalah "control room" buat partikel tsb, mengontrol tubuh

    ReplyDelete