Tuesday, July 16, 2013

1001 WAJAH KEMAJUAN SOLO: A CITY THAT NEVER STOP MOVING FORWARD

 

Photo-0529

Bulan Juni 2013 kemaren aku menyempatkan mudik ke kampung halamanku tercinta. Aku sempat penasaran, bagaimana ya kota Solo setelah sepeninggal Pak Jokowi yang sekarang hijrah jadi Gubernur Jakarta? Apakah Solo akan terpuruk setelah kepergian pemimpinnya yang sangat mengayomi rakyat kecil itu? Ternyata perkiraaanku salah. Semangat pembaharuan Pak Jokowi ternyata masih sangat terasa di kota Solo. Setelah Solo dipegang wakil Pak Jokowi yang sekarang menjadi walikota Solo, yaitu Pak FX Rudy (he’s a Catholic by the way), kota Solo ternyata semakin maju. Baguslah, berarti regenerasi pemimpin berjiwa pengabdi masih terus bergulir di Solo. Di postingan ini aku akan menuliskan perubahan2 yang terjadi di Solo semenjak aku meninggalkannya setengah tahun yang lalu.

Semenjak Pak Jokowi berkuasa *cailah* ada kemajuan pesat di bidang pariwisata. Namun tetap saja bukan hanya kenyamanan para wisatawan yang diperhatikan, namun juga yang lebih penting kenyamanan warga Solo sendiri. Nah, ada 3 gebrakan yang benar2 kuberi acungan jempol buat Pak Jokowi, yaitu restorasi gedung2 kelurahan dan kecamatan, restorasi bangunan2 sekolah, dan juga restorasi2 pasar tradisional. Nah, kali ini bukan cuma restorasi bualan yang cuma dalam bentuk omogan pak berjenggot yang suka muncul di Metro TV ya (hehehe), pembaharuan yang dilakukan Pak Jokowi benar2 terasa kok.

Pertama, gedung2 kelurahan dan kecamatan kini sudah disulap menjadi bangunan2 baru bergaya joglo yang kental dengan nuansa Jawa. Ini tentu untuk semakin menampilkan jiwa Solo, Spirit of Java. Tentunya ini juga akan menarik bagi para wisatawan. Aku sempat menemukan kantor kecamatan yang 'WOW’ banget di dekat Pasar Legi.

Kedua, bangunan2 sekolah di Solo juga mulai dipugar. Arsitekturnya pun mengikuti bangunan2 khas Jawa. Wah, padahal di tempat2 lain yang atapnya pada ambruk aja belum dapat bantuan ya hahaha. Ketiga, bangunan2 pasar tradisional di Solo juga disulap menjadi lebih modern dan nyaman. Tapi tentu gaya arsitekturnya tetap Jawa banget. Semisal saja bangunan Pasar Ayu di samping stasiun Balapan ini yang sempat membuatku kaget saking besarnya, padahal dulu setahuku ini cuma pasar kecil yang dipakai beberapa pedagang makanan.

Photo-0654

Begitu pula bangunan Pasar Nongko yang juga membuat aku terkaget-kaget ketika melihatnya. Pasarnya sekarang lebih tertata dengan bangunan utama yang megah dan dilengkapi dengan lahan parkir. Padahal dulu kuingat, wujud pasar ini adalah kios2 yang berjejal di pinggir jalan. Udah berantakan, bikin macet lagi. Waktu aku lewat daerah Proliman dekat Pasar Legi, juga sedang ada proyek pembangunan pasar baru untuk menata para pedagang sisa pedagang Pasar Klithikan yang lebih dulu sudah direlokasi. Wah benar2 keren walikota Solo sekarang!

Perubahan fisik kota Solo yang makin berbenah langsung dapat kuamati ketika aku tiba di Stasiun Jebres dari Jakarta. Ternyata trotoar di sepanjang jalan hingga ke jalan besar diperbaiki untuk mempernyaman para pejalan kaki. Selain itu terdapat pula beberapa shelter dan kursi2 taman untuk beristirahat. Rupanya ini untuk mengintegrasikan stasiun dengan jalur bus Trans Batik Solo. Great idea Mr. Rudy!

Photo-0561

Oya hal yang sama juga terjadi di trotoar depan Stadion Kota Barat, dimana terdapat banyak shelter2 seperti ini yang kudengar tiap malam disulap menjadi tempat warung2 lesehan, another culineary destination in Solo?

Wajah baru kota Solo juga nampak di Kawasan Gladag, yaitu titik nol alias pusat kota Surakarta. Di sana berjejer bangunan2 penting seperti keraton, Pasar Gede, Balai Kota, gereja, bahkan kelenteng. Hal pertama yang kuperhatikan adalah pemavingan bundaran Pasar Gede dan perbaikan trotoar untuk mempernyaman pedestrian.

Photo-0492

 Photo-0497

Oya, tugu titik nol Solo yang konon pasangannya adalah tugu yang ada di Yogya ini juga dipercantik dengan lampu-lampu gantung.

Photo-0555

Di sepanjang jalan utama Gladag ini juga tidak lagi diperbolehkan adanya pagar. Mulai dari gereja GPIB, kantor pos, gedung bank, hingga Balai Kota pun pagarnya sudah dirubuhkan. Hanya pagar gereja Purbayan yang masih bertahan.

Photo-0552

Photo-0524

Photo-0527

Akibatnya di Balai Kota ada kesan hutan di sana. Pas melihat foto ini mungkin kalian merasa sedang melihat taman kota ya, padahal ini aslinya ada di pinggir jalan.

Photo-0557

Saat itu juga ada restorasi gedung Bank Indonesia lama. Musholla yang awalnya ada di situ sekarang dirubuhkan, soalnya para pegawainya juga sudah pindah semua ke gedung yang baru. Moga2 aja deh gedung BI ini difungsikan sebagai museum supaya semua orang bisa menikmati keindahan arsitekturnya.

Photo-0537

Uniknya, di pagar proyek bank BI yang sedang direstorasi, dipajang banyak foto2 arsitektur kota Solo tempo doeloe. Wow keren, kayak pameran seni gitu.

Photo-0543

Photo-0539

Photo-0540

Yang ini sih sudah lama, yaitu sentra kuliner Galabo alias Gladag Langen Bogan. Perubahan yang kuperhatikan adalah adanya shelter2 yang membuat kawasan jajanan ini semakin rapi dan tidak membuat macet.

Photo-0525

Photo-0526

Untunglah masih ada hal yang tetap tak berubah dari Solo, yakni batik2 murahnya di Pusat Grosir Solo (PGS). Mudik rasanya nggak lengkap kalo nggak memborong batik. Lumayan aku mendapat dua batik yang sangat bagus dengan harga 65 ribu dan 25 ribu. Anjriiiiit murah banget khan? Di Jakarta mana ada :p

Tapi tentu yang paling mencolok dari pembaharuan kawasan Gladag ini tentu adalah dibukanya pagar Benteng Vastenburg. Benteng ini keren banget, sayangnya sudah telanjur dijual oleh mantan walikota Solo zaman Orde Baru yang sarat korupsi ke pihak swasta. Tapi kupikir dibukanya pagar benteng ini merupakan langkah awal yang sangat bagus untuk menjadikan benteng ini tempat publik soalnya tempat ini selain bisa menjadi lahan terbuka hijau juga sangat kaya akan nilai2 sejarah.

Photo-0502

Photo-0503

Photo-0507

Photo-0510

Photo-0523

Photo-0519

Nggak cuma fisik saja, lalu lintas juga ditata rapi. Kendaraan yang melintas sekarang diharuskan memutar di Bundaran Gladag untuk mengurai kemacetan, sudah ada beberapa palang2 pembatas jalan untuk merapikan lalu lintas di sana.

Bagaimana dengan pelayanan Pemkot Solo sendiri? Kebetulan pas aku berkunjung ke Kantor Pos Solo, aku menemukan banyak kemajuan di bidang pelayanan. Ada mesin nomor antrian otomatis sehingga pelayanannya lebih mirip bank. Pelayanannya pun cepat. Moga2 aja ini terjadi di semua instansi pemerintahan yang lain. Bicara tentang gedung Kantor Pos Solo sendiri, this building is not exactly an architectural wonder. Tapi aku punya kenangan tersendiri tentang tempat ini. Yang paling kuingat dari kantor pos ini waktu aku diajak oleh ortuku pas kecil adalah relief kereta kuda ini. Unik juga, di Stasiun Balapan kita juga akan disambut oleh relief, walaupun bentuknya berbeda.

Photo-0533

Cerita lain, aku juga sempat mendengar kisah mengharukan dari nyokapku pas ada tetangga kami yang lewat.

“Eh, Vid mesakke banget (kasihan sekali) anak laki2nya ibu tadi kena penyakit darah. Katanya kalo luka darahnya tidak bisa berhenti.”

“Ooo hemofilia ya?”

Dan kata nyokap lagi, dia setiap sebulan sekali harus ganti darah atau apa gitu (pokoknya ke rumah sakit lah) kalo nggak nyawanya nggak bisa nggak tertolong. Pasti pengobatan memakan ratusan juta. Namun ajaibnya, seluruh biaya pengobatan anak itu ditanggung ama Pemkot Solo karena termasuk warga miskin dan mendapat PKMS (semacam kartu sehat, lupa singkatannya apa). Adanya pelayanan kesehatan yang mumpuni ini juga dimulai sejak pemerintahan Pak Jokowi dan syukurlah masih berjalan hingga kini. Wah, hebat ya!

Aku juga menilik kawasan Ngarsopuro yang ada di dekat rumahku. Kawasan ini merupakan warisan Jokowi untuk meningkatkan perekonomian dan pariwisata Solo. Ternyata bangunan kelurahan yang ada di sini juga diperbaharui dengan bentuk joglo khas Solo seperti yang kusebutkan di awal tadi.

Photo-0599

Ada beberapa juga perubahan dalam bentuk pasar. Topeng2 yang dulu menghiasi atap pasar kini diganti wayang.

Photo-0589

Photo-0596

   Photo-0591

Namun perubahan paling jelas adalah perubahan nama Pasar Windu Jenar kembali menjadi Pasar Triwindu. Semula pasar barang antik ini memang bernama Pasar Triwindu karena dibangun untuk memperingati tiga windu kekuasaan Sultan Mangkunegara. Namun setelah direstorasi namanya diubah menjadi Pasar Windu Jenar, mungkin agar lebih artistik di telinga. Namun beberapa budayawan meminta agar namanya dikembalikan karena memiliki arti historis. Rupanya aspirasi mereka didengar oleh pemkot Solo juga. Nah, ini nih baru namanya good governance yang mendengar tiap aspirasi rakyatnya.

Oya ada satu hal lagi yang lagi happening banget di Solo, mulai dari nyokap ampe temen2 di kampusku pas aku berkunjung ke sana juga ngomongin ini, yaitu mall baru bernama Hartono Mall di Solo Baru. Namun sayang Hartono Mall ini masih sepi tenant-nya. Namun ada satu hal yang menarik dari Hartono Mall ini, yaitu adanya cabang Electronic City pertama di Jawa Tengah. Wow, pertama di Jateng? Bahkan katanya di Semarang aja belum ada.

Photo-0664

Bukan cuma kali ini lho ada cerita kayak gini, aku sudah sejak dulu mendengar Prodia (sebuah perusahaan yang menangani laboratorium kesehatan) akan membuka kantor pusat di Solo. Artinya seluruh kantor Prodia di seluruh Indonesia akan berpusat di Solo. Wow, sebegitu percayanya ya para pengusaha pada kota Solo ini ya, tentu karena potensinya yang sangat besar.

Namun ada juga berita yang sempat membuatku kecewa, yaitu ternyata pembangunan terminal Tirtonadi yang baru belum kelar! Padahal aku sudah ngiler pengen melihatnya sejak rancangan terminal baru itu keluar, bangunannya benar2 bombastis. Tak hanya megah, konon sistem ticketing di terminal ini akan meniru Singapura yang sepenuhnya menggunakan mesin. Wow!

Nah, itulah sekilas kemajuan kota Solo saat aku mudik terakhir kali. Aku jadi nggak sabar, kemajuan apalagi ya yang akan kutemui saat aku mudik ke kampung halamanku tercinta ini tahun depan? Semoga aja kota Solo tercinta ini keep moving forward alias terus maju ke depan. Moga2 mah bisa jadi provinsi sendiri kayak DIY (amiiiiiin). Tentu ini semua kemajuan ini takkan terjadi tanpa pemimpin berhati nurani dan dukungan dari wong2 Solo sendiri. Setuju????

1 comment:

  1. kenapa ga ngliput stadion manahan? Kan air mancor nya baru tuh. Hehehe... Ada kepala kamu jg di pajang di sana..

    ReplyDelete