Postingan ini dibuat atas rekomendasi: Kinare Amarill. Thanks!
Dari seri pertama (yang amat panjang) tentang Chernobyl kita sudah membahas sains di balik cara bekerjanya sebuah PLTN serta apa penyebab ledakan di PLTN Chernobyl di Pripyat kala itu. Perlu kita ingat bahwa PLTN Chernobyl memiliki 4 reaktor dan ledakan kala itu hanya terjadi di reaktor nomor 4. Namun ini saja cukup untuk memulai sebuah efek domino yang berpotensi menyapu seluruh kehidupan yang ada di Eropa. Kini, reaktor nomor 4 yang sama sekali tak terlindungi oleh RPV seperti reaktor nuklir lain pada umumnya,
Ledakan tersebut tak melukai secara langsung para teknisi yang sedang bekerja dari ruang kontrol, termasuk Anatoly, Aleksander, dan Leonid, namun terdengar keras hingga membangunkan seantero warga Pripyat. Grafit, yang merupakan moderator reaktor yang menahan inti uranium tersebut, terpental ke udara, melepaskan radiasi yang amat mematikan.
Warga kota dan para pegawai Chernobyl langsung serta merta keluar begitu melihat ledakan tersebut (sebuah kesalahan yang nantinya terbukti fatal, sebab jika ada bahaya radiasi, seharusnya mereka langsung bersembunyi di dalam gedung atau rumah). Salah satu penyintas menyatakan bahwa ia melihat pancaran cahaya yang amat indah memancar hingga ke ruang angkasa. Mereka tak sadar kala itu mereka tengah menyaksikan radiasi Cherenkov, sebuah sinar yang dilepaskan materi radioaktif yang terekspos, sebuah cahaya indah namun mematikan yang seharusya tak dilihat oleh siapapun.
Sebab siapapun yang melihatnya, berarti cukup dekat untuk terkena radiasi dari materi radioaktif tersebut.
Melihat kebakaran itu, tentu saja langkah logis yang segera diambil adalah memanggil pemadam kebakaran. Namun nantinya langkah ini juga akan menimbulkan lebih banyak korban jiwa.
RADIATION: THE ANGEL OF DEATH
Gambaran kehancuran kala reaktor Chernobyl meledak |
Melihat ledakan tersebut, teknisi yang bertanggung jawab di reaktor 3, Yuri Bagdasarov, ingin agar reaktor segera ditutup demi keselamatan mereka. Namun sang kepala teknisi yang membawahi Chernobyl, yakni Nikolai Fomin, tak mengizinkannya. Bahkan, ia menyuruh para teknisi kembali bekerja, padahal kala itu mereka terancam terpapar radiasi mematikan. Yuri nantinya dengan kesadarannya sendiri, melawan perintah itu dan mematikan reaktor tersebut.
Ledakan terjadi pada jam 01.23 pagi dan pada jam 01.45, para pemadam kebakaran, dipimpin oleh Volodymyr Pravyk dengan sigap berusaha memadamkan api tersebut. Kala itu mereka sama sekali tidak diberi informasi bahwa yang meledak adalah reaktor nuklir dan mengira bahwa itu hanyalah kebakaran biasa. Akibatnya, merekapun terpapar radiasi mematikan dan secara memilukan, kebanyakan dari mereka kemudian meninggal. Volodymyr sendiri meninggal pada 9 Mei, bulan berikutnya. Salah satu anggota pemadam bernama Misha, bahkan penasaran akan grafit yang tergeletak di tanah akibat ledakan dan mengangkatnya dengan tangannya, kemudian mengatakan “Rasanya panas.”
Grafit itu mengandung bahan radiasi mematikan dari uranium yang tadinya menempel padanya sehingga langsung memelehkan tangannya.
Tak hanya itu, tiga pemadam kebakaran yang diutus ke atap reaktor untuk memadamkan kebakaran tak pernah kembali lagi, sebab di atap itulah sebagian besar grafit dari inti reaktor terlempar dan memancarkan radiasi mematikan yang bisa membunuh mereka dalam hitungan menit.
Grafit yang terlontar dari reaktor nuklir, walaupun terlihat tak berbahaya namun dapat memusnahkan manusia dalam sekejab |
Pada jam 5 pagi, api di luar berhasil dipadamkan, namun api dalam reaktor masih berkobar. Tak hanya itu, kini banyak pemadam kebakaran yang mengalami keracunan akibat radiasi dan harus dilarikan ke rumah sakit. Bukan hanya pemadam kebakaran saja, para warga sekitar yang kemudian keluar dari rumah mereka dan mendekat untuk melihat kebakaran itu (konon dengan berdiri di sebuah jembatan) juga menerima dosis radiasi yang cukup mematikan, yang kini terbang di udara bak malaikat pencabut nyawa. Yang mengejutkan, radiasi yang dikeluarkan ledakan Chernobyl kala itu setara dengan 500 kali radiasi oleh ledakan bom atom di Hiroshima.
Namun bagaimana rasanya terkena radiasi nuklir dan apa bahayanya? Well, jika kalian menonton “Chernobyl” maka kalian pernah mendengar bahwa radiasi tersebut bak “peluru” yang mencabik-cabik tubuh manusia. Radiasi tersebut berasal dari pancaran sinar alpha, beta, dan gamma yang merupakan produk sampingan dari reaksi fisik nuklir. Para korban selamat dari Chernobyl menyatakan bahwa radiasi tersebut terasa seperti “logam” dan merasakan sensasi seperti ditusuk-tusuk oleh jarum di tubuh mereka. Kesaksian yang sama juga diberikan oleh Louis Slotin, salah satu ilmuwan dari Manhattan Project (sebuah project untuk menciptakan bom atom pada PD II) yang juga tewas karena radiasi (silakan baca artikel gue yang ini).
Seperti Tukul, radiasi bisa merobek-robek DNA kita sehingga akan merusak sel tubuh kita, hampir sama dengan pelakor yang merusak hubungan orang |
Mengapa radiasi berbahaya? Well, seperti dikatakan tadi, radiasi tersebut bak “peluru” yang mencabik-cabik tubuh kita. Bedanya, “peluru-peluru” ini amatlah kecil hingga akan mencabik-cabik DNA di sel kita. DNA kita amatlah berharga untuk menghasilkan sel-sel baru. Mungkin kalian tidak bisa membayangkan bahwa di dalam tubuh kita per detiknya terjadi jutaan pembelahan sel (tubuh kita sendiri memiliki puluhan trilyun sel). Pembelahan-pembelahan sel itu bertujuan untuk menghasilkan sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel yang rusak.
Semisal, mungkin kalian tak sadar bahwa kalian kehilangan 50 juta sel kulit per harinya (sekitar 30 ribu sel per menit). Sel-sel yang setiap hari mati jutaan itupun harus digantikan. Nah, di sinilah DNA berperan. Apabila DNA rusak akibat tercabik-cabik, maka ada dua kemungkinan: sel sama sekali takkan bisa membelah atau sel masih mampu membelah namun mengalami mutasi, sehingga menyebabkan kanker.
Jika dosis radiasi yang diterima cukup tinggi, maka sel-sel tubuh akan tercabik dan lebih parahnya, takkan bisa digantikan lagi, sehingga kitapun berangsur-angsur akan meninggal. Sebaliknya, jika dosis radiasi rendahpun, ada kemungkinan DNA kita mengalami mutasi sehingga kita akan beresiko terkena kanker.
Dosimeter adalah nama alat pengukur dosis radiasi yang akan berbunyi "Tiiit tiiiit tiiiit" jika mencatat dosis radiasi yang berbahaya bagi tubuh manusia |
Lalu berapa dosis yang diterima para awak Chernobyl kala itu ketika reaktor meledak dan melepaskan radiasi? Satuan untuk radiasi yang dilepaskan oleh reaksi nuklir seperti di Chernobyl adalah Roentgen (R), walaupun satuan ini sebenarnya sudah usang karena ilmuwan masa kini lebih suka menggunakan satuan Gray (Gy). Namun karena kita membicarakan masa-masa lampau pada saat Chernobyl meledak, maka marilah kita masih menggunakan satuan R.
Lembaga “International Commission on Radiological Protection” (ICRP) pada 1934 mensyaratkan bahwa batas aman radiasi gamma adalah 0,2 R per hari, dimana batas yang disarankan tersebut dinaikkan pada 1950 menjadi 0,2 R per minggu. Nah, pada saat reaktor Chernobyl meledak, angka yang didapatkan dari alat pengukur radiasi (dosimeter) kala itu adalah 3,6 R per jam, yang jika kalian pernah menonton serial “Chernobyl”, dibalas dengan celetukan, “Not great but also not terrible” oleh aktor yang memerankan Anatoly. Angka itu memang jauh dari dosis aman yang direkomendasikan, namun juga masih jauh dari dosis berbahaya, yakni 100 R per jam. Namun kala itu, Anatoly dan semua orang di Chernobyl tidak sadar, bahwa angka 3,6 R sesungguhnya adalah skala maksimum dari dosimeter yang mereka pakai. Karena tingginya radiasi kala itu, skalanya langsung mentok ke angka tertinggi.
Radiasi sesungguhnya kala itu diperkirakan sebesar 20.000 R per jam
Semua pihak nampaknya belum menyadari bencana yang mereka hadapi. Mungkin karena adanya budaya “ABS” alias “asal bapak senang” yang merajalela di negeri komunis, banyak yang meremehkan insiden tersebut. Valentyna Shevchenko, salah satu petinggi Ukraina (yang kala itu berada di bawah jajahan Uni Soviet) kala itu mendapat laporan harian dari menteri dalam negeri Ukraina, Vasyl Durdynets. Vasyl hanya menyampaikan ledakan Chernobyl pada akhir laporannya, itupun amat singkat (berita paling penting tentu akan disampaikan pertama kali dalam sebuah laporan). Namun ketika ditanya oleh Valentyna apakah kondisi itu serius, Vasyl hanya menjawab bahwa api sudah dipadamkan dan semuanya baik-baik saja.
Sesuai protokol, USSR (Uni Soviet) kemudian mengutus delegasi untuk memeriksa kondisi Chernobyl. Delegasi itu dipimpin oleh petinggi USSR, yakni Boris Shcherbina. Bersamanya, ikut pula beberapa ilmuwan, seperti , kepala Kurchatov Institute of Atomic Energy, ahli nuklir Evgeny Velikhov, ahli hydro-meteorologi Yuri Izrael, dan ahli radiologi Leonid Ilyin. Ketika mereka tiba pada 26 April di Chenobyl, sudah ada 2 orang meninggal dan 52 masuk rumah sakit. Pada 27 April, delegasi tersebut akhirnya memutuskan untuk mengevakuasi seluruh kota Pripyat.
Rezim komunis mengutus para ilmuwan dan petinggi politik dari ibu kota Uni Soviet, Moscow ke Pripyat, Ukraina yang kala itu masih menjadi daerah jajahannya |
Pihak USSR awalnya berniat menyembunyikan insiden Chernobyl dari mata dunia. Toh itulah inti dari Komunisme, kerahasiaan. Rezim Komunis Uni Soviet kala itu percaya bahwa paham mereka (yang berlawanan dengan Kapitalisme) merupakan idealisme yang terbaik dan negeri mereka merupakan sebuah “utopia” alias negeri yang sempurna berkat mazhab mereka yang “maha-benar” tersebut. Karena itu, insiden Chernobyl merupakan “aib memalukan” yang harus ditutup, jika tidak, maka bisa dipastikan mereka akan menjadi bahan ejekan negara-negara kapitalis yang semenjak dulu menjadi musuh bebuyutan mereka.
Celakanya, sains tak bisa berbohong. Radiasi dari Chernobyl ternyata “tercium” sampai ke Eropa Utara. Kala itu sebuah PLTN di Forsmark, Swedia kalang kabut karena mereka mendeteksi adanya radiasi nuklir di udara. Mereka pertama mengira radiasi tersebut berasal dari kebocoran PLTN mereka. Namun setelah dicek, ternyata PLTN mereka dalam kondisi yang baik-baik saja, sehingga mereka menyimpulkan bahwa radiasi tersebut berasal dari tempat lain. Pihak Swedia kemudian menghubungi USSR untuk menanyakan apakah radiasi tersebut berasal dari wilayah mereka. USSR tak mampu mengelak dan berita tentang Chernobyl-pun segera menyeruak ke seluruh dunia. Padahal, jarak Chernobyl dan Swedia sendiri sudah sekitar 1.000 kilometer, membuktikan betapa parahnya bahaya radiasi yang terjadi saat itu.
Ketika pihak USSR mengungsikan para warga Pripyat, mereka masih belum menyadari keseriusan bencana Chernobyl. Mereka meyakinkan sekitar 100 ribu warga Pripyat dan sekitarnya bahwa proses evakuasi itu hanya sementara dan mereka akan segera kembali. Karena itu mereka hanya membawa barang-barang yang penting saja dan meninggalkan semua harta benda mereka. Mereka sama sekali tak sadar bahwa kenyataannya, hingga kini, Pripyat tak pernah bisa ditempati lagi.
Masalah sebenarnya bukan lagi reaktor yang sudah meledak dan kini terekspos. Pada awalnya, ledakan yang terjadi di Chernobyl sebenarnya hanyalah ledakan uap air. Radiasi memang telanjur terpancar di udara, namun hanya mengancam wilayah sekitarnya saja.
Masalah yang jauh lebih besar terpendam di dalam tanah.
THE ELEPHANT PROBLEM
Sang "kaki gajah", "fosil" uranium akibat bencana Chernobyl |
Di bawah reaktor terdapat dua kolam air yang berfungsi sebagai sumber air cadangan untuk dipompa pada kondisi darurat (ingat peran air sebagai coolant untuk mendinginkan reaktor?). Kolam itu terletak dua lantai tepat di bawah reaktor. Masih ingat dengan reaktor yang sudah meledak? Bagaimana nasibnya kini? Karena reaktor telah mengalami “meltdown”, maka sesuai namanya, uranium dalam “core” atau inti reaktor telah meleleh karena panas yang sedemikian besar. Kini, material radioaktif yang amat panas ini melelehkan semua materi yang ada di sekitarnya, termasuk beton, baja, grafit, dan lain-lain. Material radioaktif yang mengalir bak lava ini disebut sebagai “corium” dan amat berbahaya, sebab tak hanya mengeluarkan radiasi tinggi, namun juga bersuhu amat panas hingga 1.200 C. Corium ini tentu saja mengalir ke bawah karena gaya gravitasi dan melelehkan lantai. Bisa ditebak apa yang terjadi jika corium ini sampai jatuh ke atas kolam tersebut. Hasilnya jelas adalah ledakan lain, karena panas dari corium akan segera menguapkan semua air itu, menaikkan tekanan di bawah tanah, serta mengulangi ledakan Chernobyl yang telah terjadi.
Hanya bedanya, ledakan ini akan jauh lebih dahsyat ketimbang ledakan reaktor nomor 4, bahkan bukan mustahil akan meeldakkan ketiga reaktor lain yang masih tersisa. Akibatnya, ancaman radiasi yang dihadapi akan jauh mengerikan. Menurut perkiraan, ledakan ini tak hanya akan memusnahkan Pripyat, namun juga menyebabkan bahaya radiasi yang mengancam seluruh warga Belarusia dan Ukraina. Diperkirakan jutaan orang akan menjadi korbannya, tak hanya dari bahaya pancaran radiasi semata, namun karena kini sumber pangan dan sumber air mereka akan tercemar radiasi sehingga tak bisa dikonsumsi. Bahkan, menurut perkiraan kasar, separuh dari benua Eropa takkan bisa ditinggali lagi selama ratusan tahun.
Karena itulah, sebuah misi “bunuh diri” harus segera dilakukan untuk mengosongkan kedua kolam itu sebelum corium mencapainya. Namun jelas, misi itu amatlah berbahaya, sebab mereka harus masuk ke sumber radiasi Chernobyl. Kala itu tiga sukarelawan dengan berani melaksanakan misi itu. Mereka adalah dua insinyur yang bekerja di Chernobyl, yakni Alexei Ananenko dan Valeri Bezpalov serta dikawal oleh supervisor Boris Baranov. Misi mereka bertiga berhasil dan ajaibnya, mereka ternyata selamat dari misi itu, bahkan nantinya mampu hidup hingga usia tua.
Usaha mereka kala itu berhasil menyelamatkan Eropa dari ancaman kehancuran. Kala itu sekitar 20 ribu ton air dipompa dari kolam tersebut. Tentu bisa dibayangkan seberapa besar ledakan yang bisa dihasilkan oleh air sebanyak itu yang menguap terkena panas radiasi corium Chernobyl.
Sarkofagus alias "makam" yang dibangun untuk mengubur radiasi Chernobyl. Bandingkan sebelum dan sesudahnya |
Setelah mengatasi masalah tersebut, kini pihak berwenang berkonsentrasi untuk mencegah radiasi Chernobyl untuk merangsek keluar dan mengancam kehidupan yang ada di luar sana. Kala itu mereka berniat membangun sebuah “sarkofagus” alias makam raksasa untuk menutupi seluruh sisa reaktor 4 dengan bahan yang amat tebal sehingga radiasi tak bisa menguar keluar. Namun hal tersebut tidaklah mudah, sebab untuk melakukannya mereka harus membersihkan atap yang kini sudah terkontaminasi dengan bahan-bahan radioaktif.
Pada awalnya, pihak USSR berniat membersihkan atap tersebut dengan robot, namun ternyata tingginya level radiasi di sana menyebabkan sirkuit robot rusak sehingga tak bisa digunakan. Akhirnya, sekitar 5 ribu orang dikerahkan untuk membersihkan atap yang kini diselimuti bahan radioaktif tersebut. Karena tingginya radiasi di sana, mereka hanya boleh bekerja (bahkan dengan pakaian pelindung) selama 40-90 detik per shift. Namun pada kenyataannya, tentu waktu kerja tersebut tidaklah realistis, sehingga para pekerja (sebagian besar merupakan anggota militer) terpaksa bekerja lebih dari satu shift (mereka maksimal sebenarnya hanya boleh bekerja satu kali saja) bahkan hingga 5-6 shift. Akibatnya, mereka menerima radiasi sekitar 250 mSv (mili Sievert), padahal dosis amannya hanyalah 20 mSv per tahun (radiasi yang kita terima saat foto rontgen saja hanya berkisar 0,1 mSv).
Kini muncul pertanyaan lain. Mereka sudah berhasil menyelamatkan Eropa dengan mencegah ledakan lain saat corium bersentuhan dengan kolam reservoir di bawah tanah. Namun sekarang, dimanakah corium itu berada? Pada Desember 1986, kru Chernobyl masuk kembali dan menemukan sebuah bahan radioaktif yang kini menjelma menjadi lelehan bernama “The Elephant’s Foot” atau “Kaki Gajah”. Sang Kaki Gajah ini sampai sekarang masihlah memancarkan radiasi dan juga panas. Bisa dibilang, Kaki Gajah ini merupakan materi paling berbahaya yang ada di dunia ini. Berada di dekatnya saja selama beberapa detik akan langsung membunuh kita. Hingga kini, sang Kaki Gajah masih mampu melepaskan radiasi sebesar 8.000 R atau 80 Gray per jam. Padahal, radiasi 10 Gray saja mampu membunuh kita dalam hitungan jam dan terkena dosis separuhnya saja, yakni 5 Gray, maka dijamin kita akan mati dalam waktu dua bulan (batas amannya sendiri adalah sekitar 1,5 hingga 2 Gra, namun dengan catatan kita hanya terpapar dalam waktu singkat).
Pada 7 hingga 30 July 1987 dilakukan persidangan untuk mencari tahu siapa pihak yang bertanggung jawab atas tragedi Chernobyl. Kala itu Anatoly Dyatlovserta dua atasannya Viktor Bryukhanov dan Nikolai Fomin dihukum 10 tahun penjara. Dan hukuman penjara di masa Komunis bukanlah enak ongkang-ongkang di dalam ruang sel (ber-AC seperti di Indonesia) tapi haruslah melakukan pekerjaan fisik.
THE CHERNOBYL MUTANTS
Korban tragedi Chernobyl tak hanya manusia, namun alampun terkena dampaknya. Radiasi mengubah hutan di sekitar Pripyat menjadi gersang dan tanaman-pun mati |
Lalu bagaimana dampak Tragedi Chernobyl terhadap Eropa sendiri? Akibat ledakan di Chernobyl sekitar 100 ribu kilometer persegi wilayah terkena radiasi bahan radioaktif, meliputi wilayah di Belarusia, Ukraina, dan juga Rusia. Bahkan di seluruh penjuru Eropa, diketemukan jejak radiasi dari Chernobyl, walaupun dalam dosis rendah, meliputi Swedia, Finlandia, Austria, Norwegia, Bulgaria, Swiss, Yunani, Slovenia, Italia, dan Moldova, atau meliputi wilayah 162 ribu kilometer persegi. Radiasi Chernobyl juga diketemukan di dataran tinggi Alpen hingga sejauh Skotlandia di Inggris sana. Radiasi juga diketemukan mencemari sungai Pripyat yang bermuara ke Sungai Dnieper yang celakanya, menyediakan akses air bersih bagi 2,4 juta penduduk Kiev, ibu kota Ukraina. Bahkan diperlukan waktu hingga 1.000 tahun hingga semua radiasi itu terlarut dan tak lagi membahayakan manusia.
Tentu saja, alam-lah yang menjadi korban pertama radiasi Chernobyl. Hutan-hutan di wilayah sekitar 4 kilometer persegi dari titik bencana dijuluki “Red Forest” atau “Hutan Merah” sebab semua pohonnya mati dan berwarna kemerahan. Para peternak di wilayah Ukraina juga melaporkan bahwa banyak binatang ternaknya lahir dengan mengalami deformasi atau kelainan fisik,
Lalu berapa jumlah korban tewas akibat Tragedi Chernobyl. Secara resmi, sekitar 237 orang mengalami “acute radiation sickness” atau gejala penyakit yang disebabkan radiasi, dimana 31 di antaranya meninggal, meliputi para pekerja Chernobyl dan juga para pemadam kebakaran yang menjadi responden pertama ketika terjadi ledakan di PLTN tersebut. Kala itu “ketidakadilan” memang menimpa para pemadam kebakaran. Sebagai warga biasa mereka tentu buta akan bahaya radiasi. Seharusnya sudah menjadi kewajiban pihak PLTN untuk memperingatkan mereka akan bahaya radiasi, termasuk membekali mereka dengan pakaian khusus anti-radiasi, respirator (untuk membantu bernapas), dan juga dosimeter untuk mengukur tingkat radiasi, sehingga mereka bisa menghindari lokasi yang terlalu berbahaya bagi mereka. Namun, tak ada satupun dari itu mereka terima kala itu, bahkan tak sekedar peringatan akan bahaya yang akan mereka hadapi.
Tragedi Chernobyl membuat energi nuklir menjadi senantiasa dicurigai, dibuktikan dengan demo mennolak energi nuklir di Jerman ini |
Salah satu kisah paling tragis menimpa salah satu pemadam kebakaran bernama Vasily Ignatenko. Vasya, nama panggilannya, kala itu langsung datang begitu menerima laporan tentang ledakan di Chernobyl. Tanpa sadar akan bahaya yang mengintainya, ia berusaha memadamkan kebakaran di atap reaktor dan langsung menderita gejala Acute Radiation Sickness. Iapun dibawa ke rumah sakit khusus radiologi di Moskow dan diusulkan untuk menerima transplantasi sumsum tulang. Kala itu sumsum itu rencananya akan didonorkan oleh adik Vasya, yakni Natasha. Namun karena Natasha masih berusia 13 tahun, Vasya menolak mentah-mentah rencana itu karena takut operasi tersebut akan mempengaruhi kesehatan adiknya. Vasya pun meninggal dalam jangka waktu kurang dari sebulan. Yang lebih tragis lagi, Ludmilla, istri Vasya sebenarnya kala itu tengah mengandung anak mereka. Namun karena radiasi (mereka berdua tinggal di Pripyat) bayi yang ia lahirkan pun mengalami cacat dan akhirnya meninggal.
Uniknya, sepeninggal suaminya, Ludmilla kemudian menuangkan perasaan dan kesaksiannya dalam sebuah buku berjudul “Voices from Chernobyl” pada 1997 dimana isi buku itu kemudian diadaptasi menjadi serial “Chernobyl”.
Namun bukan mereka saja korban dari bencana Chernobyl. Sekitar 4.000 orang yang tinggal d area terkontaminasi diperkirakan meninggal akibat kanker yang disebabkan oleh radiasi Chernobyl. Tak hanya itu, para pekerja pembersihan Chernobyl jelas menerima dosis radiasi tinggi dan terancam kematian pula. Dilaporkan sekitar 150 pekerja dari Belarusia dan 5.722 pekerja dari Ukraina meninggal akibat radiasi. Seperti kita tahu, pada reaksi nuklir dihasilkan radiasi sinar alfa, beta, dan gamma yang amat berbahaya. Namun selain itu, reaksi nuklir juga menghasilkan produk yang dinamakan “radionuclides”. Di antaranya, ada 4 yang paling berbahaya, yakni Iodine-131, Caesium-134, Caesium-137 dan Strontium-90. Iodine yang radioaktif bisa menyebabkan kanker thyroid, sementara Caesium akan tertumpuk di organ vital seperti jantung, sementara Strontium akan terakumulasi di tulang sehingga bisa menyebabkan leukimia.
Radiasi, seperti sudah gue singgung, akan merusak pembelahan sel sehingga akan langsung terlihat dampaknya pada sel-sel yang aktif membelah, seperti rambut, kulit, sumsum tulang, dan saluran pencernaan. Oleh karena itu, umumnya gejala sakit akibat radiasi ditunjukkan dengan gejala rambut rontok serta mual dan muntah (bahkan tak jarang memuntahkan darah).
Namun dampak paling mengerikan dari radiasi ternyata menimpa para ibu hamil dan janin mereka. Tentu saja janin yang amat ringkih sel-selnya masih amat muda dan aktif tumbuh, sehingga sangat mudah terkena dampak negatif dari radiasi. Diperkirakan hampir dari 1 juta kelahiran prematur terjadi karena dampak radiasi Chernobyl di seluruh dunia, angka yang mencengangkan. Jika terlahir selamat, maka bayi yang terkena radiasi bisa saja mengalami keterbelakangan mental atau bahkan mutasi yang menimpa fisik mereka. Saking ketakutannya, angka aborsi di Eropa meningkat drastis menjadi 150 ribu pasca-bencana Chernobyl karena para orang tua takut anak mereka nanti akan menjadi “mutan”.
Kota hantu Pripyat yang kini malah menjadi lokasi wisata karena rasa penasaran para turis |
Akan
tetapi bukan hanya nyawa yang harus dikorbankan pada bencana
Chernobyl, namun juga nasib sebuah negara dan ideologi. USSR
diperkirakan menghabiskan anggaran sebesar 68 miliar dolar (hampir
980 triliun rupiah) untuk menangani bencana Chernobyl. Sementara
kerugiannya diperkirakan sebesar 235 miliar dolar (udah nggak sanggup
gue ngitungnya ini ke rupiah). Namun dana besar juga harus
digelontorkan oleh Belarusia dan Ukraina yang kala itu juga menjadi
korban langsung radiasi Chernobyl. Belarusia kala itu harus
mengorbankan 22% dari kekayaan negaranya untuk melindungi warganya
dari dampak radiasi Chernobyl. Bahkan hingga kinipun, sekitar 7%
anggaran negara Ukraina habis untuk mengurusi masalah di Chernobyl
yang sebenarnya hingga saat ini masih on-going (ingat, masih ada sisa
radioaktif berupa “Kaki Gajah” di lantai bawah tanah Chernobyl
sekarang yang masih mengeluarkan radiasi).
Bahkan banyak yang menyebut, saking tingginya dana yang harus dikeluarkan USSR untuk mengatasi Tragedi Chernobyl, hal tersebut akhirnya menyebabkan keruntuhan Uni Soviet dan paham Komunis di Rusia. Jelas, bahkan walaupun bahaya yang mengejawantah dari ledakan Chernobyl berhasil diatasi, namun tetap saja peristwa ini bak sebuah Butterfly Effect yang mengubah arus sejarah dengan amat drastis.
Hingga kini Pripyat, kota dimana Chernobyl yang megah dan dulu dipuja banyak orang itu pernah berdiri, masihlah menjadi kota kosong. Sekitar 2.600 kilometer wilayah tersebut menjadi “Chernobyl Exclusion Zone” yang tak tersentuh kehidupan manusia. Diperkirakan, perlu ribuan tahun sebelum bahaya radiasi di Pripyat akhirnya reda dan akhirnya bisa diitnggali lagi. Namun uniknya, salah satu wilayah yang paling berbahaya di dunia itu justru kini didatangi oleh turis yang berbondong-bondong mengunjunginya karena penasaran. Tak heran, turisme di Pripyat kini malah melonjak dan menjadi sumber pendapatan baru.
Namun walaupun kini sudah bisa dikunjungi, bukan berarti masalah di Chernobyl telah reda. Pada April 2020 lalu kebakaran hutan (yang sebenarnya sangat sering terjadi) melanda Chernobyl dan nyaris saja membakar reruntuhan PLTN jika saja tidak segera dihentikan oleh para pemadam kebakaran Ukraina. Jika tidak, maka tak terbayangkan apa yang terjadi jika Chernobyl meledak untuk yang kedua kali.
Sayang, seringkali kita terlalu serius menyorot “siapa yang salah” ketimbang “siapa yang berjasa mengatasinya”. Memang, kerahasiaan Uni Soviet memegang andil penting dalam kecelakaan Chernobyl ini. Konon, Profesor Valery Legaslov yang memimpin proses mitigasi bencana Chernobyl dan juga proses penyelidikan, menjadi amat trauma dan putus asa begitu mengetahui asas kerahasiaan yang dipegang teguh pemerintah Komunis USSR, terutama mengenai keselamatan dan resiko sebuah PLTN. Bahkan yang mengejutkan, sebelum terjadinya insiden Chernobyl pada 1986, bencana yang serupa ternyata pernah terjadi di Uni Soviet.
Valery Legasov sang ilmuwan yang memimpin tim investigasi Chernobyl akhirnya memutuskan mengakhiri hidupnya sendiri akibat tak tahan dengan penemuannya |
Negara Lithuania (yang kala itu masih dibawah jajahan USSR) memiliki sebuah kompleks PLTN bernama Ignalina. Bahkan sama seperti Chernobyl dan Pripyat, sebuah kota bernama Visaginas dibangun untuk mengakomodasi 5.000 personel PLTN dan keluarga mereka. Ignalina memiliki reaktor nuklir yang sama persis dengan yang dimiliki Chernobyl. Pada Desember 1983, masalah yang sama persis dengan Chernobyl pernah menyeruak, diakibatkan oleh tuas kendali yang ujungnya disisipkan moderator berupa grafit. Kecelakaan tersebut, beruntungnya, diketahui lebih dini dan berhasil dicegah. Namun sayang, laporan tentang peristiwa itu (yang jelas bisa mencegah kesalahan sama terjadi di Chernobyl) justru dirahasiakan oleh pemerintah Uni Soviet karena jelas bagi mereka, tak akan pernah ada kesalahan terjadi di negeri utopia mereka yang maha-sempurna itu.
Kerahasiaan pemerintah berpaham Komunis ini (ditambah dengan tekanan politik yang diterima kala penyelidikan) konon mempengaruhi psikologis dari Valery hingga akhirnya, seusai persidangan Chernobyl kelar, iapun memutuskan bunuh diri dengan gantung diri.
Hingga kini masih ada 9 reaktor bertipe RBMK yang masih beroperasi di dunia ini (salah satunya berada di Korea Utara). Tentu Chernobyl memberikan pelajaran berharga sehingga langkah-langkah keamanan dan desain RBMK sendiri telah disempurnakan supaya insiden yang sama takkan terjadi. Namun Insiden Chernobyl saja sudah cukup untuk memicu tanda tanya tentang seberapa amannya reaktor nuklir itu. Apakah energi nuklir memang selayaknya digali dan dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, ataukah itu adalah ilmu tabu dan terlarang yang seharusnya tak diusik manusia? Mungkin kalian sendirilah yang bisa memutuskan. Indonesia sendiri sudah punya tiga reaktor nuklir: Kartini di Sleman, DIY; Triga Mark di Bandung; dan GA Siwabessy di Serpong. Indonesia juga rencananya akan membangun PLTN di Kalimantan, setujukah kalian?
SUMBER: WIKIPEDIA
A VERY SPECIAL THANKS TO:
Aulia
Pratama Putri
별처럼 다 우리 빛나
SPECIAL THANKS TO MY
SUPPORTER THIS APRIL:
Sinyo Kulik
, Singgih Nugraha , Adhitya Sucipto , Rahadian Pratama Putra , Radinda , Kinare
Amarill , Maulii Za , Rara , Sharnila Ilha , Victria tan , Ali Hutapea , Keny
Leon , Rosevelani Manasai Budihardjo , Marcella F , Tieya Aulia , PJ Metlit ,
Marwah , Dana Xylin , Paramita . Amelia Suci Wulandari . Rivandy , Syahfitri , Dyah
Ayu Andita Kumala , Fitriani , Ilmiyatun Ainul Qolbi , Ciepha Ummi , Riani Azhafa
Baru tahu indo punya reaktor... 😮, Wah kurang jauh ane main wkwkwkwk. Nice artikel bang Dave 👏
ReplyDelete~~~Venzuu~~~
👍
ReplyDeleteKalau beneran mau dibangun kok curiga Indonesia bakal milih yang RBMK ya mengingat 'harga teman'nya itu dibanding yang lain... Agak merinding disco juga sih
ReplyDeleteJelas gak setuju lah bang. Budaya "ABS" di ini tuh masih kentel banget. Belum KKN. Kebayang gak PLTN yang kudunya dipegang orang2 kompeten di bidangnya jadi dipegang oleh orang2 yang cuma mentingin duit dan gengsi. Bia jadi neraka dunia nanti
ReplyDelete