Sunday, November 28, 2021

RIDDLE #8: KUTUKAN TOMOKO

SUMBER GAMBAR: UNSPLASH 


Dari dalam kabut itu, tiba-tiba seutas tangan yang dingin mencengkeram kaki. Wajahnya terlihat seperti bukan manusia. Aku berusaha mengibaskan tangannya, namun cengkeramannya semakin kuat.

“Tidak!” teriakku, berusaha bangun dari mimpi itu. “Tidaaaaaak!”

***

Dua puluh tahun lalu, di Universitas Y (kuberikan saja inisialnya untuk menjaga reputasi kampusku itu) aku adalah mahasiswa tingkat lanjut dan oleh profesor sekaligus pembimbing skripsiku, Profesor Kuga, aku disuruh untuk pergi ke kota Nara. Aku mengambil jurusan sejarah dan seperti kalian tahu, Nara adalah ibu kota pertama Jepang jauh sebelum Tokyo, jadi dengan bersemangat akupun pergi ke sana. Ini akan jadi kesempatan besarku, apalagi aku masih bingung menentukan judul skripsiku. Saat itu aku tak sendiri. Aku disuruh mendampingi Tomoko, seorang mahasiswi baru, untuk melakukan survey di sana. Kala itu ditemukan sebuah gundukan yang diduga makam kuno dari abad ke-6 M ketika penduduk setempat tengah membangun fondasi sebuah rumah. 

Malam itu, aku dan Tomoko diperintahkan Profesor Kuga untuk menyewa mobil dan langsung meluncur ke lokasi penggalian makam tersebut. Wilayah itu masihlah berupa pedesaan yang dikelilingi sawah, bahkan jalanannnya amatlah gelap karena belum ada lampu penerang. Malam itu, hanya kabut menggantung yang menemani perjalanan kami.

Namun selain kami berdua, tak ada yang tahu tujuan asli kami ke sana sesungguhnya cukup “jahat”. Kala itu profesor kami menyatakan bahwa penemuan makam ini akan membuat kami terkenal. Akan tetapi ada kemungkinan pula bahwa makam yang kami temukan itu hanyalah gundukan tanah biasa yang sama sekali tak memiliki signifikansi sejarah apapun. Sehingga kami diinstruksikan profesor kami, bahwa jika kami tak menemukan peninggalan arkeologis di sana, maka kami harus mengubur sebuah patung peninggalan asli dari abad ke-6 yang sudah kampus kami miliki di sana, supaya situs itu dianggap asli. Dengan kata lain, kami diutus untuk melakukan pemalsuan sejarah.

Tentu itu adalah tugas yang sama sekali tak etis. Namun Profesor Kuga adalah pembimbing skripsiku dan aku tentu tak mau membuatnya murka. Belum lagi jika penemuan ini diliput pers, toh kami juga akan terkenal.

Kami tiba saat tengah malam dan hanya dengan berbekal sebuah senter, kami berusaha mencari lokasi penggalian itu. Tiba-tiba, tanah di bawah kami mengalami longsor dan teriakan Tomoko menggema di kegelapan malam. Rupanya pada malam sebelumnya hujan deras mengguyur lokasi penggalian itu yang menyebabkan tanahnya menjadi lunak dan longsor. Tomoko langsung terhisap ke dalamnya. 

Saat itu aku hanya membawa sebuah sekop kecil. Aku tak mampu berbuat apa-apa untuk menolongnya. Aku tahu aku bisa saja memanggil polisi dan mencari pertolongan. Namun mereka pasti bertanya-tanya, apa yang kami lakukan malam-malam begini di lokasi penggalian. Belum lagi patung yang kami bawa ini akan menjadi barang bukti bahwa kami hendak melakukan pemalsuan artifak. Ditambah lagi, ini bukan kali pertama Profesor Kuga menyuruhku melakukan hal seperti ini.

Satu-satunya hal yang bisa kulakukan kala itu adalah menelepon profesorku dan minta pendapatnya.

“Segera tinggalkan tempat itu dan kembali ke sini.”

Aku terkejut dengan reaksi dingin sang profesor. Rupanya tak ada yang tahu bahwa ia menyuruh Tomoko dan aku pergi ke sini. Hanya kami berdua yang tahu dimana Tomoko, jadi jika ia menghilang, takkan ada yang mencurigai kami. Dengan berat hati akupun mengikuti instruksinya. Aku bukan orang jahat, namun kalian harus mengerti, jika kebohongan kami terungkap ke media, bisa jadi aku akan di-DO dari kampus dan takkan ada yang mau memperkerjakanku. Lagipula jika dipikir-pikir, mustahil Tomoko bisa selamat dari longsor itu, jadi toh, tak ada yang bisa kulakukan untuk menolongnya kan?

Keberuntungan sepertinya ada di pihak kami. Keesokan harinya tak ada seorangpun yang menanyakan tentang Tomoko. Dia adalah mahasiswi yang pendiam dan tak banyak orang yang mengenalnya dengan baik. Bahkan hampir semua orang, termasuk keluarganya, mengira bahwa ia kabur karena stress dan tak kuat bertahan dalam beratnya dunia kuliah. Proses penggalianpun dihentikan karena penolakan dari warga setempat. Jadi, tak ada satupun orang yang menemukan Tomoko.

Memang kami aman, namun kenyataannya, aku terus saja bermimpi aneh dikejar-kejar oleh Tomoko hampir setiap malam semenjak kejadian itu. Ia berteriak minta tolong, namun aku hanya berlari saja dan kemudian terjerembab ketika tiba-tiba tangan dingin Tomoko memegang kakiku. Wajahnya yang tampak pucat muncul dari balik rambut hitamnya. Bahkan dalam kabut pekat yang mengelilingiku, aku bisa mendengar bahwa ia tengah menyalahkan aku atas kematiannya.

Memang ada sesuatu yang belum kuceritakan kepada kalian, bahwa kala itu sebenarnya Tomoko dan aku adalah sepasang kekasih.

Peristiwa itu amatlah mempengaruhi psikologisku hingga aku akhirnya memutuskan untuk berhenti kuliah dan mendapatkan sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan kecil. Walaupun hidup pas-pasan, namun akhirnya aku menikah dengan salah satu teman rekan kerjaku dan memiliki seorang anak perempuan. Aku mencoba untuk bersikap sebiasa mungkin supaya tak ada yang memperhatikanku. 17 tahun kemudian aku mendengar berita tentang kematian Profesor Kuga secara mendadak karena serangan jantung. Tidak bisa dibilang secara mendadak juga sih, sebab usianya memang sudah uzur. Namun ada satu berita lain yang juga menarik perhatianku, bahkan membuatku tercekam ketika melihatnya di televisi.

Di kota Nara, penduduk yang menggali saluran air yang baru menemukan sebuah kerangka yang terkubur dalam tanah. Hingga saat itu belum ada satupun orang yang tahu siapa identitas jenazah tersebut. Namun dalam hati aku tahu bahwa mereka telah menemukan Tomoko. Apakah ini adalah sebuah kebetulan bahwa kematian Profesor bertepatan dengan penemuan mayat Tomoko?

Aku tak banyak memikirkannya dan melanjutkan kehidupanku. Anak perempuanku baru saja lulus SMA dan ia bersikeras untuk belajar sejarah Jepang di universitas pilihannya. Aku sangat terkejut sekaligus senang. Aku tahu bahwa ia akan meneruskan cita-citaku menjadi seorang sejarawan. Namun dalam hati aku merasa aneh, mengapa ia memilih jurusan tersebut? Apakah ia tahu tentang masa laluku? Tak hanya itu, sebentar lagi adalah peringatan hari dimana Tomoko meninggal. Aku takut bahwa pada hari itu sesuatu akan terjadi sesuatu kepadaku.

Pada malam tepat di mana Tomoko meninggal, aku sendirian di rumah karena istri dan anak perempuanku pergi untuk melihat asrama kampus di mana anakku akan kuliah. Namun pada tengah malam aku terbangun dalam dari tidurku dan mencium bau asap dari dalam rumahku Rumahku rupanya tengah terbakar. Akupun segera bangun dari tempat tidurku. Aku tahu bahwa aku tak bisa berdiri karena asap beracun biasanya mengumpul di atas. Maka aku kemudian merangkak untuk mencoba mencapai pintu keluar yang ada di ruang tamu itu. Api telah mencapai langit-langit rumahku dan suhu di dalam ruangan ini seperti sebuah sauna yang sangat panas.

“Tunggu  … tolong jangan tinggalkan aku …”

Terdengar rintihan seorang perempuan dengan seutas tangan dingin yang tiba-tiba mencengkeram kakiku. Aku tahu bahwa itu adalah tangan Tomoko. Astaga, rupanya ia masih belum memaafkankanku dan masih ingin membalas dendam. Pasti ia ingin agar aku mati di dalam rumah ini! Aku segera mengibaskan lengan wanita itu untuk melepaskan cengkraman tangannya, namun tangannya masih sangat kuat menggenggam pergelangan kakiku. Tak hanya itu, mataku juga sangat perih karena terkena asap sehingga tak bisa melihat dengan jelas.

“Jangan pergi … tolong …”

Aku tak sanggup lagi! Akhirnya aku memegang tangannya dan kemudian melemparkannya ke dalam api yang menyala-nyala. Lalu aku berhasil merangkak keluar dimana akupun segera pingsan di atas rerumputan di halaman rumah kami.

Suara sirine di kejauhan dan aroma disinfektan yang mencapai hidungku membuatku terbangun. Akupun menyadari bahwa aku terbaring di sebuah kasur di rumah sakit. Mataku membuka, namun aku sangat masih sangat kesusahan untuk memfokuskan pandanganku. Aku menyadari bahwa seseorang duduk di samping tempat tidurku. Juga terdengar suara dua orang bercakap-cakap, satu adalah suara istriku.

“Kami kembali untuk mengambil barang kami yang ketinggalan. namun ketika kami menyalakan lampu tiba-tiba terjadi korsleting. Aku berhasil melarikan diri namun …”

Apa maksudmu?  Apa yang kau katakan? Kau berada di dalam rumah? Namun lagi-lagi  kepalaku terasa berkunang-kunang dan akupun pingsan. 

6 comments: